Program revolusioner Piper menghasilkan dua wajah di Vietnam. Program ini masih terselamatkan berkat performa mengejutkan dari dua perenang debutan yang meraih emas
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
HANOI, KOMPAS – Prestasi tim renang Indonesia meningkat di SEA Games Vietnam 2021. Namun, di balik peningkatan itu, tim harus ditopang oleh dua perenang putri debutan, yaitu Masniari Wolf (16) dan Flairene Candrea (17). Saat debutan bersinar, perenang veteran terbenam. Hasil ini memberikan secercah asa sekaligus tanda tanya.
Tim renang yang dipimpin pelatih asing Michael Piper menyudahi perjalanan di Vietnam dengan raihan 2 emas, 3 perak, dan 10 perunggu. Prestasi itu meningkat dibandingkan ajang sebelumnya di Filipina 2019 dengan raihan 1 emas, 6 perak, dan 7 perunggu.
Prestasi tim renang meningkat berkat performa apik Masniari dan Flai. Keduanya menyudahi paceklik emas dari perenang putri yang sudah bertahan selama 11 tahun. Masniari berjaya di nomor 50 meter gaya punggung dan Flai di nomor 100 meter gaya punggung. Keduanya sama-sama sukses memecahkan rekor nasional.
“Kami memang berkembang dari SEA Games sebelumnya. Itu sebuah hal positif, tetapi tidak cukup. Saya kurang puas karena perenang belum mampu tampil konsisten, terlepas dari para debutan yang tampil sangat baik,” ucap Piper yang menjalani debut SEA Games bersama tim Indonesia di Vietnam.
Sejumlah perenang veteran yang ditargetkan meraih emas, tidak mampu tampil optimal. Bukan hanya itu, catatan waktu mereka lebih lambat dibandingkan time trial terakhir, akhir April. Misalnya saja Siman Sudartawa yang gagal mempertahankan emas dari nomor 50 meter gaya punggung.
Siman hanya mendapatkan perunggu setelah finis dengan catatan 25,88 detik. Catatan itu jauh dari performa terbaiknya. Padahal dalam time trial terakhir, perenang asal Bali itu sudah bisa mencapai waktu 25,64 detik. Waktu itu sudah cukup untuk merebut emas dari Vietnam.
Menurut Siman, dia datang ke SEA Games kali ini dengan kondisi kurang bugar. Dia kelelahan karena agenda tim renang sangat padat sebelum berangkat. Salah satunya ada time trial jelang berangkat. Program yang merupakan revolusi Piper itu baru pertama kali dijalankan dalam sejarah pelatnas renang.
Hasil revolusi Piper terbelah menjadi dua wajah. Mayoritas perenang veteran kurang bersinar setelah program baru itu. Namun, perenang muda seperti Flai justru menikmatinya. Dia, ketika meraih emas, memecahkan rekornas dengan catatan 1 menit 3,23 detik.
Saya kurang puas karena perenang belum mampu tampil konsisten, terlepas dari para debutan yang tampil sangat baik. (Michael Piper)
Catatan Flai melampaui waktu ketikatime trial. Menurut mantan perenang indah itu, time trial mampu melecut kepercayaan dirinya. “Karena kan aku bisa lihat perkembangan waktu. Jadi bisa tahu sekencang apa, dan bisa lebih kencang lagi nantinya,” kata Flai.
Periodisasi revolusi
Manajer tim renang Wisnu Wardhana menilai, revolusi Piper sebenarnya cukup berhasil. Terbukti ada 14 rekornas yang nyaris dipecahkan dalam time trial. Masalahnya hanyalah periodisasi atau pengaturan puncak performa dan adaptasi dari para perenang nasional.
“Kami akan cermati kekurangannya dimana. Mungkin waktu periodisasi harus bergeser atau seperti apa. Ini juga menjadi evaluasi. Kalau menggunakan metode baru, harus betul-betul dilatih. Jangan menggunakan SEA Games sebagai percobaan,” ucap Wisnu.
Faktanya, Piper tidak punya banyak kesempatan untuk menguji coba pendekatan barunya. Satu-satunya ajang multicabang yang diikuti perenang nasional adalah PON Papua 2021. Mereka tidak mendapatkan pesaing serius di Papua. Adapun kejuaraan internasional terakhir tim renang adalah SEA Games Filipina.
Menurut Piper, kejuaraan merupakan kolam terbaik untuk menguji sebuah program. Di kolam itu pula, mereka bisa melihat perkembangan para perenang. Akibat tidak ada kejuaraan, Indonesia pun tampak semakin tertinggal dari negara top seperti Singapura dan Vietnam.
“Ketika disrupsi pandemi ini datang. Singapura dan Vietnam sudah berada di titik itu (yang tinggi). Mereka sudah punya dasar yang sangat baik. Kami tidak memiliki itu. Jadi kami sangat butuh kejuaraan. Dan, kami bisa mendapatkan kejuaraan itu pada tahun ini. Akan ada 4-5 kejuaraan sepanjang tahun,” tambah Piper.
Atlet pelajar
Kesuksesan Masniari di Vietnam membuktikan, program atlet-pelajar di luar negeri perlu diaktifkan lagi. Masniari yang tinggal di Jerman, bisa bersinar karena pembinaan di klub lokal SG Frankfurt. Dia aktif berkompetisi. Tahun ini saja dia sudah mengikuti empat kejuaraan.
Program atlet-pelajar bisa digunakan untuk mengembangkan bakat seperti Flai atau perenang muda lain, seperti Joe Aditya dan Pande Made Iron Digjaya. Mereka butuh ekosistem pembinaan yang lebih terstruktur. Ekosistem itu tidak tersedia di dalam negeri.
“Saya sudah tekankan sejak empat tahun lalu. Program student athlete ini penting agar para atlet bisa bertanding di level tertinggi. Kalau di Indonesia, bicara Asian Games dan Olimpiade akan sangat sulit. Biarkan mereka dapat pengalaman seperti saya dan Richard (Sam Bera) yang bisa bersaing dengan juara dunia di NCAA. Itu membuat kami bisa bersaing,” jelas Wisnu yang pernah menjadi juara dunia renang.