Kesempatan Atlet Senior Membela Indonesia Belum Tertutup
Kendati tidak berada di pelatnas, para atlet senior tetap berpeluang membela Indonesia di SEA Games atau Asian Games 2023. Kesempatan terbuka jika mereka lolos seleksi nasional berikutnya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati tidak berada di pemusatan latihan nasional saat ini, atlet senior tetap berpeluang membela Indonesia dalam SEA Games dan Asian Games 2023. Kesempatan itu terbuka kalau mereka lolos seleksi nasional pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.
”Para atlet senior itu tidak dibuang. Untuk sementara, mereka bisa berlatih mandiri, latihan dengan klub, atau di bawah naungan pemusatan latihan daerah. Ini sekaligus tantangan untuk mereka membuktikan diri tetap menjadi yang terbaik di Indonesia dalam seleksi nasional,” ujar Ketua Tim Review Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mochammad Asmawi saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Asmawi, Guru Besar Pendidikan Jasmani Universitas Negeri Jakarta itu, mengatakan, sebagaimana Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), Kemenpora mencoba mengatur komposisi atlet pelatnas dengan diisi 40 persen atlet senior dan 60 persen yunior. Pelatnas untuk kepentingan jangka pendek, menghadapi SEA Games dan Asian Games, serta kepentingan jangka panjang, yakni mengejar prestasi Olimpiade.
Dalam menerima atlet senior, Kemenpora mempertimbangkan atlet yang meraih emas SEA Games Vietnam 2021. Jika tidak memenuhi, mereka mengutamakan atlet yunior agar bisa merasakan atmosfer pelatnas lebih dini. ”Kami ingin mempersiapkan atlet-atlet yunior itu untuk Olimpiade 2024 (Paris, Perancis) atau 2028 (Los Angeles, Amerika Serikat),” katanya.
Kendati demikian, Asmawi menuturkan, atlet yunior itu belum tentu membela Indonesia pada SEA Games di Kamboja dan Asian Games di China tahun depan. Secara performa atau catatan rekor, Kemenpora tidak menafikan bahwa sebagian atlet itu belum mampu bersaing dalam perebutan medali di kedua ajang tersebut.
Oleh karena itu, Kemenpora akan tetap mengandalkan atlet senior dalam ajang multicabang terdekat. Selama tidak di pelatnas, para atlet diharapkan tetap menyiapkan diri. Lagi pula, mereka dinilai sudah paham dengan menu latihan yang harus dijalani. ”Ini solusi agar persiapan jangka pendek dan jangka panjang tetap maksimal (di tengah keterbatasan anggaran),” ucap Asmawi.
Dalam seleksi nasional, Kemenpora akan memilih atlet yang paling berpeluang meraih medali SEA Games dan Asian Games. Setiap atlet yang meraih emas SEA Games, mereka bisa melanjutkan pelatnas untuk ikut Asian Games. ”Kalau di SEA Games saja tidak mampu dapat emas, bagaimana mereka bisa bersaing di Asian Games,” ujarnya.
Dampak kebijakan
Kebijakan Kemenpora itu berdampak tercoretnya delapan atlet senior dari pelatnas renang Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia yang ditetapkan pada 7 Oktober 2022. Semua atlet senior itu adalah peraih medali SEA Games 2021 meski tidak meraih emas.
Mereka adalah I Gede Siman Sudartawa (perunggu 50 meter gaya punggung). Gagarin Nathaniel Yus (perak 50 meter gaya dada dan perunggu 100 meter gaya dada), Glenn Victor Susanto (perunggu 50 meter gaya kupu-kupu dan perak estafet 4 x 100 meter gaya bebas), serta Aflah Fadlan Prawira (perunggu 400 meter gaya ganti dan perak estafet 4 x 100 meter gaya bebas).
Para atlet senior itu tidak dibuang. Untuk sementara, mereka bisa berlatih mandiri, latihan dengan klub, atau di bawah naungan pemusatan latihan daerah.
Di putri ada Anak Agung Istri Kania Ratih (perunggu 50 meter gaya punggung), Nurul Fajar Fitriyati (perak 200 meter gaya punggung dan perunggu estafet 4 x 100 meter gaya bebas), Patricia Yosita Hapsari (perunggu estafet 4 x 100 meter gaya bebas dan perunggu estafet 4 x 200 meter gaya bebas), serta Ressa Kania Dewi (perunggu estafet 4 x 100 meter gaya bebas dan perunggu estafet 4 x 200 meter gaya bebas).
Kasus hampir sama terjadi di atletik. Dari 28 atlet yang dipanggil ke pelatnas oleh Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia tertanggal 16 September 2022, tidak ada nama Maria Natalia Londa, peraih perunggu lompat jauh dan lompat jangkit putri SEA Games 2021.
Tidak ada pula pelari putri Sri Mayasari. Walau tidak meraih medali SEA Games 2021, Sri adalah pemegang rekor nasional 400 meter putri dengan 53,22 detik, yang dipecahkannya di Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 setelah bertahan 37 tahun.
”Kami menyerahkan wewenang pemanggilan atlet ke pelatnas itu kepada Tim Review agar hasilnya obyektif. Tim Review itu menganalisis proposal (bantuan anggaran pelatnas) yang diusulkan pengurus induk cabang olahraga. Intinya, kami ingin atlet-atlet yang masuk pelatnas adalah atlet terbaik, secara fisik (kebugaran) maupun kemampuan (skill), agar pelatnas berjalan optimal,” ucap Deputi IV Bidang PPON Kemenpora Chandra Bhakti.
Kebijakan aneh
Siman mengatakan, dia dan tujuh rekannya sudah diberi tahu bahwa mereka punya kesempatan masuk pelatnas dalam seleksi nasional sekitar Februari 2023. Namun, bagi mereka, itu adalah kebijakan aneh.
”Bagaimana mungkin, kami tidak berada di pelatnas, tidak dibina, tetapi kalau lolos seleksi nasional, langsung dapat tanggung jawab besar untuk meraih medali SEA Games. Apalagi kami hanya ada waktu sekitar tiga bulan (jarak antara seleksi nasional pada Februari 2023 dan jadwal SEA Games 2023 pada 5-17 Mei). Itu sangat singkat untuk menyiapkan diri bisa bersaing di SEA Games,” kata Siman.
Siman berpendapat, semestinya atlet senior itu bisa mendampingi atlet yunior di pelatnas agar bisa membagikan pengalaman secara langsung, khususnya dalam menatap ajang besar.
”Lagi pula, dahulu kami masuk pelatnas secara bertahap, mulai dari tim ASEAN School Games, ASEAN University Games, baru ke SEA Games atau Asian Games. Jadi, secara mental, kami tidak kaget karena sudah melalui pengalaman berjenjang dalam ajang kelompok usia,” ujar perenang berusia 28 tahun tersebut.
Menurut Maria, jauh lebih adil kalau atlet senior dan yunior diberikan kesempatan yang sama berada di pelatnas dengan mempertimbangkan kemampuan, bukan usia semata. Untuk atlet yunior yang kapasitasnya belum memadai, sebaiknya mereka menjalani jenjang pembinaan dari pelatnas kelompok usia sebelum ke pelatnas senior.
”Biarkan para atlet remaja dan yunior merasakan atmosfer pelatnas sesuai dengan kapasitas prestasi dan usia mereka agar mereka mengerti bahwa berada di tim elite itu butuh kerja keras dan proses panjang. Jangan sampai saat diperlukan untuk meraih medali, barulah senior yang dipakai. Kasarnya, jangan cuma mau prestasinya saja, tetapi tidak mau membina atau membiayai prosesnya,” kata Maria.