Penghargaan untuk pelatih, terutama jaminan pensiun dan kesehatan, dibutuhkan agar mereka bekerja dengan tenang. Peran pelatihs angat penting bagi prestasi atlet.
Oleh
Adrian Fajriansyah, Yulia Sapthiani, Kelvin Hianusa
·3 menit baca
KOMPAS/Adrian Fajriansyah
Pelari gawang putri andalan Indonesia Emilia Nova (kanan) berlatih beban didampingi pelatih Fitri "Ongky" Haryadi di Stadion Madya Senayan, Jakarta, 17 September 2019. Jaminan masa depan, termasuk pensiun dan asuransi kesehatan, dibutuhkan pelatih untuk masa depan mereka.
JAKARTA, KOMPAS - Di balik prestasi gemilang atlet di arena olahraga, ada peran pelatih yang tak mungkin diabaikan. Pelatih sangat berperan membentuk dan mendampingi atlet, mulai dari menyusun program latihan, membangun kondisi fisik, nutrisi, kemampuan teknis, menguatkan mental bertanding, hingga urusan non teknis di luar pertandingan.
Saat atlet berprestasi, terutama di ajang besar, pelatih biasanya ikut kecipratan bonus dan penghargaan. Namun, sebagian besar pelatih di pemusatan latihan nasional atau daerah sehari-hari hanya bergantung pada gaji bulanan, dan pelatih klub mengandalkan penghasilan seadanya dari klub. Tak sedikit yang memiliki usaha sampingan untuk menghidupi keluarga.
Bonus dari pemerintah dan swasta saat atlet berprestasi ini tidak bisa selalu diandalkan. Jaminan hari tua, atau pensiun, lebih dibutuhkan para pelatih, terutama karena pelatih setiap saat bisa diputus kontraknya.
Pelatih atletik Fitri ”Ongky” Haryadi, yang membawa pelari gawang putri Emilia Nova meraih medali perak Asian Games 2018, pekan lalu mengatakan, sepatutnya penghargaan atlet dan pelatih setara karena perjuangan pelatih tak kalah berat. Pelatih juga perlu kepastian masa depan, misalnya dengan menjadikan pelatih berprestasi sebagai aparatur sipil negara.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Pelatih angkat besi Lukman memijat punggung lifter Deni usai latihan di Empire Fit Club, Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, 25 Juni 2021. Lukman yang kini melatih tim nasional angkat besi Thailand, mendampingi lifter Eko Yuli Irawan dan Deni selama persiapan Olimpiade Tokyo 2020.
”Jaminan masa tua untuk pelatih ini penting karena pelatih pun tidak bisa menjadi pelatih selamanya. Bisa saja, atlet tidak lagi berprestasi karena cedera, dan butuh waktu lama mencetak atlet berprestasi baru, dan pelatih bisa dicoret sewaktu-waktu,” ujar Ongky.
Aspirasi serupa disampaikan Lukman, pelatih angkat besi pelatnas PB PABSI 2000-2014 yang turut berjasa membangun tradisi medali Olimpiade dari angkat besi, dan kini melatih tim angkat besi Thailand. Dia berharap pelatih nasional berprestasi mendapat jaminan hari tua, setidaknya asuransi kesehatan dan tunjangan pensiun.
Jaminan masa tua untuk pelatih ini penting karena pelatih pun tidak bisa menjadi pelatih selamanya. Bisa saja, atlet tidak lagi berprestasi karena cedera, dan butuh waktu lama mencetak atlet berprestasi baru, dan pelatih bisa dicoret sewaktu-waktu.
Dengan demikian, pelatih tidak bimbang jika diberhentikan dari pelatnas atau pelatda. Mereka bisa kembali ke daerah asal dan membantu membina bibit atlet baru. ”Jadi, pelatih seperti saya tidak perlu merantau ke luar negeri untuk menjaga asap dapur tetap menyala,” ujarnya.
Lindungi pelatih
Pelatih bulu tangkis ganda campuran Richard Mainaky, yang memutuskan pensiun akhir bulan ini setelah 26 tahun menjadi pelatih pelatnas PP PBSI, mendorong ada sistem yang mengatur masa pensiun pelatih. ”Mungkin induk cabang olahraga, seperti PBSI, harus aktif menyuarakan ini pada pemerintah,” katanya.
AP PHOTO/DITA ALANGKARA
Eng Hian (kiri), pelatih ganda putri Indonesia merayakan kemenangan Greysia Polii (kanan) dan Apriyani Rahayu usai mengalahkan pasangan China Chen Qingchen/Jia Yifan pada final bulu tangkis ganda putri Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo, Jepang, 2 Agustus 2021.
Adapun pelatih ganda putri Eng Hian, yang mengantar Greysia Polii/Apriyani Rahayu meraih medali emas Olimpaide Tokyo 2020, mengusulkan peraturan yang melindungi masa depan pelatih.
”Pelatih harus dikategorikan sebagai profesi. Kalau masa pensiun pelatih tidak jelas, mungkin hanya akan ada sedikit orang yang mau menjadi pelatih olahraga,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat olahraga nasional, Fritz E Simanjuntak menilai kesejahteraan pelatih juga tidak lepas dari jumlah pertandingan yang tersedia. Pelatih baru bisa sukses hanya ketika atletnya juara.
Terkait hal ini, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali menjelaskan, pemerintah pusat sangat memperhatikan kesejahteraan atlet dan pelatih nasional berprestasi. Dalam Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang diluncurkan pada 9 September, perhatian untuk atlet dan pelatih berprestasi menjadi satu paket dan lebih ditegaskan. Jaminan hari tua diberikan dengan menjadi ASN, TNI/Polri, pegawai BUMN, atau solusi lain..
”Urusan kesejahteraan atlet dan pelatih ini bukan hanya tanggung jawab Kemenpora melainkan tanggungjawab semua pihak,” ujarnya.