Auman ”Si Macan” Aryna Sabalenka
Untuk pertama kalinya, Aryna Sabalenka meraih gelar juara Grand Slam yang didapatnya dari Australia Terbuka. Kegigihan petenis putri Belarus itu bagai macan, binatang yang dia pilih untuk tato di lengan kirinya.

Petenis putri Belarus, Aryna Sabalenka, berfoto dengan anak-anak pemungut bola seusai menjadi juara Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne Park, Melbourne, Sabtu (28/1/2023).
MELBOURNE, SABTU — Aryna Sabalenka menggambarkan dirinya sebagai macan lewat tato kepala macan pada lengan kirinya sejak berusia 18 tahun. Bertualang di belantara tenis profesional sejak 2015, aumannya terdengar kencang ketika menjuarai tunggal putri Grand Slam Australia Terbuka.
Gelar dari final pertama di arena Grand Slam itu didapat setelah mengalahkan juara Wimbledon, Elena Rybakina, 4-6, 6-3, 6-4, di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Sabtu (28/1/2023). Trofi Daphne Akhurst Memorial yang diberikan legenda tenis putri Billie Jean King membawa Sabalenka ke peringkat kedua dunia, naik tiga tingkat dari posisi saat ini.
”Saya sangat gugup, sulit untuk berkata. Trofi ini lebih berhak dimiliki oleh tim saya. Terima kasih telah membantu saya pada masa sulit, tahun lalu,” kata Sabalenka yang menangis sambil telentang di lapangan dengan menutup wajah, sesaat setelah mendapat poin terakhir. Pelatihnya, Anton Dubrov, juga menangis di tribune tim.
Sabalenka harus menanti hingga berusia 24 tahun untuk meraih gelar Grand Slam. Usia itu lebih tua daripada petenis lain yang mendapat gelar pertama turnamen mayor setelah Serena Williams tak lagi dominan. Naomi Osaka, Bianca Andreescu, Sofia Kenin, Iga Swiatek, Emma Raducanu, hingga Rybakina mendapat trofi pertama Grand Slam pada usia 19-22 tahun, sejak AS Terbuka 2018.
Baca juga : Finalis di Luar Radar
Hanya empat tahun setelah masuk arena profesional, Sabalenka sebenarnya sudah menempati peringkat sepuluh besar dunia, pada 2019. Dia bahkan menempati posisi kedua sejak Agustus 2021 hingga 2022. Gaya mainnya yang penuh tenaga dalam setiap pukulan selalu dibandingkan dengan Serena. Namun, petenis Belarus itu kesulitan menembus laga puncak Grand Slam.

Aryna Sabalenka meluapkan emosi dengan menangis setelah mengalahkan petenis putri Kazakhstan, Elena Rybakina, pada laga final Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne Park, Melbourne, Sabtu (28/1/2023).
Laga selama 2 jam 28 menit melawan Rybakina menjadi final pertamanya pada level tenis profesional terelite itu. Sejak bermain pada babak kualifikasi Amerika Serikat Terbuka 2016, yang menjadi debut di Grand Slam, dia tiga kali mencapai semifinal, yaitu di Wimbledon 2021 serta AS Terbuka 2021 dan 2022. Namun, Sabalenka kalah masing-masing dari Karolina Pliskova, Leylah Fernandez, dan Swiatek.
Seperti yang dikatakan setelah menerima trofi juara, musim kompetisi 2022 menjadi masa sulit. Pada tiga bulan pertama, dia tak pernah melewati perempat final. Dari 21 turnamen, dia hanya tiga kali lolos ke final, itu pun selalu kalah. Sabalenka juga bermasalah dengan servis karena sering membuat double fault.
Ketika atlet biasanya mencari pertolongan dari psikolog pada masa terpuruk, Sabalenka melakukan hal sebaliknya. Pada Desember 2022, dalam masa persiapan menuju musim 2023, dia memutuskan tak lagi bekerja sama dengan psikolog. Dengan berani, Sabalenka memutuskan untuk mengontrol dirinya sendiri.
”Saya sadar, tak ada orang lain yang bisa membantu selain diri sendiri. Pada psikolog saya mengatakan bahwa setiap kali berharap ada orang lain yang bisa membantu memecahkan masalah saya, itu tidak terjadi. Saya harus mengatasinya sendiri,” tuturnya.
Baca juga : Penantian Berbeda Makna Empat Tunggal Putri di Semifinal
Sikap itu menjadi cermin dari karakternya yang pemberani, lugas, dan ekspresif. Dia menggambarkan diri seperti macan, hingga mentato lengan kirinya dengan gambar kepala macan. Karakter itu dipilihnya karena terinspirasi pula oleh tahun kelahirannya, yaitu 1998, yang adalah tahun macan.

Aryna Sabalenka (kiri) memamerkan trofi Daphne Akhurst Memorial bersama Elena Rybakina yang dikalahkannya pada laga final Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne Park, Melbourne, Sabtu (28/1/2023).
”Saya menato lengan saya pada usia 18 tahun dan orangtua tidak tahu. Saat pertama melihat, ayah tertawa, sedangkan ibu tidak mengajak saya bicara selama sepekan. Lalu, dia mengatakan bahwa ini akan menjadi tato pertama dan terakhir saya. Saya bilang oke, tetapi sambil berbalik, saya berbisik ’semoga’. Ibu saya tidak mendengar kata terakhir itu,” tutur Sabalenka yang menceritakan kisah tatonya di sela turnamen WTA Charleston 2019.
Seperti macan yang berjuang mencari mangsa, Sabalenka juga selalu berjuang keras untuk mendapat setiap poin di lapangan. Sangat jarang dia mengurangi kecepatan dalam melancarkan pukulan, kecuali saat harus melalukan dropshot.
Laga itu menjadi adu servis secepat kilat dari kedua pemain. Kecepatan tertinggi servis Rybakina mencapai 195 kilometer/jam hingga bisa membuat sembilan as, sedangkan Sabalenka membuat 17 servis as dengan kecepatan maksimum 192 km/jam. Pada tiga gim pertama tercipta tujuh as, yaitu tiga dari Rybakina dan empat dari Sabalenka.
Trofi ini lebih berhak dimiliki oleh tim saya. Terima kasih telah membantu saya pada masa sulit, tahun lalu.
Pada set pembuka ini, Rybakina bisa mengatasi tekanan dengan lebih baik berkat pengalamannya menjuarai Wimbledon 2022. Dia bersikap tenang dan solid meski dalam posisi menerima servis. Sebaliknya, selain bisa memanfaatkan servis kencangnya untuk mendapat poin dengan cepat, Sabalenka banyak membuat kesalahan dengan lima double fault.
Proses pembelajaran untuk bersikap tenang dan mengandalkan kemampuan sendiri dalam memecahkan masalah mulai terlihat sejak set kedua. Selain dari servis yang lebih akurat, baik ke arah garis pinggir maupun tengah lapangan, dia bisa mempersulit Rybakina melalui backhand silang dengan sudut tajam.

Aryna Sabalenka melakukan servis saat melawan Elena Rybakina pada laga final Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne Park, Melbourne, Sabtu (28/1/2023).
Kegigihan ”sang macan” makin terlihat pada set penentuan yang lebih ketat, terutama saat mematahkan servis lawan pada gim ketujuh dan ketika mempertahankan servis pada gim ke-10. Pada posisi serving for championship dalam gim itu, Sabalenka harus bertahan selama sembilan menit dan melalui empat kali deuce untuk meraih kemenangan.
Emosi yang ditahan selama pertandingan dilepaskan dengan berteriak, bagai auman macan, hingga akhirnya dia menangis. ”Mungkin, saya akan butuh beberapa hari untuk menyadari apa yang telah terjadi,” katanya.
Misi mustahil Tsitsipas
Mengalahkan Novak Djokovic pada final tunggal putra, Minggu, akan menjadi misi mustahil bagi Stefanos Tsitsipas. Ada berbagai faktor yang membuat Tsitsipas akan sulit meraih gelar Grand Slam pertamanya, salah satunya statistik pertemuan, yakni 2-10.
Dua kemenangan Tsitsipas hanya terjadi pada masa-masa awal pertemuan dengan Djokovic, yaitu pada babak ketiga Kanada Masters 2018 dan perempat final Shanghai Masters 2019. Setelah itu, Djokovic menang pada sembilan pertemuan beruntun, salah satunya pada final pertama Tsitsipas di arena Grand Slam, yaitu Perancis Terbuka 2021.
Fakta lain yang bisa mempersulit petenis Yunani itu adalah kenyamanan Djokovic bermain di Rod Laver Arena. Di lapangan utama Melbourne Park berkapasitas 14.820 penonton ini, Djokovic tak pernah kalah dalam sembilan final. Tiga gelar terakhir didapat secara beruntun pada 2019-2021, sebelum dia absen pada Australia Terbuka 2022.

Petenis Yunani, Stefanos Tsitsipas (kiri), dan petenis Serbia, Novak Djokovic, akan berhadapan pada laga final tunggal putra Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne Park, Melbourne, Minggu (29/1/2023).
Petenis Serbia itu tak bisa mempertahankan gelar juara setelah dideportasi karena tiba di Australia tanpa pernah menerima vaksin Covid-19. Maka, jika bisa mengalahkan Tsitsipas, kemenangan itu akan menjadi penebus dari momen pahit yang tak akan dilupakannya.
Namun, Tsitsipas yang akan dihadapi Djokovic kali ini adalah petenis yang kian percaya diri bersaing pada final Grand Slam. Perebutan status petenis nomor satu dunia menjadi motivasi tambahan baginya. ”Untuk momen seperti itulah saya bekerja keras. Final Grand Slam lebih besar dibandingkan dengan final lain,” ujarnya.
Meski Rod Laver Arena bagaikan halaman belakang rumah Djokovic, Tsitsipas akan memiliki keuntungan dengan dukungan orang Yunani. Komunitas orang Yunani di Australia menjadi salah satu yang terbanyak di luar negara mereka.
Baca juga : Djokovic Melawan "Yang Lain"
Pendukung Serbia sebenarnya tak kalah kompak, tetapi jumlahnya tak akan sebanyak pendukung Tsitsipas. Tsitsipas juga kemungkinan akan mendapat dukungan tambahan dari penonton netral karena penonton Australia Terbuka cenderung mendukung petenis yang menjadi lawan Djokovic.
Jika menang, Tsitsipas akan menjadi petenis kedua dari generasi NextGen yang bisa mengalahkan Djokovic pada final Grand Slam. Sebelumnya, ada Daniil Medvedev yang mengalahkan petenis berusia 35 tahun itu pada final AS Terbuka 2021. (AP/AFP/REUTERS)