Festival/Kejurnas Akuatik Indonesia akhirnya segera bergulir kembali setelah dua tahun vakum akibat pandemi. Minat peserta mengikuti ajang regenerasi atlet renang nasional itu pun sangat tinggi.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah absen dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19, Festival/Kejuaraan Nasional Akuatik Indonesia akan bergulir kembali di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 26 Juli-2 Agustus 2022 mendatang. Festival Akuatik edisi keempat itu diharapkan bisa melecut kembali semangat pembinaan yang terpukul pandemi.
”Kompetisi sangat penting untuk atlet. Itu bertujuan menjaga semangat atlet dan orangtua. Kalau hanya berlatih tanpa ada kompetisi, lama-lama mereka akan bosan dan akhirnya berhenti (latihan),” ujar Wakil Ketua Panitia Festival/Kejurnas Akuatik Indonesia 2022 sekaligus Manajer Pelatnas Renang Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI), Wisnu Wardhana, dalam kunjungan ke Kantor Redaksi Kompas, Senin (18/7/2022).
Kejurnas itu akan menggelar empat disiplin, yakni renang prestasi dan masters (26-30 Juli), polo air (26-30 Juli), loncat indah (30 Juli-2 Agustus), dan renang artistik (31 Juli-2 Agustus). ”Ada perlombaan untuk perenang nasional dan internasional. Banyak perenang internasional atau dari luar negeri yang berpaspor Indonesia. Kami bolehkan mereka untuk berpartisipasi,” tuturnya.
Renang prestasi, misalnya, akan menggelar 43 nomor pertandingan putra/putri yang dibagi dalam kelompok senior (di atas 19 tahun), usia satu (16-18 tahun), dua (14-15 tahun), dan tiga (12-13 tahun).
”Kami tidak memperlombakan kelompok usia empat atau usia dini atau di bawah 11 tahun. Sebab, kalau mengacu program pembinaan jangka panjang, usia di bawah 11 tahun itu fokus untuk pembinaan. Mereka tidak boleh dipaksakan mengejar prestasi. Takutnya, nanti mereka burnout, jenuh, saat memasuki usia di atas 12 tahun atau seterusnya,” kata Wisnu.
Tingginya minat
Kepala Bidang Hubungan, Media, dan Promosi PB PRSI Zoraya Perucha mengatakan, minat peserta mengikuti kejurnas itu cenderung tinggi. Kuota yang disediakan nyaris terpenuhi. Jumlah peserta renang prestasi, misalnya, ditargetkan mencapai 1.500 orang, baik dari dalam maupun luar negeri.
”Mungkin karena tidak ada atau minim kejuaraan selama pandemi, mereka menjadi haus untuk ikut Festival Akuatik ini. Semoga semangat mereka itu bisa menghasilkan prestasi positif dalam perlombaan nanti,” ungkap Zoraya.
Kejurnas itu akan menerapkan protokol kesehatan sesuai situasi pandemi. Semua peserta diminta melakukan tes usap antigen dengan hasil negatif 1 x 24 jam sebelum pembukaan lomba. Selain itu, panitia akan menjalankan tes antigen secara acak selama ajang berlangsung.
Para peserta juga wajib sudah menerima vaksin Covid-19 lengkap untuk peserta usia 18 tahun ke bawah. Lalu, vaksin lengkap plus penguat untuk peserta di atas 18 tahun. ”Kami menerapkan tes antigen acak karena sulit untuk mengecek atlet satu per satu. Kami juga tidak menjalankan sistem gelembung,” ungkap Wisnu.
Terlepas dari hal teknis itu, ia menuturkan, Kejurnas Akuatik 2022 bertujuan mengisi ruang kompetisi yang amat minim di Indonesia. Pembatasan kegiatan masyarakat selama pandemi sempat membuat para pengurus daerah ataupun nasional tidak bisa menyelenggarakan kejuaraan, terutama dari awal 2020 hingga akhir 2021.
Saat ini, semangat utama kami adalah regenerasi untuk renang dan disiplin akuatik lainnya. Kami ingin Indonesia bisa berbicara pada Olimpiade 2028.
”Itu masalah klasik yang dialami oleh semua cabang olahraga, bukan hanya akuatik, di tingkat nasional ataupun internasional. Untuk itu, selama pandemi, kami mengimbau klub-klub untuk tetap membina para atletnya dengan sistem daring dan lebih banyak latihan di darat. Ketika pandemi mulai lebih terkendali, akhir 2021, mereka diminta melakukan latihan dan tes waktu rutin secara terbatas (time trial),” ujarnya.
Wisnu menambahkan, semangat berkompetisi kini coba dibangkitkan kembali oleh PB PRSI mengingat itu cara terbaik membenahi prestasi akuatik Indonesia yang tertinggal jauh baik di dunia maupun di Asia Tenggara. Idealnya, setiap perenang berkesempatan berlomba minimal enam kali setahun.
Di Indonesia, jumlah kompetisi ideal itu masih sulit tercapai. Di Eropa, perenang bahkan bisa tampil jauh lebih banyak. Masniari Wolf, peraih medali emas SEA Games Vietnam 2021, misalnya, bisa 30 kali berlomba dalam setahun.
Fenomena minimnya kompetisi itu disampaikan pula oleh pelatih renang pelatnas asal Australia, Michael Piper. ”Piper melihat memang kompetisi di Indonesia masih kurang. Jadi, persaingan tingkat atlet elite stagnan. Ujung-ujungnya, mereka terus yang menguasai level nasional. Sebaliknya, yang muda-muda tidak dapat banyak kesempatan untuk berkembang. Padahal, yang muda-muda punya potensi,” tutur Wisnu.
Di samping geliat kompetisi yang terus ditingkatkan, tambahnya, mereka juga gencar mengirim para atlet mengikuti kejuaraan-kejuaraan di luar negeri. Kemudian, mereka membuka kesempatan atlet untuk ikut program beasiswa latihan dan kuliah di Amerika Serikat yang notabene kiblat akuatik dunia.
Atlet luar negeri
Mereka pun terus mendata atlet-atlet diaspora, yang berdarah Indonesia di luar negeri, selain Masniari yang tinggal dan berlatih di Jerman. Sejauh ini, ada tiga nama perenang Indonesia di luar negeri yang diproyeksi membela Indonesia untuk mengikuti jejak Masniari yang kini masih berusia 17 tahun.
Semua upaya itu ditempuh demi tujuan besar untuk membawa renang Indonesia menembus peringkat 16 besar dunia atau berada di jajaran limit waktu A, setidaknya pada Olimpiade Los Angeles 2028.
”Kini, semangat utama kami adalah regenerasi untuk renang dan disiplin akuatik lainnya. Kami ingin Indonesia bisa berbicara pada Olimpiade 2028. Kalau tidak dimulai sekarang, itu akan berat karena perkembangan atlet dunia sangat pesat. Jadi, harapan utama adalah kepada atlet-atlet muda,” ujarnya.
Wisnu menambahkan, Kejurnas Akuatik akan turut menjadi ajang promosi-degradasi atlet pelatnas. Dari 17 atlet pelatnas renang, contohnya, 16 atlet akan ikut serta dalam kejuaraan tersebut. Jika tidak menunjukkan perkembangan, posisi mereka bisa digantikan oleh atlet-atlet daerah yang meraih waktu mengesankan, misalnya memecahkan rekor nasional, di ajang itu.
”Jadi, Festival Akuatik ini diharapkan jadi tolok ukur pembinaan nasional, tempat pemantauan, dan pemerataan semua potensi (baik atlet nasional maupun daerah),” ucapnya.