Atletik Indonesia kian tertinggal dari Vietnam maupun Thailand. Terbukti, sampai hari keempat atletik SEA Games 2021, mereka baru meraih satu emas. Target delapan emas pun besar kemungkinan tidak bisa terwujud.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tanda bahaya harus diberikan kepada Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia atau PB PASI. Sejak cabang atletik SEA Games Vietnam 2021 dimulai Sabtu (14/5/2022) hingga Selasa (17/5/2022), prestasi tim atletik Indonesia kian tertinggal dari Vietnam dan Thailand. Hasil itu patut menjadi bahan evaluasi agar ”Merah-Putih” kembali bisa bersaing dengan dua negara tersebut.
Sampai hari keempat penyelenggaraan cabang atletik SEA Games 2021 di Stadion Nasional My Dinh, Hanoi, tuan rumah melesat dengan raihan 16 emas, 13 perak, dan 5 perunggu, serta Thailand menyusul dengan 9 emas, 8 perak, dan 4 perunggu. Adapun Indonesia baru bisa merebut emas melalui Eki Febri Ekawati di tolak peluru putri, Selasa.
Tiga hari sebelumnya, tiga wakil Indonesia yang diharapkan menyumbang emas karena berstatus juara bertahan nomor masing-masing dari SEA Games Filipina 2019 justru kandas di SEA Games 2021. Sapwaturrahman di lompat jauh mesti puas dengan perunggu pada perlombaan, Minggu (15/5/2022); Emilia Nova di lari gawang 100 meter putri puas dengan perak pada Senin (16/5/2022); dan Maria Natalia Londa di lompat jauh putri puas dengan perunggu pada Senin.
Sisanya, Eko Rimbawan di lari 200 meter hanya finis kedelapan dari delapan peserta pada Sabtu. Dalam hari yang sama, Abdul Hafiz di lempar lembing gagal membuat kejutan. Prestasinya statis dengan perak atau sama dengan prestasi di SEA Games 2019. Maria di lompat jangkit putri justru melorot ke perunggu. Padahal, tiga tahun lalu, dia membawa pulang perak.
Sri Mayasari di lari 400 meter putri pun gagal membuat kejutan pada Minggu. Tadinya, dia diyakini bisa meraih medali karena baru saja memecahkan rekor nasional di Pekan Olahraga Nasional Papua 2021. Pada Senin, Atjong Tio Purwanto di lari halang rintang 3.000 meter tetap dengan perunggu. Tim lari estafet 4 x 100 meter putra maupun putri kembali gagal mendapatkan medali. Agustina Mardika Manik di lari 800 meter putri meningkatkan prestasi dari perunggu ke perak.
Pada Selasa, Halomoan Edwin Binsar Simanjuntak di lari gawang 400 meter merosot dari sebelumnya perak SEA Games 2019 menjadi tidak merebut apa pun. Demikian Sapwan, prestasinya menurun drastis dari perunggu SEA Games 2019 menjadi tidak mendapatkan medali.
Kini, Indonesia tinggal mengantungkan harapan emas kepada Lalu Muhammad Zohri di lari 100 meter pada Rabu (18/5/2022). Kemudian, pada Kamis (19/5/2022), Agus Prayogo di maraton dan Hendro Yap di jalan cepat 20 kilometer diharapkan bisa mempertahankan emas. Odekta Elvina Naibaho di maraton putri diharapkan bisa mengambil emasnya yang hilang karena pingsan akibat heat stroke saat sedang memimpin sekitar 600 meter sebelum finis dalam SEA Games 2019.
Kalau target itu terwujud, artinya Indonesia cuma bisa meraih total lima emas di SEA Games kali ini. Padahal, sebelum bertolak ke Vietnam, pelatih, pengurus, hingga Ketua Umum PB PASI Luhut Binsar Pandjaitan percaya diri atletik Indonesia yang berkekuatan 23 atlet bisa mendulang total delapan emas. ”Kemarin, saya ditunjukkin (data), delapan emas itu di sektor yang 100 persen kita siap untuk bersaing,” tegas Luhut.
Di ambang keterpurukan
Namun, empat emas tersisa itu juga tidak mudah untuk direbut. Di lari 100 meter, Zohri akan bertemu dengan Puripol Boonson, pelari belia Thailand yang tengah naik daun. Pada Sabtu, Boonson yang masih berusia 16 tahun itu sukses meraih emas 200 meter sekaligus memecahkan rekor SEA Games milik senior senegaranya, Reanchai Seeharwong, di SEA Games Bandar Seri Begawan 1999. Boonson pun tercatat sebagai pelari 100 meter nomor satu Asia Tenggara sampai Mei ini. Kedua pelari debutan SEA Games ini diyakini bersaing ketat dalam lomba nanti.
Sementara itu, dengan usia tak muda lagi, Agus, Hendro, dan Odekta harus berjuang ekstra untuk merebut emas. Saat ini, Agus sudah berusia 36 tahun, Hendro (32), dan Odekta (30). Mereka bakal bertemu pelari-pelari muda Vietnam yang jauh lebih bugar dan lebih mengenal medan perlombaan.
Jika keempat atlet itu gagal menyumbang emas, artinya Indonesia praktis hanya bisa membawa satu emas. Tentu itu menjadi kemerosotan prestasi yang drastis. Indonesia tak menutup kemungkinan mengulangi pil pahit pada SEA Games Manila 2005. Waktu itu, Indonesia cuma menjadi juru kunci dengan koleksi 1 emas, 6 perak, dan 5 perunggu atau prestasi terburuk dalam 20 tahun terakhir.
Prestasi terbaik Indonesia dalam 20 tahun terakhir, yakni ketika menjadi runner-up dengan perolehan 13 emas, 12 perak, dan 11 perunggu di SEA Games Jakarta-Palembang 2011. Pasca itu, performa mereka menurun, yakni urutan ketiga dengan 6 emas, 4 perak, dan 7 perunggu pada SEA Games Naypyidaw 2013.
Selanjutnya, Indonesia berada di peringkat ketiga dengan 7 emas, 4 perak, dan 4 perunggu pada SEA Games Singapura 2015, serta tempat keempat dengan 5 emas, 7 perak, dan 3 perunggu pada SEA Games Kuala Lumpur 2017. Terakhir, urutan kelima dengan 5 emas, 6 perak, dan 5 perunggu pada SEA Games 2019.
Maria saat dihubungi dari Jakarta, Selasa, mengatakan, penyebab utama kegagalannya mempertahankan emas lompat jauh adalah masa adaptasi dengan arena perlombaan yang amat singkat. Tim dari negara lain, termasuk Indonesia hanya diberi beberapa hari untuk menyesuaikan dengan kondisi sekitar arena.
Bahkan, mereka belum bisa mencoba lapangan lomba sebelum H-1 jadwalnya karena proses pembersihan pascaupacara pembukaan yang belum tuntas. ”Padahal, di sini, cuacanya lebih lembab dan berangin dibanding di Jakarta atau Bali. Kami semestinya mendapatkan waktu adaptasi lebih baik agar persiapan untuk lomba lebih optimal,” ujarnya.
Terlepas dari itu, lanjut Maria, atlet-atlet Indonesia memang minim pengalaman internasional sebelum tampil di SEA Games. Akibatnya, mereka tidak terbiasa untuk mengeluarkan semangat juang atau motivasi lebih dalam persaingan dengan atlet-atlet negara lain.
Ke depan, saya harap atlet Indonesia diberikan kesempatan lebih banyak untuk lomba di ajang internasional dan lebih sering mengadakan lomba di dalam negeri guna menjaring talenta muda berprestasi.
”Ke depan, saya harap atlet Indonesia diberikan kesempatan lebih banyak untuk lomba di ajang internasional dan lebih sering mengadakan lomba di dalam negeri guna menjaring talenta muda berprestasi. Selain itu, tentu pemerataan pembinaan dan pengadaan fasilitas di semua provinsi agar minat maupun peluang anak-anak daerah untuk menjadi atlet lebih besar,” kata atlet asal Pulau Dewata tersebut.
Di samping intensitas perlombaan lebih tinggi, pelatih lari gawang pelatnas PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi menyampaikan, Indonesia perlu belajar banyak dari Vietnam. Perkembangan atlet-atlet Negeri Paman Ho begitu pesat dan sulit terpantau. Konon, salah satu kuncinya karena mereka menggelar banyak ajang di dalam negeri. ”Jadi, pembinaan mereka terus aktif tidak cuma latihan, terutama di masa pandemi Covid-19,” terangnya.
Vietnam fenomenal
Vietnam memang fenomena olahraga Asia Tenggara akhir-akhir ini, termasuk di atletik. Sebagai gambaran, pada SEA Games Kuala Lumpur 2001, tim atletik mereka masih terpuruk di urutan kelima dengan 3 emas, 4 perak, dan 10 perunggu. Secara bertahap, prestasi mereka terus meningkat dan menempel Thailand yang selama ini memang raja atletik ASEAN.
Puncaknya, Vietnam bisa menggusur Thailand sebagai juara umum atletik dengan 17 emas, 11 perak, dan 6 perunggu pada SEA Games 2017. Mereka mempertahankan capaian itu dengan 16 emas, 12 perak, dan 10 perunggu pada SEA Games 2019 dan besar kemungkinan mengulanginya pada SEA Games 2021.
Langkah progresif harus diambil oleh PB PASI agar tidak semakin jauh dari Vietnam maupun Thailand. Niat PB PASI untuk mendatangkan pelatih asing ke dalam negeri atau mengirim atlet nasional menjalani pemusatan latihan di luar negeri patut segera direalisasikan. Upaya itu tak salah dicoba di antara solusi-solusi positif lainnya.
”Yang jelas, secara global, pandemi Covid-19 menghambat program pembinaan. Tapi, hikmat yang bisa dipetik dari pelaksanaan atletik SEA Games 2021 sejauh ini, yaitu kompetisi (dalam negeri) mesti banyak dan pelajar harus (diajak) menyukai atletik,” pesan Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung ketika menjawab Kompas, Selasa.