Rapat Anggota Komite Olimpiade Indonesia Rekomendasikan Penyempurnaan DBON
Rapat Anggota Komite Olimpiade Indonesia 2023 di Jakarta, Senin (6/3/2023), menghasilkan 10 kesimpulan. Salah satunya merekomendasikan sistem promosi-degradasi cabang prioritas dalam Desain Besar Olahraga Nasional.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari (kiri) dan Komite Eksekutif KOI & Ketua Panitia Rapat Anggota-Kongres Luar Biasa (KLB) KOI 2023 Jadi Raja Gukguk dalam konferensi pers penutupan KLB KOI 2023 di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Anggota Komite Olimpiade Indonesia 2023 di Jakarta, Senin (6/3/2023), menghasilkan 10 kesimpulan. Salah satunya, merekomendasikan penyempurnaan Desain Besar Olahraga Nasional atau DBON. Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga diminta menerapkan sistem promosi-degradasi dalam penetapan cabang prioritas DBON.
”Semua cabang anggota Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sepakat, DBON bisa diterima, tetapi harus disempurnakan. Parameter untuk cabang prioritas mesti lebih jelas. Promosi-degradasi jangan hanya diterapkan untuk atlet dalam suatu pelatnas, melainkan pula untuk cabang prioritas. Itu untuk menimbulkan kompetisi yang sehat antarcabang agar tidak ada yang berada di zona nyaman,” ujar Ketua KOI Raja Sapta Oktohari usai Kongres Luar Biasa KOI 2023 di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
DBON disahkan dalam Peraturan Presiden pada 9 September 2021 atau bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional ke-38. Dalam peta jalan olahraga nasional itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menetapkan 17 cabang prioritas, yakni bulu tangkis, angkat besi, panahan, atletik, menembak, panjat tebing, senam artistik, balap sepeda, renang, dayung, karate, taekwondo, wushu, dan pencak silat. Tiga cabang lain termasuk dalam pengembangan industri olahraga, yakni sepak bola, bola basket, dan bola voli.
Okto mengatakan, selain cabang prioritas, cabang lain pun tidak boleh luput dari perhatian. Semua cabang harus mendapatkan perlakuan yang adil sesuai proporsinya. Sebab, semua cabang memiliki beban moral prestasi dan tantangan masing-masing. ”Semua cabang menyadari kalau anggaran Kemenpora sangat terbatas. Namun, Kemenpora mesti mencari mekanisme yang lebih realistis untuk mewujudkan keadilan tersebut,” katanya.
Anggota Dewan Etik Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Ketua Umum Modern Pentathlon Indonesia Anthony Sunarjo (kiri) dan anggota Dewan Etik KOI dan Ketua Umum Kickboxing Indonesia Ngatino dalam konferensi pers penutupan Kongres Luar Biasa (KLB) KOI 2023 di Jakarta, Selasa (7/3/2023). Rapat anggota KOI melahirkan 10 kesimpulan untuk rekomendasi perbaikan tata kelola olahraga nasional. KLB KOI memutuskan Kongres KOI untuk Pemilihan Ketua KOI 2023-2027 dipercepat dari Oktober 2023 menjadi Juni 2023.
Dalam pengiriman atlet ke suatu ajang multicabang, misalnya, menurut Okto, jangan lagi dengan tolok ukur peringkat secara tim atau negara, melainkan peringkat per cabang olahraga. Setiap atlet dari cabang apa pun patut mendapatkan kesempatan ikut ajang multicabang kalau memiliki potensi besar meraih medali.
Jangan hanya cabang prioritas yang diperhatikan. Tidak boleh ada cabang yang dianaktirikan. Sebab, semuanya berusaha memberikan yang terbaik untuk Indonesia.
”Ini menjadi aspirasi dari para pengurus cabang dalam Rapat Anggota KOI 2023. Jangan hanya cabang prioritas yang diperhatikan. Tidak boleh ada cabang yang dianaktirikan. Sebab, semuanya berusaha memberikan yang terbaik untuk Indonesia,” tutur Okto.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) Ali Patiwiri di sela Rapat Anggota KOI, Senin, mengungkapkan, walau renang masuk salah satu cabang prioritas DBON, nyatanya tidak ada perlakuan khusus untuk PRSI. Terbukti, tahun ini, anggaran bantuan pelatnas untuk mereka belum juga cair.
Padahal, PRSI butuh anggaran itu untuk try out persiapan SEA Games Kamboja 2023 yang tidak lama lagi, pada 5-17 Mei. ”Bahkan, kali ini, kami tidak mendapatkan anggaran bantuan untuk satu tahun penuh. Anggaran itu hanya diberikan hingga selesai SEA Games. Kami harus mengajukan proposal baru untuk pelatnas berikutnya, yakni untuk Asian Games Hangzhou, China 2022 (pada 23 September-8 Oktober 2023),” ucap Ali.
Anggota Dewan Etik Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Ketua Umum Modern Pentathlon Indonesia Anthony Sunarjo (paling kiri), anggota Dewan Etik KOI dan Ketua Umum Kickboxing Indonesia Ngatino (kiri kedua), Ketua KOI Raja Sapta Oktohari (kanan kedua), dan Komite Eksekutif KOI dan Ketua Panitia Rapat Anggota-Kongres Luar Biasa (KLB) KOI 2023 Jadi Raja Gukguk seusai konferensi pers penutupan KLB KOI 2023 di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Insentif bukan bonus
Selain itu, Okto menuturkan, Rapat Anggota KOI 2023 pun merekomendasikan insentif pembinaan olahraga atau apresiasi kepada cabang olahraga yang berprestasi. Contohnya, kalau ada cabang yang bisa juara umum suatu ajang multicabang, mereka patut mendapatkan apresiasi yang bisa mendukung pembinaan yang lebih baik, seperti membangun fasilitas latihan yang lebih mumpuni.
Dengan demikian, apresiasi bukan hanya dirasakan oleh atlet atau pelatih, melainkan juga tenaga pendukung dan pengurus cabang bersangkutan. ”Sebab, atlet tidak akan berprestasi tanpa pelatih, pelatih tidak bisa menjadi bagus tanpa pengurus, dan mereka semua tidak bisa sukses tanpa tenaga pendukung, seperti juri-wasit. Itu semua ekosistem olahraga yang harus diperhatikan,” ujarnya.
Okto menyampaikan, secara pribadi, dirinya sungkan bicara konsep bonus yang ada saat ini. Bahkan, itu seharusnya ditelaah ulang. Sebab, bonus hanya dirasakan di hilir pembinaan, yakni atlet dan pelatih. Sering kali, bonus tidak berdampak terhadap peningkatan prestasi, melainkan menimbulkan masalah, seperti ribut antara atlet dan pelatih atau pelatih dan pengurus cabang. ”Jadinya, prestasi dikejar bukan karena Indonesia, melainkan bonus. Tidak boleh ada lagi pembodohan begitu,” ujarnya.
Sekali lagi, bagi Okto, apresiasi dari pemerintah harus menyentuh hingga hulu pembinaan. Sebab, di balik keberhasilan atlet meraih prestasi ada peran banyak pihak di balik layar. Misalnya, atlet latihan pukul 05.00 pagi, pasti ada pelatih yang bangun pukul 04.00 pagi atau atlet selesai latihan pukul 05.00 pagi, pasti ada pelatih yang beres-beres sampai pukul 07.00 pagi. Itu belum memperhitungkan tukang pijat dan tenaga pendukung lainnya. ”Bonus itu bagus. Tetapi, kami lebih suka ada insentif yang lebih luas untuk ekosistem olahraga bersangkutan,” katanya.
Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat dan memberikan bonus kepada atlet peraih medali dari Tim 31st Sea Games Vietnam 2021 Tahun 2022 di halaman depan Istana Merdeka, Senin (13/6/2022). Presiden Jokowi menyatakan bangga 82 persen atlet Indonesia yang bertanding di 31st SEA Games Vietnam 2021 Tahun 2022 mendapatkan medali.
Di sisi lain, Okto mengatakan, Rapat Anggota KOI 2023 mendorong pemerintah memasukkan olahraga dalam program CSR (corporate social responsibility), terutama perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Sebaliknya, perusahaan yang memberikan bantuan atau menjadi sponsor perlu mendapatkan insentif agar semakin termotivasi mendukung olahraga nasional. ”Itu sudah biasa di luar negeri. Perusahaan yang menjadi sponsor diberi insentif, seperti pemotongan pajak,” tuturnya.
Anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) sekaligus Menteri BUMN Erick Thohir yang hadir dalam penutupan Rapat Anggota KOI 2023 menuturkan, semua pemangku kepentingan olahraga harus lebih siap menghadapi tantangan olahraga yang terus meningkat dari waktu ke waktu. ”Suka tidak suka persaingan olahraga semakin kompleks, semakin banyak negara fokus kepada cabang unggulan masing-masing. Ini pekerjaan rumah olahraga Indonesia,” ujarnya.
Maka itu, Erick berharap, semua rekomendasi dari Rapat Anggota KOI itu bisa dirumuskan untuk peningkatan prestasi olahraga nasional. ”Mumpung masih ada satu tahun (sebelum Olimpiade Paris 2024), selesaikan peta jalan versi cabang olahraga. Saya yakin bisa,” pungkas Erick. (*)