Musnahnya Mimpi Anak-anak Indonesia untuk Mendunia
Batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia ibarat ”vonis mati” bagi para pesepak bola ”Garuda Muda”. Air mata dan dukacita mengiringi musnahnya mimpi mereka yang dibunuh kenaifan sejumlah pihak.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pemain tim U-20 Indonesia, Hugo Samir, mengusap matanya saat mendengarkan arahan dari Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (30/3/2023). Dalam pertemuan tersebut, Zainudin meminta maaf kepada seluruh pemain Indonesia atas pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Publik sepak bola Indonesia tengah berduka. Karangan bunga ungkapan dukacita memenuhi halaman Kantor Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di Arena Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2023), menyusul pencoretan RI sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 oleh Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA).
”Turut berdukacita atas matinya mimpi anak bangsa,” bunyi salah satu karangan bunga di Arena GBK yang dikirimkan Football Institute. Para pemain ”Garuda Muda”, julukan skuad muda sepak bola Indonesia, bahkan mengenakan pita hitam ketika tampil memberikan keterangan kepada media massa, kemarin. ”Ini simbol dukacita terhadap Piala Dunia U-20 yang batal. Kami kecewa karena sudah mempersiapkan diri selama dua tahun,” ucap Kadek Arel Priyatna, bek tengah tim U-20 Indonesia.
Bagi insan sepak bola, gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah ajang terbesar ketiga sepak bola dunia, setelah Piala Dunia dan Piala Dunia Putri, itu sebuah tragedi. Belum sembuh betul dari luka menganga akibat Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang merenggut 135 nyawa, pada 1 Oktober lalu, sepak bola Indonesia kembali dihadapkan pada cobaan besar.
”Saya syok Piala Dunia batal terselenggara. Padahal, Palembang sudah siap 100 persen,” ujar Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru yang berbusana serba hitam sebagai simbol ”berkabung”.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyampaikan kekecewaannya karena Piala Dunia U-20 batal terselenggara akibat adanya penolakan dari segelintir pihak, Kamis (30/3/2023). Pembatalan ini menjadi kerugian besar bagi daerah yang sangat berharap piala dunia dapat mendongkrak perekonomian dari sektor pariwisata.
Menurut Herman, batalnya Indonesia menggelar Piala Dunia U-20 menyusul penolakan atas Israel, salah satu peserta, akan berdampak panjang untuk persepakbolaan kita. Sebelumnya, selain mencabut hak Indonesia, FIFA juga menyatakan akan menjatuhkan sanksi ke Indonesia.
”Bayangkan, jika nantinya Indonesia di-banned (dilarang tampil di ajang internasional) FIFA. Bagaimana nasib orang yang berkecimpung di dalamnya? Belum lagi, mental para (pemain) Garuda Muda yang telah berjuang membela negara, tetapi sia-sia karena penolakan segelintir pihak,” kata dia di Palembang.
Hingga sepekan lalu, pasukan Garuda Muda masih giat dan bersemangat berlatih demi mimpi tampil di pentas dunia bersama barisan bintang sepak bola masa depan dunia.
Saya merasakan sakit hati. Tahun 2017 dulu, saya pernah ikut Piala Dunia (U-20) di Korea (Selatan). Maka, saya tahu dengan adanya ajang ini akan menjadi perkembangan luar biasa (untuk para pemain). Sangat disayangkan, Piala Dunia tidak digelar di Indonesia. Para pemain (menjadi) kehilangan harapan. (Shin Tae-yong)
Namun, kini, masa depan mereka mendadak buram. Bukan hanya gagal tampil di Piala Dunia U-20 dan berpeluang dilirik klub-klub Eropa, mereka juga terancam tidak bisa bermain di ajang resmi lainnya jika FIFA menjatuhkan hukuman terberat, yaitu mengasingkan Indonesia dari sepak bola internasional.
Ujian besar tersebut pernah terjadi pada 2015, yaitu ketika pemerintah berseteru dengan PSSI. Dampaknya, liga terhenti dan Indonesia dikucilkan dari kancah internasional. Sebagian insan sepak bola harus bekerja serabutan, mulai dari bermain sepak bola tarkam hingga beralih profesi sebagai pengemudi ojek daring, semata-mata demi sesuap nasi.
Tak pelak, kesedihan mendalam terpancar dari wajah para pemain Garuda Muda ketika mendengar kabar dari Ketua Umum PSSI Erick Thohir yang telah susah payah menemui Presiden FIFA Gianni Infantino di Doha, Qatar, Rabu (29/3). Air mata mereka meleleh. Wajah sejumlah staf pelatih pun terlihat memerah, mencoba menahan amarah.
”Ke depan, ini perlu menjadi pembelajaran. Walaupun kita mendapatnya (jatah tampil di Piala Dunia U-20) karena tuan rumah, kami berusaha semaksimal mungkin. Latihan sampai tiga kali sehari. Kalian tidak merasakan seperti kami, gimana kerja kerasnya. Bukan hanya kami, semua pemain bakal kena dampaknya” ujar Hokky Caraka, salah satu pemain tim U-20 Indonesia, di lobi Hutan Sultan, Jakarta.
Harapan kosong
Menurut Nova Arianto, asisten pelatih tim U-20 Indonesia, usaha dan kerja keras para pemainnya selama beberapa tahun terakhir menjadi sia-sia. ”Bagi orang lain yang tidak tahu sepak bola, ini hanya Piala Dunia. Tapi, saya yakin, ini mimpi kalian semua. Saya pun bertahan di sini karena juga ingin tampil di event ini. Kita ternyata hanya mendapat harapan kosong,” ujar Nova yang menitikkan air matanya saat berbicara di depan para pemain dan staf pelatih Garuda Muda.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Karangan bunga memberi semangat kepada pemain U-20 memenuhi halaman kantor PSSI di Arena GBK, Jakarta, Kamis (30/3/2023). FIFA membatalkan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Menurut Nova, pencoretan Indonesia oleh FIFA semestinya tidak terjadi jika olahraga tidak dicampuradukkan dengan isu politik dan agama. ”Saya bisa paham kita membela negara lain (Palestina) dengan sekuat tenaga atau apa pun. Saya cuma tak bisa terima bahwa negara lain, Israel dan Palestina, bisa main, kita justru tak bisa main,” ujar Nova emosional.
Kekecewaan mendalam juga disampaikan Pelatih Indonesia Shin Tae-yong. Ketika para pemainnya sedang bersedih mendengar kabar soal pembatalan Piala Dunia U-20 di Indonesia, Shin sengaja mengurung diri di kamarnya. Ia enggan menunjukkan kesedihannya di hadapan para pemain muda.
”Saya merasakan sakit hati. Tahun 2017 dulu, saya pernah ikut Piala Dunia (U-20) di Korea (Selatan). Maka, saya tahu dengan adanya ajang ini akan menjadi perkembangan luar biasa (untuk para pemain). Sangat disayangkan, Piala Dunia tidak digelar di Indonesia. Para pemain (menjadi) kehilangan harapan,” ujar Shin yang juga pernah membawa Korsel tampil di Piala Dunia Rusia 2018.
Meskipun ikut kecewa, Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali berusaha menghibur skuad Garuda Muda dalam pertemuan Kamis. ”Memang, ini berat, menyedihkan, dan mengecewakan buat kita semua. Dengan kejadian ini, kita harus berusaha mengembalikan kepercayaan FIFA, apalagi kita juga memiliki mimpi menggelar Piala Dunia 2034 bersama negara lainnya,” ujar Zainudin. (AGS/SAN/RAM/z03/JON)