Menjaga Pesona Olahraga Disabilitas
Segudang prestasi olahraga disabilitas yang begitu memesona pada 2021 patut dijaga. Lonjakan prestasi tahun ini hanyalah pijakan kesukesan untuk Paris 2024.
Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Papua 2021 sukses menyulut asa regenerasi. Ajang empat tahunan, yang selalu didominasi wajah sama selama satu dekade terakhir, tampak berbeda kali ini. Rupa-rupa wajah baru bermunculan, menghadirkan kejutan di ”Bumi Cendrawasih”.
Di tengah euforia regenerasi, kesempurnaan Peparnas agak ternoda pada hari terakhir penyelenggaraan. Pebulu tangkis Paralimpiade nasional, Leani Ratri Oktila, mengutarakan dugaan ada atlet-atlet nondisabilitas yang turut berlaga di beberapa cabang.
Informasi tersebut berdasarkan penglihatannya, juga kesaksikan kontingen provinsi lain. Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Ini, kan, ajang difabel. Miris kalau lihat orang-orang yang tidak masuk klasifikasi, tetapi tetap bisa bertanding. Sama saja seperti mengambil hak orang difabel,” kata atlet Paralimpiade tersukes di Indonesia tersebut.
Dugaan Ratri didukung dengan fakta dan kontroversi yang terjadi di lapangan. Misalnya, di final sepak bola cerebral palsy. Salah satu tim mengundurkan diri saat laga berlangsung. Sang pelatih menilai tim lawan menggunakan satu pemain yang bukan penyandang disabilitas.
Di pertandingan bulu tangkis klasifikasi SS6 atau berperawakan pendek, ada atlet yang jauh lebih tinggi dari pada atlet sekelasnya. Dia tampak setara dengan net setinggi 1,52 meter, saat yang lain lebih pendek. Adapun maksimal tinggi di SS6 adalah 2 meter, yang merupakan jumlah dari tinggi badan dan panjang lengan.
Baca juga : Leani Menangi Final Beraroma Persahabatan
Jika dugaan benar, kecurangan tersebut merusak tujuan sebenarnya dari olahraga disabilitas. Para oknum itu mencuri panggung yang seharusnya menjadi ajang pemberdayaan para penyandang disabilitas. Mereka menghambat regenerasi pelatnas.
Miris kalau lihat orang-orang yang tidak masuk klasifikasi, tetapi tetap bisa bertanding. Sama saja seperti mengambil hak orang difabel.
Para atlet nondisabilitas yang menjadi juara di Peparnas tidak akan melenggang jauh. Pada akhirnya, mereka akan terbentur saat pemeriksaan klasifikasi sebelum masuk ke pelatnas ataupun di ajang internasional. Mereka tidak bisa menyusup lagi seperti kisah klasik ”Kuda Troya”.
Pelatih pelatnas renang Paralimpiade nasional, Dimin BA, berkata, para atlet potensial nantinya akan kembali dipastikan klasifikasinya di Jakarta. Setelah mendapat lampu hijau dari petugas klasifikasi berstandar internasional, mereka baru bisa masuk pelatnas.
Sumber daya manusia untuk klasifikasi tersebut tidak ada di Peparnas. Klasifikasi pun berlangsung seadanya. Seperti dialami salah satu perenang nasional yang tampil di Papua, Laura Aurelia Dinda. Dia tidak diperiksa lagi karena petugas klasifikasi sudah memercayai hasil pemeriksaan di Asian Para Games 2018.
Padahal, klasifikasi Laura bisa berubah setelah tiga tahun. Seperti yang terjadi dalam beberapa ajang terakhir, klasifikasinya berubah antara S5 dan S6. Adapun atlet tunadaksa bisa berpindah klasifikasi karena penguatan dalam tubuhnya yang mengalami gangguan.
Baca juga : Ledakan Penampilan Para Veteran
Insiden di Peparnas ini menuntut perbaikan pada ajang-ajang nasional selanjutnya. Klasifikasi sebelum ajang perlu diperketat. NPC daerah juga mesti lebih ketat menyeleksi atlet-atletnya. Tentu, keberadaan SDM berkualitas dalam klasifikasi sangat penting untuk mendukung semuanya.
Dari sisi lain, keberadaan penyusup memperlihatkan betapa besarnya magnet ajang olahraga disabilitas. Dunia Paralimpiade semakin mendapat sorotan setelah berbagai prestasi atlet pelatnas di ajang internasional. Pesona ini yang patut dijaga ke depannya.
Pembuktian regenerasi
Peparnas, terlepas dari dugaan itu, terbukti banyak melahirkan banyak atlet pendatang baru yang sesuai dengan klasifikasi. Beberapa atlet muda yang berprestasi di ”Bumi Cendrawasih” sudah mewakili Indonesia dalam ajang Asian Youth Para Games 2021 di Bahrain, 2-6 Desember.
Salah satunya perenang berperawakan pendek klasifikasi S6, Muhammad Gerry Pahker (17). Atlet asal Riau ini sukses meraih emas sekaligus memecahkan rekor nasional 50 meter renang gaya dada dalam debut di Peparnas. Sebulan kemudian, dia langsung menyabet 1 emas, 1 perak, dan 1 perunggu di Bahrain.
Baca juga : Kalsel Mengundurkan Diri, Papua Raih Emas Sepak Bola
Gerry bersama para atlet muda yang bersinar di Peparnas membawa Indonesia berada di peringkat ke-4 Asia. ”Merah Putih” melampaui target sekaligus meningkat dari peringkat ke-7 pada edisi sebelumnya.
Bibit regenerasi menjanjikan ini tidak lepas dari program NPC di Peparnas. Mereka berani membatasi keikutsertaan atlet elite atau yang sudah pernah berlaga di tingkat internasional. Atlet elite hanya boleh mengikuti satu nomor lomba atau pertandingan saja.
Di cabang tenis meja dan bulu tangkis, kompetisi dibuat dua tingkatan, yaitu kelas nasional dan elite. Kelas nasional hanya boleh diikuti oleh atlet non-elite. Sementara itu, kelas elite bisa diikuti semua atlet di Peparnas, termasuk peserta kelas nasional.
Baca juga : Tuan Rumah yang Terus Meraja di Peparnas Papua 2021
Konsep itu memungkinkan atlet-atlet pendatang baru unjuk gigi di kelas nasional. Saat bersamaan, mereka juga bisa mendapat jam terbang untuk berlaga dengan para atlet nasional di kelas elite. Pengalaman kompetisi berlapis itu sukses memancing kejutan wajah baru.
Mengejar Paris
Tahun ini menjadi momen terbaik untuk olaharga disabilitas Tanah Air. Para atlet veteran meraih kesukesan di Paralimpiade Tokyo 2020 pada September 2021 lewat 2 medali emas, 3 perak, dan 4 perunggu. Capaian itu merupakan yang terbaik sepanjang keikutsertaan tim Indonesia.
Keberadaan atlet senior yang semakin matang dan atlet muda yang mulai naik daun bisa menjadi bekal Indonesia di Paralimpiade Paris 2024. Peningkatan prestasi di ajang terbesar disabilitas tersebut sangat mungkin terjadi dengan strategi pembinaan tepat.
Tahun 2022 akan menjadi batu loncatan terbesar Indonesia ke Paris. Ada dua ajang sekaligus pada pertengahan tahun depan, yaitu ASEAN Para Games dan Asian Para Games. Adapun Indonesia berpotensi menggantikan Vietnam sebagai tuan rumah ASEAN Para Games.
Baca juga : Pertandingan Penggugah Semangat
Langkah berani NPC kembali dinanti. Dua ajang besar ini bisa dibagi berdasarkan prioritasnya. ASEAN Para Games untuk pembinaan atlet muda. Asian Para Games untuk mengejar prestasi sekaligus menjaga level atlet senior.
Dengan potensi atlet muda dan prestasi atlet senior, Indonesia masih jauh dari puncak tertingginya. Strategi NPC pada tiga tahun ke depan akan jadi penentu. Jika tepat, Paris akan menjadi titik tertinggi baru para wakil ”Merah Putih”.