Di Tengah Olimpiade, Bendera Matahari Terbit Bangkitkan Sejarah Kelam Jepang
Penggunaan bendera Matahari Terbit (Kyokujitsuki) selama Olimpiade Tokyo 2020 membuat ingatan terhadap kekejaman perang militer Jepang menyeruak lagi. Hubungan Korsel-Jepang bisa memanas karena memori kelam PD II itu.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
Sejarah kelam masa lalu tidak bisa dihapus begitu saja dari ingatan. Rakyat di Semenanjung Korea dan China, yang menjadi korban kekejaman tentara Jepang, masih mengingat luka masa lalu yang hingga kini belum sembuh. Dan, kondisi itu berpeluang muncul kembali dalam ingatan pada Olimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung mulai Jumat (23/7/2021) hingga 8 Agustus mendatang.
Ingatan-ingatan pedih kekejaman Jepang di masa lalu muncul setelah sejumlah media Korea Selatan menuliskan laporan yang menyoal kehadiran beberapa aktivis sayap kanan Negeri Matahari Terbit membawa bendera Matahari Terbit di dekat tempat tinggal atlet Olimpiade. Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 juga tidak melarang kehadiran bendera itu dan para pembawanya.
Kehadiran bendera-bendera itu dibalas dengan pemasangan spanduk yang berisi pesan politis di tempat tinggal para atlet Korea Selatan. Dikutip dari laman Japan Today, kontingen Korea Selatan memasang beberapa spanduk bertuliskan ”50 Juta Rakyat Korea Masih Mendukungku”.
Kalimat pada spanduk itu meminjam kata-kata yang pernah diucapkan Laksamana Yi Yun-sin, komandan Angkatan Laut (AL) Korea yang hidup pada abad ke-16, yang menyatakan ”12 Kapal Perang Masih Ada di Belakangku, Mendukungku”. Kalimat ini diucapkan armada AL Korea saat bertempur menghadapi AL Jepang yang menginvasi wilayah Semenanjung Korea antara tahun 1592-1598. Pertempuran itu dimenangi armada AL Korea meski Jepang memiliki persenjataan dan armada yang lebih besar.
Namun, keberadaan spanduk yang berisi pesan politik itu membuat gusar Komite Olimpiade Internasional (IOC). IOC meminta kontingen Korsel menyingkirkan spanduk-spanduk itu dari balkon kamar penginapan mereka karena dianggap provokatif.
Kontingen Korsel sepakat menurunkan spanduk-spanduk itu setelah IOC berjanji melarang pengibaran bendera Matahari Terbit di seluruh arena Olimpiade. Kantor Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Senin pekan ini, mengumumkan bahwa presiden tidak jadi mengunjungi Jepang selama Olimpiade berlangsung karena tidak ada titik temu yang cukup, yang melandasi pertemuan puncak pemimpin kedua negara.
Dua bendera
Masyarakat Jepang mengenal dua bendera yang melambangkan negara itu sebagai Negeri Matahari Terbit atau tempat asal matahari.
Bendera pertama dikenal dengan sebutan ”Nisshoki” atau ”Hinomaru”, yang selama ini dikenal sebagai bendera nasional Jepang. Digambarkan dengan cakram berwarna merah dan latar belakang putih polos. Tidak ada yang mempermasalahkan Nisshoki atau Hinomaru ini.
Bendera kedua dikenal dengan sebutan ”Kyokujitsuki”. Mirip dengan Hinomaru atau Nisshoki, tetapi dengan penggambaran cakram merah yang dikelilingi 16 sinar memanjang ke luar. Bendera inilah yang memicu ingatan pedih rakyat di Semenanjung Korea dan China.
Pemerintah Jepang menekankan, kedua bendera, baik Nisshoki maupun Kyokujitsuki telah digunakan oleh rakyat Jepang jauh sebelum masa perang. Bendera itu kemudian digunakan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sebagai bendera resmi saat mereka menginvasi Semenanjung Korea dan China serta beberapa negara Asia lainnya sampai akhirnya mereka kalah pada Agustus 1945.
Bendera yang sama, Kyokujitsuki, hingga saat ini masih digunakan sebagai bendera AL Jepang atau Pasukan Bela Diri Maritim. Pasukan Bela Diri Angkatan Darat Jepang mengunakannya sejak 1954 dengan sedikit modifikasi.
Bahkan, di masa sekarang, motif bendera Matahari Terbit dengan sinar matahari digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Jepang, seperti untuk merayakan tangkapan besar oleh nelayan, melahirkan, dan perayaan lainnya, demikian kata Pemerintah Jepang.
”Argumen bahwa itu adalah pernyataan politik atau simbol militerisme sama sekali tidak relevan. Saya percaya, ada kesalahpahaman besar,” kata Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga pada 2013 ketika ia menjabat sebagai Kepala Sekretaris Kabinet.
Akan tetapi, negara-negara tetangga Jepang yang pernah menjadi korban kekejaman militer negara itu melihatnya dengan cara yang berbeda. Seoul mengatakan, bendera itu mengingatkan luka dan rasa sakit bangsa-bangsa di Asia yang pernah dijajah oleh Jepang. Seoul menyamakan Kyokujitsuki dengan lambang swastika, yang digunakan oleh pasukan Nazi pimpinan Adolf Hitler ketika menaklukkan dan membumihanguskan Eropa pada Perang Dunia II.
Pemerinah Korea Selatan sejak 2019 telah meminta IOC untuk melarang pengibaran Kyokujitsuki di seluruh Jepang saat Olimpiade berlangsung.
Seoul menyamakan Kyokujitsuki dengan lambang swastika, yang digunakan oleh pasukan Nazi pimpinan Adolf Hitler ketika menaklukkan dan membumihanguskan Eropa pada Perang Dunia II.
Media Korea Utara menuding Pemerintah Jepang mengubah bendera penjahat perang menjadi simbol perdamaian di Olimpiade. Mereka menyatakan tindakan itu adalah penghinaan yang tidak bisa ditoleransi terhadap rakyat Korut dan bangsa Asia lainnya.
Tidak akan serius
China juga sangat sensitif terhadap anggapan yang meremehkan dari pemerintah, individu, dan perusahaan Jepang. Namun, kemarahan resmi atas sejarah terkait Jepang telah sedikit berkurang ketika persaingan politik, ekonomi, dan budaya China dengan Amerika Serikat dan negara-negara demokrasi Eropa telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa ahli mengatakan, perselisihan terkait bendera itu tidak seserius poin perselisihan lainnya, seperti mobilisasi oleh Jepang pada masa perang terhadap orang Korea ke dalam perbudakan seksual atau kerja paksa. Para ahli memperkirakan, ketegangan soal bendera tersebut kemungkinan tidak akan memperburuk hubungan.
Wakil Kepala Institus Sejong Lee Myon-woo mengatakan, perselisihan bendera masih bisa berkobar apabila ada kemarahan di antara kelompok sipil anti-Jepang di Semenanjung Korea yang pada akhirnya menarik reaksi publik Jepang. Di samping itu, Lee mengatakan, Korea Selatan harus menahan diri dari ”interpretasi politik yang terlalu berlebihan” dari bendera karena tidak ada tanda bahwa Jepang menghidupkan kembali militerisme masa lalu.
Namun, Bong Youngshik, seorang peneliti di Yonsei University Institute for North Korean Studies, mengatakan bahwa bendera itu tidak akan menjadi masalah besar jika Jepang telah menerima tuntutan tetangganya untuk membuat ”permintaan maaf yang lebih tulus” atas penyalahgunaan masa perang di masa lalu.
Perselisihan tersebut mungkin juga tidak akan mendapatkan banyak bahan bakar untuk meletupkannya menjadi kemarahan lebih besar. Satu alasan utamanya adalah kurangnya penonton di hampir semua tempat Olimpiade. Ini berarti tidak ada yang mengibarkan bendera itu sehingga perselisihan dapat mereda untuk saat ini. (AP/REUTERS)