Peluang Bisnis “Gym” dari Tren Hidup Sehat di 2022
Di 2022, aktivitas masyarakat untuk berolahraga di luar ruangan mulai bangkit lagi. Namun, belum tentu bisnis pusat kebugaran akan ikut membaik.
Dua tahun berada di situasi pandemi Covid-19 memaksa banyak orang lebih banyak berolahraga di rumah. Akibatnya, bisnis pusat kebugaran atau gym pun terkena imbas penurunan pelanggan fasilitas kebugaran. Apakah 2022 sudah menjadi tahun yang lebih menjanjikan?
Memperbaiki pola hidup sehat dengan berolahraga atau sekadar menurunkan berat badan tentu menjadi salah satu resolusi tahun baru yang ada di benak sebagian orang. Biasanya, di awal tahun pusat-pusat kebugaran atau gym dipenuhi oleh mereka yang ingin mencapai resolusi itu. Pihak pengelola pusat kebugaran pun mengambil momentum untuk menggaet pelanggan baru dengan berbagai program promosi.
Resolusi untuk menyeimbangkan antara faktor finansial dan kesehatan menjadi kebutuhan warga yang berada di usia produktif. Bisa jadi, hal-hal yang menunjang kesehatan masuk dalam alokasi anggaran dari kantong penghasilan, entah yang sifatnya rutin atau sesekali saja. Salah satu anggaran rutin untuk menjaga kesehatan salah satunya dialokasikan untuk biaya langganan di pusat kebugaran yang juga menjadi gaya hidup, khususnya di kota-kota besar di Indonesia.
Keinginan menerapkan hidup sehat ini juga terekam dalam hasil jajak pendapat Kompas pada 7-9 Desember 2021 yang memotret skala prioritas masyarakat dalam memandang resolusi tahunan. Hampir setengah responden (45,2 persen) menjawab kesehatan atau gaya hidup menjadi resolusi yang pernah dan akan dilakukan lagi di tahun ini. Sementara itu, perbaikan dalam bidang keuangan menjadi resolusi yang paling dipilih responden mengingat gejolak ekonomi saat pandemi.
Jika dilakukan tabulasi silang antara jawaban kesehatan dan gaya hidup dengan usia responden, maka ditemukan bahwa responden dalam rentang usia 41 hingga 60 tahun yang paling banyak memilih jawaban ini, yakni hampir separuh bagian. Sementara responden yang lebih muda, di rentang usia 24 hingga 40 tahun, berada di urutan kedua meresolusikan persoalan kesehatan. Artinya, resolusi perbaikan kesehatan masuk daftar prioritas oleh masyarakat yang dalam usia produktif.
Bagi masyarakat Indonesia di kota-kota besar, berolahraga di pusat kebugaran sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan ditunjukkan di media sosial. Selain itu, pusat kebugaran juga menjadi wadah bersosialisasi dan berbagi sesama pelanggan. Akan tetapi, sejak 2020 lalu bisnis pusat kebugaran mulai meredup. Selama pemberlakuan PSBB dan PPKM berkelanjutan, tempat gym terpaksa tutup, kehilangan pelanggan, hingga sebagian mengakhiri operasionalnya.
Fenomena serupa ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi rupanya juga terjadi di level global. Perusahaan konsultan Deloitte memperkirakan bahwa pusat-pusat kebugaran di Eropa kehilangan 15,4 persen anggota mereka, atau lebih dari 10 juta orang. Selain itu, pendapatan industri ini turun dua kali lipat, hampir 33 persen karena para pelanggan membekukan akun mereka atau meminta pengembalian uang.
Pada Mei 2020 lalu, perusahaan pusat kebugaran ternama, Gold’s Gym, menyatakan menutup 30 tempat usahanya di seluruh Amerika Serikat. Pusat kebugaran berusia 50 tahun tersebut mengalami kerugian akibat sepi pengunjung kala itu. Penutupan 30 tempat usaha ini diputuskan dan berlaku oleh Gold’s Gym pusat di Amerika Serikat, tapi tidak memengaruhi franchise atau cabang di negara lainnya.
Menurut Stefan Ludwig, Pimpinan Bisnis Olahraga Deloitte, monopoli pusat kebugaran telah berakhir saat pandemi datang. Sebab, seiring pembatasan sosial, para konsumen telah menemukan banyak cara pengganti atau substitusi dalam berolahraga daripada harus datang ke pusat kebugaran dan menghabiskan uang di sana. Maka menurutnya ada dua hal penting yakni perubahan pola perilaku konsumen dan minimnya inovasi pengusaha pusat kebugaran.
Tren kebugaran
Dari sisi konsumen, pembatasan atau penutupan pusat-pusat kebugaran berimbas pada dua hal, yakni hilangnya kebiasaan berolahraga rutin dan mencoba mencari alternatif pengganti. Aktivitas menguras keringat yang menjadi alternatif contohnya ialah bersepeda di jalanan yang sempat meledak pada 2020, tapi lambat laun menyurut. Perubahan pola perilaku masyarakat untuk berolahraga yang sulit ditebak ini tentunya juga akan membuat para pengusaha di sektor ini perlu meneropong tren yang akan berjalan di 2022.
Lembaga American College of Sports Medicine (ACSM) tiap tahunnya merilis jurnal yang mengulas tren kebugaran atau aktivitas olahraga yang akan digandrungi masyarakat. Tujuan dari survei yang diadakan di tujuh negara (Australia, Brazil, China, Uni Eropa, Meksiko, Spanyol, dan Amerika Serikat) ini untuk memberikan petunjuk bagi para pelaku industri kebugaran. Dengan total sekitar 4.500 responden di tiap surveinya, diharapkan dapat memberi gambaran jelas perubahan perilaku masyarakat dalam berolahraga terutama saat pandemi ini.
Untuk survei 2022, ACSM membuat urutan 20 aktivitas olahraga yang para responden akan lakukan di tahun ini, berdasarkan skala prioritas dan kemungkinan untuk dilakukannya. Hasilnya, dari tujuh negara yang disurvei terlihat bahwa perilaku berolahraga masyarakat seakan sudah meninggalkan aktivitas di pusat-pusat kebugaran. Di urutan pertama prioritas, pilihan responden jatuh pada latihan fisik di rumah dengan atau tanpa alat, memanfaatkan gawai atau aplikasi, dan program diet.
Tren berolahraga di rumah tampak akan terus berlanjut di 2022 karena masyarakat telah membeli peralatan olahraga sendiri selama penutupan pusat kebugaran. Misalnya saja, laporan penjualan alat-alat kebugaran (fitness equipment) di AS menunjukkan kenaikan yang melonjak dibandingkan sebelum pandemi. Pada 2019, penjualan alat-alat kebugaran berada di angka 3,98 juta dollar AS atau setara Rp 56,6 miliar dan kemudian naik menjadi 5,59 juta dollar AS atau setara Rp 79,6 miliar pada 2020 lalu.
Sementara itu ACSM juga menemukan bahwa di 2022, masyarakat akan berfokus pada latihan fisik untuk mengurangi berat badan (20,5 persen). Di urutan kedua, jasa pelatih kebugaran profesional di rumah dan pendamping program diet akan berpotensi laris dicari masyarakat (18,4 persen). Kedua prioritas aktivitas fisik ini menyiratkan bahwa selama dua tahun pandemi, berat badan seseorang cenderung meningkat di berbagai belahan dunia.
ACSM juga memberikan daftar 20 kegiatan menjaga kebugaran yang akan menjadi tren di 2022. Tiga urutan teratas dalam tren 2022 ialah latihan fisik dengan menggunakan gawai dan aplikasi olahraga, latihan fisik di rumah, dan aktivitas di luar ruangan (seperti bersepeda, lari, dan mendaki bukit atau gunung). Dari ketiganya, yang patut disorot ialah meningkatnya penggunaan gawai dan aplikasi kebugaran yang dinilai ditunjang oleh para perusahaan teknologi yang gencar berinovasi pada produk-produk mereka.
Tuntutan
Uniknya, jika dibandingkan dengan tren 2021 yang dirilis ACSM tahun lalu, ada peningkatan minat masyarakat pada aktivitas di luar ruangan. Pelonggaran pembatasan sosial dan mulai banyaknya aktivitas di area publik menjadi pemicunya. ACSM melihat bahwa ini adalah peluang bagi pelaku industri kebugaran, khususnya pelatih profesional untuk menawarkan jasa pendampingan di luar ruangan secara pribadi atau kelompok kecil.
Hasil survei ini dapat menjadi gambaran untuk melihat tren perubahan perilaku masyarakat dunia termasuk Indonesia dalam menjaga kebugaran. Setidaknya untuk pusat-pusat kebugaran yang masih dapat bertahan hingga awal tahun ini, beruntung masih memiliki pelanggan setia yang masih aktif datang.
Para pengelola bisnis gym harus cerdik berinovasi untuk mengantisipasi pandemi yang berkelanjutan. Untuk menjadi kompetitif, bagaimanapun juga pusat-pusat kebugaran tidak dapat mengandalkan formula seperti sebelum pandemi. Para pelaku bisnis harus belajar untuk menggabungkan berbagai pilihan yang disalurkan melalui berbagai cara, seperti pendampingan daring atau layanan penyediaan dari rumah ke rumah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pusat Kebugaran Virtual Saat Pandemi