“Singa Atlas” Menantang Hegemoni Dua Kawasan Adidaya
Maroko mengguncang dunia berkat kemenangan atas Spanyol pada babak 16 besar. Mereka menjadi satu-satunya tim di luar kawasan Eropa dan Amerika Selatan pada perempat final Qatar 2022.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
AFP/ODD ANDERSEN
Para pemain Maroko merayakan kemenangan dalam adu penalti pada pertandingan babak 16 besar Piala Dunia Qatar 2022 melawan Spanyol di Stadion Education City di Al-Rayyan, Qatar, Selasa (6/12/2022). Maroko mencatat sejarah dengan maju untuk pertama kalinya ke perempat final Piala Dunia.
DOHA, KOMPAS – Mengemban harapan dari dunia Arab dan Afrika tidak membuat Maroko canggung ketika tampil menghadapi Spanyol di babak 16 besar, Selasa (6/12/2022) malam WIB, di Stadion Education City, Doha. Tim berjuluk “Singa Atlas” itu sukses meredam serangan bertubi-tubi Spanyol untuk menjaga skor 0-0 selama 120 menit, kemudian merebut tiket ke perempat final melalui kemenangan 3-0 melalui drama adu penalti.
Tiga dari empat penendang penalti Maroko, yakni Abdelhamid Sabiri, Hakim Ziyech, dan Achraf Hakimi, melakukan tugas dengan sempurna. Selain itu, kiper Maroko, Yassine Bounou, menahan dua tembakan serta satu tendangan Spanyol membentur tiang gawang.
Tiga eksekutor Spanyol yang gagal menunaikan tugasnya ialah Pablo Sarabia, Carlos Soler, dan sang kapten, Sergio Busquets. Selanjutnya, Maroko akan menghadapi pemenang duel Portugal kontra Swiss yang baru bermain, Rabu (7/12) dini hari WIB, di Stadion Lusail, kota Lusail.
Tampil di babak delapan besar Piala Dunia adalah prestasi terbaik yang diraih Singa Atlas setelah melaju hingga babak 16 besar di Meksiko 1986. Mereka menyamai capaian tiga duta Afrika sebelumnya, yaitu Kamerun, Senegal, dan Ghana, yang bisa menjadi salah satu dari delapan tim terbaik di ajang Piala Dunia.
Tak hanya itu, Maroko bakal menantang hegemoni dua kawasan adikuasa sepak bola dunia, Eropa dan Amerika Selatan. Singa Atlas adalah satu-satunya tim di luar dua kawasan itu yang berpartisipasi pada babak perempat final di Qatar 2022.
Untuk memenuhi ambisi lolos pertama kali ke babak delapan besar Piala Dunia, Pelatih Maroko Walid Regragui telah menerapkan taktik yang serupa ketika menahan Kroasia dan Belgia di fase grup. Mereka tampil bertahan dan mengandalkan transisi cepat dengan formasi 4-5-1.
Singa Atlas tidak lengah meski dikepung Spanyol sepanjang laga. Itu terlihat dari dominasi Spanyol melalui 75 persen penguasaan bola berbanding 25 persen yang dikoleksi Maroko.
Pertahanan Spanyol yang dipimpin duo Manchester City, Rodri dan Aymeric Laporte, terlalu sulit untuk ditembus oleh Hakim Ziyech dan kawan-kawan. Meski begitu, Maroko tetap berusaha mengkreasikan peluang melalui sepakan jarak jauh.
Maroko bakal menantang hegemoni dua kawasan adikuasa sepak bola dunia, Eropa dan Amerika Selatan.
AP PHOTO/RICARDO MAZALAN
Pemain Maroko Hakim Ziyech (kiri) mengontrol bola melewati pemain Spanyol Pedri dalam babak 16 besar Piala Dunia Qatar di Stadion Education City di Al Rayyan, Qatar, Selasa (6/12/2022). Maroko memenangi laga melalui adu penalti dengan skor 3-0 (0-0)
Dari lima tembakan yang dihasilkan, Maroko mencatatkan dua tembakan tepat sasaran. Peluang terbaik yang didapatkan Maroko tercipta pada menit ke-103. Penyerang pengganti, Walid Cheddira, mendapat kesempatan di depan kotak penalti Spanyol, tetapi sepakannya masih bisa diantisipasi kiper Spanyol, Unai Simon.
Bagi Spanyol kekalahan dari Maroko melengkapi kegagalan di tiga turnamen mayor beruntun yang disebabkan babak adu penalti itu. Sebelumnya, Spanyol tumbang dari Rusia di Piala Dunia 2018 melalui adu penalti, lalu hal yang sama terjadi di semifinal Piala Eropa 2020 ketika disingkirkan Italia.
Selain itu, Spanyol juga belum bisa keluar dari jebakan babak 16 besar yang mereka dapatkan seusai menjadi juara Piala Dunia 2010. La Furia Roja tumbang pada fase grup pada Brasil 2014 serta gugur dari tuan rumah, Rusia, di edisi 2018.
Level Asia
Ketika Maroko menjadi perwakilan Afrika tersisa, Piala Dunia 2022 kembali menegaskan level sepak bola Asia yang belum bisa melaju lebih jauh dari babak 16 besar. Korea Selatan memang pernah tampil hingga babak semifinal di edisi 2002, tetapi itu terjadi ketika menjadi tuan rumah.
Setelah Piala Dunia 2002, Korsel hanya bisa dua kali melaju ke fase gugur pada Afrika Selatan 2010 dan Qatar 2022. Dalam dua kesempatan itu mereka tumbang di babak 16 besar.
Kekalahan telak 1-4 dari Brasil, Selasa dini hari WIB, di Stadion 974, Doha, kian mengukuhkan level kualitas "Pasukan Taegeuk" yang belum bisa setara dengan Brasil, salah satu kekuatan elite sepak bola dunia. Meskipun telah mengerahkan semua kemampuan, kata Pelatih Korsel Paulo Bento, anak asuhannya tetap gagal meredam tim Selecao untuk mengontrol permainan dan mengacak-acak pertahanan mereka.
"Kami telah berusaha mengimbangI mereka, tetapi pemain berkualitas dunia yang dimiliki Brasil memberikan perbedaan yang besar pada laga melawan kami. Brasil mencetak empat gol dari empat peluang pertama mereka, kemudian kiper mereka, Alison Becker, melakukan penyelamatan gemilang untuk dua peluang kami," ucap Bento yang memutuskan untuk undur diri dari posisi juru taktik Korsel seusai laga pamungkas mereka di Qatar.
Padahal, jika bisa menciptakan kejutan, Korsel dan Jepang berpeluang menghadirkan duel sesama tim Asia pertama di babak perempat final Piala Dunia. Tetapi apa daya, Jepang pun yang ingin menembus babak delapan besar Piala Dunia perdana juga harus menangis di akhir laga melawan Kroasia, Senin (5/12) kemarin, di Stadion Al Janoub, Al Wakrah.
Mereka tumbang 1-3 melalui drama adu penalti setelah bermain imbang 1-1 selama 120 menit. Bagi Pelatih Jepang Hajime Moriyasu, kegagalan skuad "Samurai Biru" untuk keempat kalinya menembus perempat final Piala Dunia adalah cermin dari kualitas sepak bola mereka yang masih tertinggal dari tim-tim Eropa dan Amerika Selatan.
Pemain timnas Korea Selatan Hwang Hee-chan (kiri) menendang bola melewati pemain timnas Brasil Raphinha pada babak 16 besar Piala Dunia Qatar 2022 di Stadion 974 Qatar, Senin (5/10/2022). Brasil menang dengan skor 4-1.
Moriyasu mengakui, timnya memang bisa mengalahkan Jerman dan Spanyol di fase grup. Namun, lanjutnya, untuk memenangkan pertandingan di fase gugur Piala Dunia, sebuah tim harus memiliki kekuatan dan persiapan pada detail-detail terkecil yang bisa menentukan hasil akhir.
"Anda bisa saksikan kiper Kroasia tampil bagus di adu penalti. Itu adalah hal yang sudah mereka siapkan jauh-jauh hari. Perhatian terhadap detail seperti itu, yang menurut saya, sepak bola kami (Jepang) masih tertinggal jarak kualitas dengan negara-negara Eropa dan kekuatan (sepak bola) super lainnya," kata Moriyasu.
Ia menambahkan, "Kami sudah belajar dari kegagalan kami di Rusia untuk tidak mudah menyerah dalam penguasaan bola. Kini, kami memetik pelajaran lainnya untuk membenahi tim ini di masa depan".