Segudang Tantangan Telah Menyambut Atlet-atlet Debutan Berprestasi
Kemunculan barisan debutan berpotensi, bahkan berprestasi, di SEA Games 2021 memberikan segudang asa bagi Indonesia. Namun, asa itu akan lenyap seiring waktu jika tidak ada program jelas dari pemangku kebijakan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Perenang Indonesia, Flairene Candrea Wonomiharjo, meraih emas nomor 100 meter gaya punggung putri dalam SEA Games Vietnam 2021 di Stadion My Dinh Water Sport, Hanoi, Vietnam, Selasa (17/5/2022). Flairene merupakan salah satu debutan yang menonjol di SEA Games Vietnam.
Sederet prestasi para atlet debutan di SEA Games Vietnam 2021 membawa gelombang euforia besar. Munculnya calon bintang masa depan ini patut dirayakan, tetapi jangan berlebihan. Mereka baru menginjak titik awal dan masih jauh dari tujuan utama, yaitu ke level dunia.
Hujan medali dari para debutan Indonesia berjatuhan di berbagai cabang, mulai dari renang, panahan, menembak, hingga wushu. Beberapa dari mereka yang menonjol adalah perenang Flairene Candrea (17 tahun) dengan spesialisasi 100 meter gaya punggung dan Masniari Wolf (16) di nomor 50 meter gaya punggung.
Lewat gaya punggung, kedua perenang ini justru menjadi tulang punggung tim renang. Tidak ada perenang lain yang bisa menyabet emas selain mereka. Perenang veteran, seperti I Gede Siman Sudartawa dan Gagarin Nathaniel Yus, misalnya, bahkan tidak mencapai target emas.
Flai dan Masniari menyudahi 11 tahun penantian emas dari perenang putri, sekaligus memecahkan rekor nasional. Kemenangan mereka membawa sukacita besar bagi pelatih dan para perenang di Aquatic Sports Palace, Vietnam. Namun, kebahagiaan itu langsung dihadapkan tantangan.
KOMPAS/KELVIN HIANUSA
Perenang Indonesia, Masniari Wolf (kiri), memeluk ibunya setelah meraih emas nomor 50 meter gaya punggung SEA Games Vietnam 2021, di Aquatics Sports Palace, Hanoi, Minggu (15/5/2022).
”Saya menyampaikan kepada Flai. Dia luar biasa. Namun, dengan catatan waktu tadi, dia masih tertinggal 6 detik dari rekor dunia dan 3 detik dari limit waktu Olimpiade. Itulah kenyataannya, walaupun menyakitkan,” ucap Michael Piper, pelatih asing tim renang Indonesia, mengingatkan, Kamis (19/5/2022).
Flai memecahkan rekornas dengan catatan waktu 1 menit 3,23 detik pada kualifikasi. Capaian itu cukup menjadikannya yang terbaik di Asia Tenggara. Namun, dia butuh mencapai 59,99 detik untuk lolos ke Olimpiade Paris 2024. Selisih 1 detik sangatlah lebar di dalam dunia renang.
Realitas serupa dihadapi lifter debutan peraih emas di kelas 89 kilogram, Muhammad Zul Ilmi. Dia begitu tangguh ketika menyabet emas dengan angkatan total 337 kg berupa snatch 150 kg dan clean and jerk 187 kg. Namun, lagi-lagi, prestasi itu belum berarti di level dunia.
Zul setidaknya butuh angkatan total 370 kg untuk bersaing di level dunia. Peraih perunggu Kejuaraan Dunia 2021 di Uzbekistan, Revaz Davitadze (Georgia), misalnya, punya angkatan total sebesar itu. Kini, masih ada jurang lebar di antara mereka.
Seperti yang selalu disampaikan Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, SEA Games hanyalah sasaran antara prestasi olahraga nasional. Tujuan utamanya adalah berprestasi di level Olimpiade, sesuai Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang mulai diterapkan di Vietnam.
Dengan tujuan besar itu pula, para debutan memerlukan akselerasi kemampuan. Mereka butuh program jelas dari pengurus cabang dan dukungan dana yang konsisten dari pemerintah. Pemusatan latihan nasional tidak boleh lagi terputus, seperti misalnya dialami tim renang. Mereka sempat berhenti latihan selama sebulan pada awal tahun karena menunggu instruksi pelatnas dari Kemenpora.
Tanpa keseriusan program dan pendanaan, mereka akan sekadar jadi fatamorgana, yaitu hal yang tampak berkilau, tetapi ternyata hanyalah khayalan.
Atlet-atlet juga perlu diberikan jam bertanding internasional yang lebih banyak. Mereka tidak akan berkembang jika hanya melawan atlet lokal yang levelnya lebih rendah. Tanpa itu, para bintang di Vietnam akan stagnan di level ASEAN atau justru mengalami degradasi kualitas.
Salah satu program paling efektif yang bisa memacu prestasi atlet adalah beasiswa atlet-pelajar. Mereka bisa mendapatkan pembinaan berkesinambungan di luar negeri dengan sistem kompetisi berjenjang yang kini masih minim di Indonesia.
KELVIN HIANUSA
Pebasket tim nasional Indonesia, Derrick Michael Xzavierro, menangis haru setelah mengantar Indonesia juara SEA Games Vietnam 2021 di Thanh Tri Indoor Stadium, Hanoi, Minggu (22/5/2022).
Hasil pembinaan di luar negeri itu terlihat pada banyak atlet debutan, misal Masniari dan pebasket Derrick Michael Xzavierro. Masniari bisa meraih emas dalam debutnya karena berlatih rutin di klub Jerman, SG Frankfurt, enam kali seminggu tanpa henti. Dia juga rutin mengikuti berbagai kompetisi internasional hampir setiap bulan.
Sementara Derrick menjadi salah satu pemain yang paling konsisten di timnas basket. Dia nyaris selalu menghasilkan dobel-dobel atau dua digit poin dan rebound di seluruh laga. Berkat itu, pemain berdarah Indonesia-Kamerun itu membawa tim basket Indonesia menjuarai SEA Games untuk pertama kalinya.
Derrick hanyalah bocah kurus jangkung pada 2020. Dia kemudian mendapat beasiswa di NBA Global Academy, Australia. Forward setinggi 2,06 meter ini dilatih di Australia. ”Pengalaman itu sangat berharga untuk perkembangan aku,” ujarnya.
Ibarat berlian mentah
Di antara ”berlian mentah” yang mulai bersinar, ada debutan potensial yang belum berprestasi. Contohnya sprinter putri Valentin Lonteng (17) yang belum mampu meraih medali apa pun di Vietnam.
Valentin memang kalah dalam nomor lari 100 meter. Akan tetapi, dia kalah dari tiga pelari olimpian, yaitu Kayla Richardson (Filipina), Veronica Shanti Pereira (Singapura), dan Supanich Poolkerd (Thailand). Valentin hanyalah terpaut 0,07 detik dari Richardson yang meraih emas.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sprinter putri Indonesia, Valentin Vanessa Lonteng, mengusap dahinya seusai laga final nomor lari 100 meter putri cabang atletik pada SEA Games Vietnam 2021 di Stadion My Dinh, Hanoi, Vietnam, Rabu (18/5/2022). Valentin menempati peringkat keempat dalam final ini.
Serupa debutan berprestasi, atlet seperti Valentin harus diberikan kesempatan mengeluarkan potensi terbaiknya. Apalagi, dalam debut, ada banyak faktor nonteknis yang bisa mengganggu, seperti rasa grogi.
Atlet wushu koreografi jurus, Seraf Naro Siregar (20), misalnya, butuh kegagalan di SEA Games Filipina 2019 untuk menjadi pewushu Indonsia tersukses di Vietnam dengan 1 emas dan 1 perunggu.
Sayangnya, Tim Peninjau Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional selalu menjadikan rekam jejak prestasi sebagai pertimbangan mengirim atlet ke SEA Games. Pertimbangan itu kontradiktif dengan tujuan awal menjadikan SEA Games sebagai sasaran antara.
Dalam hal ini, potensi semestinya turut diperhatikan, bukan sekadar prestasi. Tanpa keseriusan program dan pendanaan, mereka akan sekadar jadi fatamorgana, yaitu hal yang tampak berkilau, tetapi ternyata hanyalah khayalan.