”Politik” Bendera Suporter Sepak Bola di Yogyakarta
Bendera suporter sepak bola yang menghiasi ruang publik menjadi kekhasan budaya sepak bola di Yogyakarta. Fenomena itu menunjukkan potensi besar wisata olahraga sekaligus berpotensi menjadi sumbu konflik antarpendukung.
Di tengah mulai maraknya pemasangan bendera Merah Putih, bendera logo partai politik, hingga organisasi kemasyarakatan, terdapat pula pemandangan bendera pendukung dua klub sepak bola, PSIM Yogyakarta dan PS Sleman, tetap mencolok di tengah ruang publik di seantero Daerah Istimewa Yogyakarta, Agustus ini.
Bendera biru-putih-biru menjadi warna bagi bendera yang dipasang pendukung PSIM, lalu fans PS Sleman memasang bendera berwarna hijau-putih-hijau dan hijau-putih-hitam.
Pemandangan itu terlihat, Selasa (9/8/2022), di salah satu ruas jalan utama Kota Yogyakarta, yaitu Jalan Jenderal Sudirman. Di sisi jalan itu, bendera pendukung PSIM dengan berbagai ukuran terlihat diikat di pohon-pohon di jalan utama itu.
Baca juga: Alarm dari Pekan Pembuka Liga 1
Meskipun sebagian bendera warnanya sudah pudar dan beberapa bagian telah robek, bendera itu masih berkibar ketika angin berembus. Bahkan, di sisi jembatan Jalan Jenderal Sudirman terdapat pula bendera yang baru terpasang sekitar, Minggu (7/8/2022), lalu berwarna biru-putih-biru dengan ukuran sekitar 200 cm x 300 cm.
Ilham Tri Prajatmo, dari Humas Dewan Pengurus Pusat Brajamusti—salah satu kelompok pendukung PSIM—menuturkan, pemasangan bendera telah dilakukan sejak lama secara mandiri oleh para ”laskar”, sebutan pendukung PSIM yang berada di dusun atau kampung. Meski begitu, tambah Ilham, pengurus pusat Brajamusti mulai mengampanyekan secara khusus pemasangan bendera itu dengan tagar #BIRUKANDIY di media sosial, terutama Twitter, sejak 2019 lalu demi menyambut kompetisi Liga 2 2019 bergulir.
Cuitan ”#BIRUKANDIY SALAM BRAJAMUSTI :)” terlihat diunggah akun Twitter @Brajamusti_YK pada 26 April 2019. Sebanyak 268 akun mencuit ulang dan 250 akun menyukai cuitan itu.
Dalam menjalankan kampanye itu, Brajamusti, yang berdiri 2003, memberikan arahan yang luwes kepada para laskar terkait aturan pemasangan bendera itu. Terkait warna, suporter diharapkan menghindari pemasangan bendera biru-putih-jingga atau merah yang menyerupai bendera Belanda, lalu bendera pun diharapkan tidak berdekatan dengan kabel listrik.
Baca juga: Polisi Tetapkan 5 Tersangka Keributan Suporter di Sleman, Satu Korban Kritis
Dua arahan itu sesuai dengan hasil komunikasi dan izin dari aparat keamanan dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di luar itu, para laskar diberikan kebebasan untuk menentukan desain dan ukuran bendera yang mereka pasang dan kibarkan di wilayah mereka.
”Kampanye itu awalnya merupakan dukungan teman-teman suporter untuk menunjukkan loyalitas dan kekompakan jelang kompetisi musim 2019. Kebetulan ketika itu PSIM kedatangan investor baru yang menjanjikan (promosi) Liga 1, sehingga semua pendukung PSIM juga memiliki semangat baru untuk mendukung tim,” ujar Ilham yang ditemui di Yogyakarta, Minggu (7/8/2022).
Meskipun murni untuk menyemangati tim berjuluk ”Laskar Mataram” itu jelang kompetisi 2019, Ilham tidak memungkiri bahwa ada makna lain yang dilihat publik tentang kampanye #BIRUKANDIY itu, misalnya nuansa politik. Pasalnya, pemasangan bendera itu dilakukan hanya selang sembilan hari dari pemungutan suara Pemilu 2019, 17 April 2019.
Kami akui pemilu lalu membuat suasana Kota Yogyakarta panas. Jadi, tidak keliru pula jika bendera PSIM hadir untuk menghilangkan perbedaan pilihan partai politik dan rivalitas di akar rumput.
”Kami akui pemilu lalu membuat suasana Kota Yogyakarta panas. Jadi, tidak keliru pula jika bendera PSIM hadir untuk menghilangkan perbedaan pilihan partai politik dan rivalitas di akar rumput. Sepak bola adalah media yang menyatukan masyarakat Yogyakarta tanpa sekat politik dan SARA (suku, agama, ras, dan antargolonga),” ucap Ilham.
Sementara itu, dua bendera raksasa hijau-putih-hijau berkibar di kawasan Dusun Karangsari, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, DIY. Lokasi bendera yang terpasang di atas pohon itu hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari markas PSS, Stadion Maguwoharjo.
Baca juga: Jaga Komitmen agar Liga 1 Berjalan Ideal
Bendera PSS dengan ukuran lebih kecil sekitar 90 cm x 60 cm terlihat di jalan utama menuju kompleks Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman atau tepatnya di Jalan Magelang KM 7. Di kawasan itu, sebanyak belasan bendera hijau-putih-hitam terpasang dengan jarak sekitar 10 meter.
Zulfikar Nugroho Putro, salah satu koordinator Brigata Curva Sud (BCS)—salah satu komunitas pendukung PSS—mengungkapkan, pemasangan bendera itu adalah inisiatif individu atau kelompok kecil suporter tim berjuluk ”Super Elang Jawa” itu di wilayah tempat tinggal mereka. Inisiatif telah dimulai sejak 2010 atau sebelum BCS, kelompok ultras PSS, disahkan terbentuk, Februari 2011.
BCS pun tidak menyerukan kampanye khusus untuk pemasangan bendera itu. Oleh karena itu, pendukung PSS juga tidak memiliki template (contoh) khusus terkait desain bendera.
Zulfikar menambahkan, subkomunitas suporter yang berada di dusun atau kampung dibebaskan untuk memasang warna bendera, misalnya bisa memilih hijau-putih-hijau atau hjiau-putih-hitam.
Dari awal, gerakan pemasangan bendera itu berawal dari pribadi dan tidak digerakkan secara kelompok, jadi kami bukan (kelompok) pionir untuk bendera itu karena tidak pernah menyuruh teman-teman memasang.
”Dari awal, gerakan pemasangan bendera itu berawal dari pribadi dan tidak digerakkan secara kelompok, jadi kami bukan (kelompok) pionir untuk bendera itu karena tidak pernah menyuruh teman-teman memasang. Kami tidak melarang kultur tertentu hadir dari teman-teman anggota selama itu tidak melanggar koridor dan melanggar hukum,” kata Zulfikar.
Baca juga: Ikhtiar Klub “Legendaris” Mengembalikan Hegemoni
Kehadiran bendera itu juga menjadi wujud dari kekuasaan teritori pendukung salah satu klub itu. Alhasil, bendera yang terpasang di suatu wilayah menunjukkan mayoritas warga setempat mendukung satu tim itu.
Meski begitu, Ilham dan Zulfikar mengakui adanya beberapa swing territory atau wilayah yang memiliki jumlah suporter seimbang. Beberapa wilayah itu adalah Kalasan, Prambanan, Godean, dan Jalan Wates.
Demi menghindari gesekan berkepanjangan, biasanya di daerah itu, kedua kelompok suporter dipersilakan atas izin perwakilan pemerintah desa atau kelurahan serta aparat keamanan untuk memasang bendera masing-masing dan saling berdampingan.
Setara
Kehadiran bendera tim sepak bola, seperti PSS dan PSIM, menjadi bukti bahwa suporter memiliki kedudukan yang setara dengan komunitas sosial lain di Yogyakarta, seperti ormas hingga partai politik. Menurut Zulfikar, kultur pendukung sepak bola di Yogyakarta memiliki pengaruh sosial-budaya setara dengan komunitas massa lainnya.
”Pemasangan bendera di wilayah merupakan wujud bahwa suporter sepak bola adalah bagian dari masyarakat di wilayah itu. Di sisi lain, itu juga menunjukkan eksistensi kami yang juga memiliki kekuatan (sosial). Secara umum, di sini (Yogyakarta), ormas, partai politik, dan suporter memiliki kedudukan yang sama karena memiliki panggung sendiri-sendiri, misalnya kami di sepak bola,” tuturnya.
Baca juga: Menjadi ”Tuan” di Kompetisi Sendiri
Hingga tahun ini, BCS memiliki anggota dengan kartu tanda anggota sekitar 15.000 orang. Adapun Brajamusti memiliki 200 hingga 300 laskar (sub-komunitas di dusun atau desa) dengan total anggota di kisaran 10.000 hingga 15.000 orang.
Secara umum, kehadiran bendera di ruang publik yang menjadi identitas suporter sepak bola hanya berada di Yogyakarta. Pemandangan serupa tidak ditemukan di daerah lain.
Meski memiliki massa dan pengaruh yang besar di masyarakat Yogyakarta, Brajamusti dan BCS sama-sama menolak terjun langsung dalam politik praktis. Tawaran untuk terlibat dan memberikan dukungan kepada parpol, calon kepala daerah, hingga calon presiden dalam pemilu serta pemilihan kepala daerah (pilkada) selalu ditolak dua kelompok suporter itu.
Klaim penguasaan
Fajar Junaedi, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, menjelaskan, bendera suporter sepak bola adalah petanda (signified) yang maknanya klaim penguasaan teritori. Ketika sebuah bendera suporter dikibarkan, tambah Junaedi, bermakna daerah tersebut adalah basis pendukung klub tersebut.
”Itu berarti menunjukkan adanya politik identitas dari keberadaan bendera suporter sepak bola. Identitas itu bisa merujuk pada dukungan kepada suatu klub sepak bola dan klaim teritori dari komunitas suporter tertentu karena dalam satu klub ada lebih dari satu sayap suporter,” ujar Junaedi.
Budaya pemasangan bendera suporter sepak bola, lanjutnya, bisa terjadi karena secara sosio-politik, warga Yogyakarta telah lama aktif memasang bendera parpol untuk menunjukkan klaim teritori. Menurut Junaedi, budaya bendera pendukung sepak bola itu memberikan dampak positif sekaligus negatif.
Baca juga: Dari Kontroversi Wasit hingga Masalah Jersei RANS Nusantara
”Sisi positifnya, ini menunjukkan potensi sepak bola sebagai wisata dan identitas kota, seperti berpeluang menghidupkan oleh-oleh sepak bola bagi wisatawan sekaligus menonton pertandingan. Secara negatif, saling klaim teritori dengan identitas bendera bisa meruncingkan konflik, terutama jika itu tidak dikelola dengan baik dalam tata kelola sepak bola nasional,” kata penulis buku Merayakan Sepakbola: Fans, Identitas, dan Media itu.
Di Yogyakarta, suporter sepak bola telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat meski citra mereka mengalami pasang surut. Dengan fanatisme besar itu, pendukung PSS dan PSIM sebenarnya memendam satu impian yang sama, yaitu menyaksikan tim mereka berjaya di kasta sepak bola tertinggi Indonesia.