Berkat Solidaritas, Dua Atlet Afghanistan Wujudkan Keajaiban
Spirit solidaritas dan kemanusiaan bergema kencang di Paralimpiade Tokyo seiring hadirnya dua atlet Afghanistan, Rasouli dan Khudadadi, yang melarikan diri dari Kabul. Mereka sempat dianggap mustahil bisa hadir di Tokyo.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Setelah melewati berbagai kesulitan dan lika-liku dalam masa pelarian, dua atlet Afghanistan, Zakia Khudadadi dan Hossain Rasouli, mewujudkan mimpinya tampil di Paralimpiade Tokyo. Berbekal sikap pantang menyerah dan bantuan sejumlah pihak, mereka tiba dengan selamat di Tokyo, Jepang, akhir pekan lalu.
Kedua atlet itu sempat diragukan bisa tampil di Tokyo. Mereka terjebak di Kabul, ibu kota Afghanistan, setelah pasukan Taliban menguasai kota itu pada pertengahan Agustus 2021. Khudadadi dan Rasouli lantas gagal berangkat pada waktu yang sudah ditetapkan. Mereka seharusnya sudah tiba di Tokyo pada 17 Agustus lalu.
Berbagai cara lalu mereka lakukan untuk tetap bisa pergi ke Tokyo. Khudadadi misalnya, meminta bantuan kepada warga dunia untuk dievakuasi dari Kabul. Permintaannya itu, melalui rekaman video, menyentuh hati banyak orang dan menjadi viral di media sosial.
”Sebagai seorang perempuan dan atas nama semua wanita Afghanistan, saya meminta bantuan Anda semua. Niat saya adalah berpartisipasi di Paralimpiade Tokyo. Tolong pegang tangan saya dan bantu saya,” ujar Khudadadi.
[embed]https://youtu.be/RX7-BwL0pSc[/embed]
Upaya mengevakuasi kedua atlet penyandang disabilitas itu juga ditempuh Arian Sadiqi dari Komite Paralimpiade Afghanistan (APC). Ia mencoba menghubungi Komite Paralimpiade Inggris untuk meminta bantuan. Dia juga telah mengontak Pusat Olahraga dan Hak Asasi Manusia (Centre for Sport and Human Rights / CSHR), yang bermarkas di Swiss, untuk mengevakuasi kedua atlet itu.
Sempat tak ada kabar
Beberapa hari setelah mencoba berbagai cara untuk meloloskan diri, kedua atlet tersebut tidak terdengar kabarnya. Orang-orang terdekat pun tidak dapat menghubungi mereka. Keberadaan Khudadadi dan Rasouli sempat misterius.
Kekhawatiran akan keselamatan mereka pun kian menjadi-jadi. Pasukan Taliban berpencar dan mendatangi rumah warga di Kabul untuk mencari atlet, pejabat pemerintahan, dan aktivis HAM, yang sedang bersembunyi penuh ketakutan.
Kami tidak pernah putus asa dan kini memiliki Zakia dan Hossain di perkampungan atlet bersama 4.403 atlet lainnya. Ini menunjukkan kekuatan olahraga yang luar biasa untuk menyatukan orang dalam damai. (Andrew Parsons, IPC)
Di tengah ketidakpastian nasib kedua atlet, tiba-tiba muncul kabar mengejutkan. Khudadadi dan Rasouli dikabarkan sedang berada di Paris, Perancis. Mereka rupanya bisa meloloskan diri dari Kabul. Padahal, saat ingin melarikan diri, mereka sempat terdampar di bandara Kabul karena tidak bisa mendapatkan pesawat untuk pergi.
Dibantu tentara Australia
Khudadadi dan Rasouli lalu mengirim permohonan bantuan ke grup percakapan WhatsApp yang berisi orang-orang Australia. Dari sana, mereka diizinkan tentara Australia untuk memasuki zona perlindungan setelah menunjukkan dokumentasi visa darurat. Mereka lalu dibawa ke Paris untuk pemulihan, sebelum tiba di Tokyo, Sabtu (28/8/2021).
”Fakta begitu banyaknya otoritas yang bergabung untuk mewujudkan evakuasi mereka adalah hal yang luar biasa,” ujar Ketua Dewan Atlet Komite Paralimpiade Internasional (IPC) Chelsey Gotell.
Khudadadi tiba tepat waktu untuk bertanding di cabang taekwondo nomor 44-49 kilogram putri pada Kamis (2/9). Adapun Rasouli seharusnya turun di cabang atletik lari nomor 100 meter klasifikasi T47 putra, Sabtu (28/8). Namun, ia telat tampil. Ia masih akan berlaga di nomor lainnya, lari 400 meter klasifikasi T47 putra, Jumat (3/9).
APC mengapresiasi bantuan banyak pihak yang mewujudkan mimpi kedua atlet mereka itu. ”Kita semua tahu, selalu akan ada perbedaan. Namun, kita punya lebih banyak kesamaan daripada perbedaan yang memisahkan,” kata Sadiqi.
Menurut Ketua IPC Andrew Parsons, meski kemungkinannya sangat kecil, dia selalu merasa yakin Khudadadi dan Rasouli bisa tampil di Tokyo. Untuk itu, IPC memutuskan tetap menampilkan bendera Afghanistan pada upacara pembukaan Paralimpiade Tokyo. Firasatnya itu kini telah terbukti.
”Seperti semua atlet di sini, kami tidak pernah putus asa dan kini memiliki Zakia dan Hossain di perkampungan atlet bersama 4.403 atlet lainnya. Ini menunjukkan kekuatan olahraga yang luar biasa untuk menyatukan orang dalam damai,” kata Parsons dikutip laman resmi Paralimpiade 2020.
Melalui partisipasi Khudadadi dan Rasouli di Tokyo, para atlet menyerukan harapan perdamaian dan solidaritas bagi rakyat Afghanistan serta dunia. Di ”Negeri Matahari Terbit”, harapan hadirnya perdamaian telah bersemi kembali.
Selain itu, kisah Khudadadi dan Rasouli makin mengukuhkan Paralimpiade sebagai ajang yang istimewa. Di sana berkumpul orang-orang dengan segala keterbatasan yang membuat segala hal yang mustahil menjadi mungkin untuk diwujudkan. (AFP)