Chelsea menyegel tiket final Piala FA seusai menundukkan Crystal Palace, 2-0. Kemenangan itu membuka jalan bagi para pemain Chelsea untuk membalas dendam kepada Liverpool di final.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Para pemain Chelsea masih sulit melupakan kekalahan dari Liverpool pada final Piala Liga, Februari lalu. Mereka merawat rasa sakit hati itu dan menjadikannya motivasi untuk membalas dendam. Kesempatan tersebut akhirnya tiba pada ajang yang lebih prestisius, Piala FA. Stadion Wembley kembali menjadi panggung pertarungan dua klub papan atas di tanah Inggris.
Chelsea memastikan tiket final Piala FA seusai membekap Crystal Palace, 2-0, di Stadion Wembley, London, dalam laga yang berakhir pada Senin (18/4/2022) dini hari WIB. Di final, Chelsea sudah dinanti Liverpool yang mengatasi perlawanan Manchester City sehari sebelumnya.
Laga antara Chelsea dan Liverpool ini merupakan ulangan partai final Piala Liga pada Februari lalu. Saat itu, Liverpool memecundangi Chelsea, 11-10, pada babak adu penalti. Kedua tim bermain imbang 0-0 hingga waktu normal berakhir.
Kekalahan dari Liverpool itu rupanya sulit dilupakan para pemain Chelsea. Mereka masih menaruh dendam dan merasa sakit hati atas kegagalan meraih piala domestik pertama di bawah arahan manajer Thomas Tuchel.
Dalam duel sengit di Wembley tersebut, kedua tim bermain sama kuat. Pemenang pada akhirnya harus ditentukan melalui babak adu penalti. Kekuatan kedua tim di babak adu penalti juga merata.
Kedua tim sama-sama sukses menyarangkan bola hingga kesempatan terakhir. Kiper Chelsea, Kepa Arizabalaga, kemudian membuat laga usai saat eksekusi penaltinya melambung. Momen itu disambut rasa sukacita para pemain Liverpool.
Bara dendam dan nafsu membalas kekalahan pada laga itu terus dirawat para pemain Chelsea. Mereka menjadikannya motivasi untuk mengalahkan Liverpool di panggung Piala FA yang merupakan kompetisi tertua di dunia.
”Kami ingin mengalahkan mereka (Liverpool) kembali, sesederhana itu. Itu adalah pertandingan yang fantastis di final Piala Liga, bisa saja berjalan dengan baik. Jadi, kami menantikan kesempatan itu dan berharap untuk membalas dendam,” ujar pencetak gol pembuka Chelsea atas Palace, Ruben Loftus-Cheek, seusai laga, dikutip dari laman resmi FA.
Loftus-Cheek memecah kebuntuan Chelsea yang tampil lamban pada babak pertama. Palace besutan Manajer Patrick Vieira tampil solid dan disiplin dalam mengawal pergerakan para pemain Chelsea.
Tidak banyak peluang berbahaya tercipta pada babak pertama. Kans terbaik mencetak gol dimiliki Palace melalui sepakan voli Cheikhou Kouyate yang memaksa kiper Chelsea, Edouard Mendy, melakukan penyelamatan gemilang.
Penampilan Chelsea meningkat pada babak kedua. Mereka berhasil medominasi penguasaan bola. Namun, penyerang Chelsea, Kai Havertz, yang gigih mencoba menembus pertahanan Palace kerap menemui batu sandungan.
Memecah kebuntuan
Chelsea memecah kebuntuan pada menit ke-65. Loftus-Cheek memaksimalkan umpan tarik Havertz yang sempat mengenai kaki pemain belakang Palace. Mendapat bola liar, Loftus-Cheek melepaskan tembakan keras tanpa mengontrol bola lebih dulu untuk membuat timnya memimpin 1-0.
Gol tersebut melecut para pemain Chelsea untuk menambah lagi keunggulan mereka. Pada menit ke-76, Chelsea sukses menggandakan keunggulan lewat aksi pemain jebolan akademi klub, Mason Mount.
Pemain timnas Inggris itu mengecoh para pemain belakang Palace seusai menerima operan dari Timo Werner. Dengan sekali sentuhan, Mount menempatkan bola di pojok kanan bawah gawang Palace tanpa mampu dijangkau kiper Jack Butland.
”Saya pikir kinerja tim sangat terkontrol, sangat serius. Kami sangat berhati-hati dengan serangan balik sebelum mereka bisa membuat serangan balik, karena itu adalah kekuatan terbesar mereka,” ujar Tuchel mengomentari jalannya laga.
Semangat pemain Palace langsung meredup setelah gol Mount. Mereka kehilangan gairah untuk menekan dan merebut bola. Pada lini serang, pemain andalan Palace, Wilfried Zaha, tidak mampu berbuat banyak. Ia sulit melepaskan diri dari pengawalan Reece James. Praktis, Chelsea kemudian mengontrol pertandingan secara penuh hingga laga usai.
Pertemuan Chelsea dan Liverpool di final Piala FA menjadi unik karena mengulangi sejarah dua tim yang sama bertemu pada dua final berbeda dalam satu musim. Ini merupakan kejadian pertama kalinya sejak musim 1992-1993. Kala itu, Arsenal bertemu Sheffield Wednesday di dua laga puncak, final Piala Liga dan Piala FA.
Dua laga final itu dimenangi Arsenal. Para pemain Chelsea bertekad menepis sejarah tersebut dengan memenangi Piala FA. Setelah kalah dari Liverpool di final Piala Liga, para pemain ”Si Biru” enggan mengulangi hasil yang sama di Piala FA.
”Sudah waktunya bagi kami untuk memenangi final di Wembley. Bagi saya sendiri sudah lima final di Wembley, lima final saya kalah,” kata Mount.
Laga final Piala FA akan berlangsung pada 14 Mei mendatang. Selain membalas dendam atas kekalahan di final Piala Liga, laga itu juga memberikan kesempatan bagi Tuchel untuk mempersembahkan trofi domestik kepada Chelsea.
Sudah waktunya bagi kami untuk memenangkan final di Wembley. Bagi saya sendiri sudah lima final di Wembley, lima final saya kalah. (Mason Mount)
Menangani Chelsea sejak Januari 2021, Tuchel telah memenangi Liga Champions Eropa, Piala Dunia Antarklub, dan Piala Super Eropa. Manajer asal Jerman itu belum pernah membawa Chelsea meraih gelar juara Piala FA.
Bila berhasil mewujudkan ambisi membalas dendam, Chelsea akan mampu mengakhiri kisah tragis mereka di dua edisi Piala FA sebelumnya. Ini menjadi final Piala FA ketiga Chelsea secara berturut-turut. Pada dua laga final sebelumnya, Chelsea gagal mengangkat trofi seusai kalah dari Leicester City (2021) dan Arsenal (2020). (AFP/REUTERS)