Pemanjat ”speed” Indonesia, Aspar Jaelolo, menunjukkan mental baja sebagai atlet. Setelah cedera putus tendon jari tengah yang hampir menamatkan kariernya tiga tahun lalu, Aspar bangkit dan justru jadi lebih kuat.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sempat nyaris pensiun karena cedera parah putus tendon jari tengah tangan kanan di pengujung 2019 lalu, pemanjat Indonesia, Aspar Jaelolo, justru kembali dengan lebih kuat. Selain bakat dan fisik, Aspar membuktikan bahwa yang paling dibutuhkan atlet adalah mental baja untuk tidak mudah menyerah. Dengan tekad itu, Aspar bisa pulih dari cedera dengan baik dan melawan hambatan lain berupa usia yang tak muda lagi.
Puncaknya, setelah terakhir kali meraih emas nomor perlombaan speed seri Piala Dunia Panjat Tebing di Wujiang, China, 21 Oktober 2018, Aspar bisa kembali merebut emas yang dicapainya dalam seri ke-12 Piala Dunia 2022 di Jakarta, Sabtu (24/9/2022). Prestasi itu pun kian memacu motivasi pemanjat berusia 34 tahun tersebut untuk mewujudkan mimpi besarnya meraih emas Olimpiade Paris 2024 sebelum pensiun sebagai atlet.
Jujur, cedera itu sempat membuat saya ingin pensiun lebih dini. Tetapi, dalam hati, ada mimpi yang belum terwujud, yakni ikut Olimpiade dan membawa pulang emas.
”Saya sangat bersyukur setelah cedera parah ini dan proses pemulihan yang panjang, saya bisa kembali dan justru lebih baik. Jujur, cedera itu sempat membuat saya ingin pensiun lebih dini. Tetapi, dalam hati, ada mimpi yang belum terwujud, yakni ikut Olimpiade dan membawa pulang emas. Karena itulah, saya coba membangkitkan lagi semangat untuk tetap melanjutkan karier dan berusaha menjadi lebih baik dari sebelum cedera,” ujarnya seusai pengalungan medali seri ke-12 Piala Dunia 2022, Sabtu.
Aspar tampil sangat konsisten dalam seri ke-12 Piala Dunia kali ini. Walau tidak menjadi yang tercepat di kualifikasi, dia mampu dua kali mempertajam catatan waktu terbaik pribadinya, yakni dari 5,49 detik dalam dua sesi kualifikasi seri kedelapan Piala Dunia 2022 di Chamonix, Perancis, Jumat (8/7), menjadi 5,326 detik di kualifikasi pertama seri ke-12 Piala Dunia dan 5,241 detik di kualifikasi kedua.
Keajaiban untuk Aspar
Performa apik Aspar berlanjut di putaran final. Dia mampu menjaga penampilannya dengan catatan waktu yang cenderung stabil, yakni 5,39 detik di 16 besar, 5,27 detik di perempat final, 5,31 detik di semifinal, dan 5,39 detik di final. Keajaiban untuk Aspar terjadi di final. Pemanjat asal Palu, Sulawesi Tengah, itu menang atas yuniornya yang sedang menjadi bintang dunia sebagai pemegang rekor dunia dengan 5,009 detik, yakni Kiromal Katibin.
Dalam laga penentuan itu, Aspar sejatinya tertinggal dari Kiromal sejak awal start. Namun, di pertengahan lintasan, Kiromal terpeleset. Aspar pun mampu menyusul dan meninggalkan Kiromal untuk mencapai puncak sebelum menekan tombol finis. ”Begitulah dalam perlombaan, kita harus terus berjuang sampai akhir,” ujar Aspar.
Prestasi Aspar mendapatkan banyak pujian dari rekan dan lawan. Betapa tidak, tiga tahun lalu, Aspar mengalami cedera putus tendon jari tengah tangan kanan saat berlatih di tebing alam di kawasan Sumatera Barat pada pengujung 2019 dalam persiapan untuk kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020. Banyak yang mengira cedera itu menjadi akhir dari karier salah satu legenda panjat tebing Indonesia tersebut.
Aspar sendiri sempat putus asa untuk melanjutkan karier. Butuh proses dua tahun untuk pemanjat kelahiran 24 Januari 1988 itu memulihkan cederanya. Dia baru bisa kembali berlomba pada seri ketiga Piala Dunia di Villars, Swiss, 1-3 Juli 2021. Bahkan, setelah pulih, jari tengahnya tidak bisa benar-benar berfungsi normal. Jari itu tidak bisa lagi menekuk penuh saat menggenggam.
”Kami turut berbahagia dengan kembalinya Aspar. Keberhasilannya menjadi teladan untuk kami bahwa yang jauh lebih muda jangan pernah cepat berpuas diri. Aspar yang pernah cedera dan cukup senior saja terus berusaha memacu diri menjadi lebih baik,” ucap pemanjat Indonesia lainnya, Veddriq Leonardo.
Dominasi Indonesia
Dalam seri ke-12 Piala Dunia kali ini, selain Aspar, Kiromal memastikan medali perak dari penampilannya yang fluktuatif, antara lain lolos wildcard dari 16 besar, mencatat waktu 5,14 detik di perempat final, 7,25 detik di semifinal yang penuh keberuntungan, dan 5,75 detik di final.
Hasil itu pun membuat Veddriq yang terhenti di perempat final seri ke-12 Piala Dunia tak tergusur dari puncak klasemen akhir Piala Dunia musim ini dengan 4.455 poin. Adapun Kiromal kokoh di urutan kedua dengan 4.080 poin. Sementara itu, Aspar melonjak ke peringkat kesembilan dengan 2.245 poin.
Untuk kategori speed putri, hanya Desak Made Rita Kusuma Dewi yang menjadi wakil Indonesia di sepuluh besar klasemen akhir, yakni di urutan ke-10 dengan 2.140 poin. Kendati prestasi pemanjat putri kurang memuaskan, grafik positif dari para atlet speed putra Merah-Putih sudah cukup untuk mendongkrak posisi Indonesia di puncak klasemen akhir tim dengan 17.135 poin.
Bagi Veddriq, itu menjadi dua tahun berturut dirinya merengkuh gelar juara klasemen akhir Piala Dunia setelah 2021. Pemanjat asal Pontianak, Kalimantan Barat, itu pun kian termotivasi untuk menjaga performanya agar terus meningkat dan bisa mencapai puncak dengan membawa pulang emas di Olimpiade 2024.
Akan tetapi, Veddriq tidak boleh lengah. Sebab, para pesaing, seperti dari China, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, dan Perancis, juga terus menunjukkan perkembangan pesat. Maka itu, dia berharap Pengurus Besar Federasi Panjat Tebing Indonesia (PB FPTI) bisa memastikan para atlet Indonesia bisa terus aktif mengikuti setiap ajang besar skala internasional pada tahun depan, terutama Piala Dunia.
”Yang pasti, semakin sering ikut kejuaraan akan semakin membiasakan kami dengan suasana kompetisi. Kami pun bisa mengamati perkembangan para pesaing untuk mempersiapkan diri menuju kualifikasi Olimpiade 2024 yang dimulai tahun depan,” ucap Veddriq.