AC Monza, Roman Pamungkas Silvio Berlusconi
Setelah lima tahun keluar dari persaingan terelite sepak bola Italia, Silvio Berlusconi kembali ke Serie A bersama AC Monza. Berlusconi berambisi menduplikasi era kejayaan AC Milan untuk Monza.
Jika membicarakan sosok Silvio Berlusconi tentu akan membicarakan seorang tokoh dengan banyak “wajah”. Bagi publik Italia, putra asli kota Milan itu adalah tokoh politik, media, hingga bapak “calcio“, sebutan bahasa Italia untuk sepak bola. Namun, bagi masyarakat internasional, Berlusconi masyhur karena dedikasi besarnya untuk menghadirkan era keemasan bagi AC Milan.
Sejak dekade 1970-an hingga 1980-an, Berlusconi membangun citranya di bidang media dengan membentuk grup media Fininvest pada 1978. Dengan bendera Fininvest, Berlusconi akhirnya bisa memenuhi impian besarnya sebagai pendukung AC Milan ketika membeli saham mayoritas klub pada Februari 1986.
Kala itu, Milan hanya berstatus tim papan tengah. Bahkan, IRossoneri sempat menjalani musim 1980-1981 dan 1982-1983 di Serie B.
Setelah memegang penuh kendali Milan pada musim 1986-1987, Berlusconi hanya butuh dua musim untuk mengakhiri sembilan tahun dahaga scudetto bagI I Rossoneri. Bersama orang kepercayaannya, Adriano Galliani, Berlusconi menghadirkan era terbaik bagi Milan dengan mempersembahkan 29 trofi, yang di antaranya delapan scudetto dan lima gelar Liga Champions, selama memegang tampuk kekuasaan Milan pada 1986 hingga 2017.
Selama menguasai Milan, Berlusconi merasakan pula masa indah dalam hidupnya. Perusahaan medianya kian memonopoli Italia serta merambah pula ke negara Eropa lainnya.
Ia pun terjun ke dunia politik dengan membentuk partai Forza Italia pada 1994. Itu adalah kendaraan politik yang membantunya terpilih menjadi orang nomor satu di Italia dalam dua edisi pemilu.
Sejak terpilih sebagai Perdana Menteri Italia pada Juni 2001, Berlusconi secara total memimpin Italia selama 9 tahun dan 54 hari. Alhasil, ia adalah sosok perdana menteri dengan jabatan terlama setelah era Perang Dunia II.
Memasuki dekade kedua abad ke-21 menjadi masa tersulit bagi kehidupan Berlusconi. Pada November 2011, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari kursi perdana menteri setelah hadirnya desakan publik yang amat besar hingga melakukan demonstrasi masif di beberapa kota besar Italia.
Baca juga : AC Milan Akhiri 11 Tahun Paceklik Juara
Kegeraman warga disebabkan kegagalan Berlusconi menghindarkan Italia dari krisis ekonomi. Tidak hanya itu, ia diduga melakukan sejumlah tindak pidana, seperti korupsi, penggelapan pajak, dan pelecehan seksual.
Puncak dari masa buruk itu ialah penjualan Milan kepada konsorsium asal China, yang dipimpin Li Yonghong, 13 April 2017. Dana sekitar 700 juta euro atau sekitar Rp 10,96 triliun menjadi mahar pelepasan saham mayoritas Milan yang dimiliki Fininvest.
Menjual Milan, kata Berlusconi, adalah keputusan tersulit yang diambil dalam hidupnya.
“Sejak uang dari pengusaha minyak mulai hadir di sepak bola, klub dengan dukungan minyak memiliki sumber daya untuk berada di level Milan. Sementara itu, kami yang membangun klub dengan kekuatan satu keluarga sudah sulit menyaingi mereka sehingga dengan sangat terpaksa saya menjual klub (Milan),” kata Berlusconi kepada RAI, medio 2019 lalu.
Baca juga : Kembalinya Nostalgia Persaingan Liga Italia 1990-an
Makan siang
Belusconi nyatanya tidak bisa benar-benar melepaskan dirinya dari sepak bola. Menjadi pendukung Milan sejak kecil hingga selama tiga dekade memimpin tim favoritnya itu adalah bukti kisah cinta pria berusia 85 tahun itu yang sulit disaingi oleh siapa pun.
Sekitar 17 bulan setelah melepas “cinta” pertamanya kepada konsorsium China, Berlusconi kembali memiliki klub sepak bola lain setelah membeli saham mayoritas SSD Monza, tim yang tengah bermain di Serie C, hanya dengan harga sebesar 3 juta euro (Rp 47 miliar). Setelah menguasai Monza, 28 September 2018, Berlusconi mengubah nama klub menjadi AC Monza.
Galliani mengisahkan, proses pembelian itu berlangsung singkat karena hanya didasari pembicaraan saat dirinya tengah makan siang dengan Berlusconi, September 2018. Kala itu, Galliani mengutarakan kepada sahabatnya itu bahwa Nicola Colombo, pemilik Monza, tengah berusaha menjual saham mayoritas kepemilikannya.
Nicola sendiri adalah anak Felice Colombo yang juga pernah menjadi Presiden Milan pada periode 1977 hingga 1980.
“Selama makan siang, saya katakan kepadanya (Berlusconi) bahwa keluarga Colombo berusaha menjual klub,” kata Galliani dilansir FourFourTwo edisi Maret 2021.
Ia melanjutkan, “Saya tidak mengatakan hal lain kepadanya. Setelah makan siang, ia bertanya kepada semua orang yang hadir, ‘Apa pendapat Anda jika saya membeli Monza?’ Semua berkata 'ya', ia berkata kepada saya, ‘Adriano, pergi dan lakukan’. Di pengujung hari itu, saya telah membeli klub untuknya,” ungkap Galliani.
Baca juga : Romansa Agung Mourinho di Roma dan Italia
Monza adalah tim yang tidak sebanding dengan Milan, baik secara prestasi maupun finansial. Sebelum diakuisisi Berlusconi, Milan telah memiliki sejarah panjang sebagai kekuatan utama sepak bola Italia berkat raihan 10 scudetto dan dua trofi Piala Eropa (kini Liga Champions). Sedangkan, Monza adalah tim yang hanya berkutat di Serie C dan Serie B.
Sejak berdiri pada 1 September 1912, Monza belum pernah merasakan tampil di Serie A. Peluang terbaik klub berjuluk I Bagai menembus Serie A tercipta pada akhir musim 1978-1979. Sayang, ketika itu, mereka takluk dari Pescara dalam laga play-off untuk merebut tiket ke kompetisi kasta tertinggi di Italia itu.
Meski Monza bukan apa-apa di kancah sepak bola Italia, Berlusconi tidak setengah hati mengelola tim itu. Ia pun memberikan tugas kepada putra bungsunnya, Paulo Berlusconi, untuk menjadi presiden klub. Adapun Galliani bertugas sebagai CEO Monza, tugas serupa yang dulu diembannya selama 31 tahun di Milan.
Tugas di Monza terasa lebih spesial bagi Gialliani sebab ia lahir dan besar di Monza.
“Saya selalu menjadi seorang bocah Monza. Saya hanya dipinjam di Milan selama 31 tahun,” kata pria berusia 77 tahun itu.
Baca juga : Perburuan Terakhir Gelar Juara
Di musim perdana menguasai Monza, Galliani mengubah Monza dari tim papan bawah menjadi pesaing promosi Serie B. Meski hanya duduk di peringkat kelima Serie C 2018-2019 dan gagal promosi ke Serie B, Galliani sempat menghadirkan aktivitas transfer terbesar di Liga Italia. Ia mendatangkan 16 pemain dan melepas 14 pemain pada transfer musim dingin musim itu.
Musim 2019-2020, Monza berbenah di bawah asuhan Cristian Brocchi. Mereka menyegel tiket ke Serie B sebagai juara Serie C.
Berada di Serie B mendekati misi Berlusconi untuk menghadirkan sejarah bagi I Bagai untuk menembus Serie A untuk pertama kalinya. Di Serie B musim 2020-2021, Monza langsung menembus playoff Serie A, tetapi kalah dari Cittadella di babak semifinal dengan skor agregat 2-3.
Di awal musim ini, Galliani mengganti Brocchi dengan Giovanni Stroppa. Pelatih berusia 54 tahun itu adalah mantan pemain lulusan akademi Milan yang menembus tim utama I Rossoneri pada periode 1986 hingga 1991. Ia pernah bermain untuk Monza selama 1987-1989.
Bersama Stroppa, mimpi Berlusconi dan pendukung Monza terwujud. Di musim ke-40 tampil di Serie B, Monza akhirnya bisa merebut tiket promosi ke Serie A usai mengalahkan Pisa 6-4 secara agregat di final playoff.
Ini adalah sesuatu yang luar biasa bagi klub seperti Monza yang meraih promosi (ke Serie A) setelah 110 tahun. (Silvio Berlusconi)
Tiket itu dipastikan usai mengalahkan Pisa 4-3 di laga kedua, Minggu (29/5/2022) kemarin. Dalam laga yang berlangsung di Stadion Arena Garibaldi di Pisa, Berlusconi juga hadir di tribune naratama.
Setelah pertandingan bersejarah itu, Berlusconi menghampiri semua pemain dan Stroppa untuk memberikan selamat.
“Ini adalah sesuatu yang luar biasa bagi klub seperti Monza yang meraih promosi (ke Serie A) setelah 110 tahun. Ini capaian yang mengagumkan bagi masyarakat Monza dan Brianza, salah satu provinsi industri di Italia dengan lebih dari 70.000 pengusaha. Mereka sangat senang dengan prestasi kami,” kata Berlusconi kepada Sky Sport Italia seusai laga playoff itu.
Berlusconi mengungkapkan ambisi selanjutnya bersama Monza. Ia berkata, “Setelah berada di Serie A, kami harus memenangkan scudetto dan tampil di Liga Champions, lalu memenanginya juga”.
Rasa cinta Berlusconi kepada Monza tertular pula menjadi kecintaan pendukung Monza kepada sang pemilik. Suporter Monza telah memiliki anthem khusus untuk Berlusconi yang selalu dinyanyikan di setiap hari pertandingan.
Pernyataan Berlusconi tentang dua mimpi besarnya untuk Monza terkesan seperti sebuah kelakar saat ini. Namun, ia bersama Galliani adalah duo pemimpin klub tersukses yang telah membawa Milan sebagai kekuatan besar di Italia dan Eropa.
Jadi, mari bersiap untuk menyaksikan roman pamungkas Berlusconi di sepak bola bersama Monza. Meski tidak mudah untuk menjadi pesaing scudetto, ia tahu resep untuk meraih kejayaan.
Jangan dilupakan pula kalau Berlusconi tidak pernah gagal memenuhi ambisi dalam hidupnya, seperti menjadi pengusaha sukses, pemilik klub terbaik, hingga Perdana Menteri Italia. Forza, Il Cavaliere! (AFP/REUTERS)