Setelah tampil sempurna selama kualifikasi, Italia akan menjalani ujian sesungguhnya saat menghadapi Turki di laga pembuka, Sabtu dini hari WIB. Tim ”Gli Azzurri” ingin memaksimalkan kesempatan tampil di rumah sendiri.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·6 menit baca
ROMA, KAMIS - Turki akan menjadi ujian perdana tim nasional sepak bola Italia untuk menjaga kesempurnaan yang tercipta dalam 10 laga kualifikasi Piala Eropa 2020. Seluruh pemain ”Gli Azzurri” berambisi meraih start menawan pada laga pembuka Piala Eropa 2020 di Stadion Olimpico, Roma, Sabtu (12/6/2021) pukul 02.00 WIB.
Setelah terbenam dan memasuki masa kegelapan ketika gagal lolos ke Piala Dunia Rusia 2018, Italia berbenah total bersama pelatih Roberto Mancini. Sejak ditunjuk sebagai pelatih baru timnas Italia, 14 Mei 2018, Mancini telah menyulap Italia, yaitu dari tim yang gagal dan pragmatis menjadi skuad yang bermaterikan pemain muda dengan permainan menyerang.
Hasilnya, Mancini mampu memenuhi ekspektasi awal untuk membawa Italia lolos ke Piala Eropa 2020. Tak hanya itu, ”Gli Azzurri” menjadi salah satu dari dua tim yang lolos ke Piala Eropa 2020 dengan rekor sempurna. Italia mampu meraih 10 kemenangan dari 10 laga pada babak kualifikasi. Catatan serupa dihasilkan Belgia.
Italia juga mampu mencatatkan 27 laga tidak terkalahkan secara beruntun. Terakhir kali Italia kalah adalah ketika menghadapi Portugal, 11 September 2018, pada laga Liga Nasional Eropa musim 2018-2019.
Selain itu, Mancini mengukir rekor bagi Italia. Untuk kali pertama sepanjang sejarah, mereka selalu menang dan tidak kebobolan selama delapan laga terakhirnya. Pemain lawan terakhir yang mampu menaklukan Gianluigi Donnarumma, kiper Italia, ialah gelandang Belanda, Donny van de Beek, pada Oktober 2020. Saat itu, Italia ditahan Belanda, 1-1, di ajang Liga Nasional Eropa.
Meskipun berbekal catatan gemilang itu, Mancini mengingatkan tim asuhannya untuk tidak meremehkan satu pun pesaingnya di Grup A, yaitu Turki, Wales, dan Swiss. Mantan pelatih Inter Milan itu menekankan, Turki adalah salah satu tim Eropa yang berkembang pesat dalam dua tahun terakhir.
Posisi terendah
Di antara tiga tim lainnya di grup itu, Turki berada di posisi terendah dalam daftar peringkat FIFA, yaitu ke-29. Namun, menurut Mancini, peringkat dunia FIFA tidak bisa menjadi tolak ukur kualitas sang lawan.
”Turki adalah sebuah tim kuat bermaterikan pemain yang memiliki kemampuan teknik dan fisik sangat baik. Grup ini amat berat dan sulit untuk menentukan tim terlemah,” ujar Mancini dilansir laman UEFA.
Meski persaingan bakal sengit, Mancini menilai, timnya punya keunggulan dibandingkan tiga tim lainnya di Grup A. Italia akan menjalani seluruh dari tiga laga penyisihan Grup A di rumahnya sendiri, Olimpico. Pemerintah Italia telah menyetujui Stadion Olimpico bisa dihadiri sekitar 17.600 penonton selama Piala Eropa 2020.
”Kehadiran fans sangat penting. Saya pernah merasakan tampil di Olimpico dengan dukungan 70.000 penonton pada Piala Dunia 1990 (Italia). Itu jadi pengalaman tidak terlupakan. Kini, jumlah penonton memang akan lebih sedikit, tetapi bermain di hadapan ribuan pendukung adalah kesempatan yang fantastis,” ujar Mancini.
Setelah menjalani pemusatan latihan di Florence selama dua pekan, Mancini sudah menemukan formula terbaik demi membawa Italia bersaing menjadi tim terbaik di Eropa. Formasi 4-3-3 semakin matang dimainkan Gli Azzurri.
Sangat produktif
Dengan formasi itu, Mancini akan membuat Italia meninggalkan taktik defensif yang selama ini identik dengan mereka. Selama kualifikasi, Italia menorehkan rata-rata 3,7 gol per laga. Produktivitas itu hanya kalah dari Belgia, tim peringkat teratas dunia saat ini, dengan koleksi rata-rata 4 gol per laga.
Selain tajam, Italia juga tampil kolektif. Jumlah total 37 gol itu dihasilkan 20 pemain berbeda. Itu menjadikan Gli Azzurri” sebagai tim yang paling banyak melibatkan pemain dalam urusan mencetak gol.
Penampilan tajam itu tidak lepas dari dominasi Italia di lini tengah dengan kehadiran trio Jorginho, Marco Verratti, dan Nicolo Barella. Ketiganya mampu silih-berganti menjadi peredam serangan lawan sekaligus kreator serangan.
Selain itu, Italia juga memiliki penyerang sayap berbahaya, seperti Lorenzo Insigne, Domenico Berardi, dan Federico Chiesa. Mereka tidak hanya mampu menciptakan peluang, melainkan juga bermain tenang saat mendapatkan kesempatan emas mencetak gol.
Dari sejumlah pemain andalan itu, Mancini kemungkinan besar belum bisa memainkan Verratti yang masih berlatih secara individu guna memulihkan cedera lutut. Verratti kemungkinan baru bisa tampil dengan kondisi optimal di laga penutup Grup A, yaitu melawan Wales, 20 Juni mendatang.
Penting bagi Italia langsung tampil tanpa cela di laga pertama. Menang di dua laga awal fase gugur diperlukan agar tim memiliki waktu untuk menyimpan energi di laga terakhir. (Gianluca Zambrotta)
Namun situasi itu tidak memusingkan Mancini. Sebab, ia masih memiliki Manuel Locatelli yang tampil konsisten bersama Sassuolo selama musim 2020-2021. Locatelli, yang merupakan lulusan akademi AC Milan, telah siap pula mengemban kepercayaan sebagai pemain utama di Gli Azzurri sekaligus menjalani debutnya di kejuaraan Piala Eropa.
”Saya telah mempelajari cara bermain dan peran Verratti di Youtube. Jika saya dimainkan di posisinya, maka saya akan berusaha maksimal menampilkan kemampuan yang dimiliki,” kata pemain yang diincar Juventus dan Paris Saint-Germain itu kepada Sky Sport Italia.
Legenda timnas Italia, Gianluca Zambrotta, menganggap laga pembuka sangat penting bagi Italia. ”Penting bagi Italia langsung tampil tanpa cela di laga pertama. Menang di dua laga awal fase gugur diperlukan agar tim memiliki waktu untuk menyimpan energi di laga terakhir dan bersiap menghadapi fase gugur,” kata Zambrotta.
Italia punya bekal bagus saat melawan Turki di laga pembuka Piala Eropa. Pada edisi 2000 di Belgia dan Belanda, Italia menumbangkan Turki, 2-1, pada laga pembuka penyisihan grup.
Namun, pada tahun ini, Turki hadir sebagai salah satu kuda hitam. Kehadiran Senol Gunes sebagai pelatih tim itu tidak bisa dianggap sebelah mata.
Gunes, yang kembali melatih Turki pada akhir Februari 2019 lalu, telah membuktikan mampu membawa Turki bangkit dari keterpurukan. Seusai gagal total di kualifikasi Piala Dunia 2018 dan edisi perdana Liga Nasional Eropa, tim berjuluk ”Ay Yildizlilar” itu lolos ke Piala Eropa 2020 sebagai pendamping Perancis di kualifikasi Grup H. Capaian itu adalah bukti tangan dingin Gunes belum memudar.
Sang legenda hidup Turki itu sebelumnya membawa Hakan Sukur dan rekan-rekan meraih peringkat ketiga pada Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang. Kala itu, timnas Turki memiliki generasi terbaik di bawah asuhan pelatih senior kelahiran Trabzon itu.
Menurut Gunes, tampil di Piala Eropa adalah langkah sukses bagi Turki saat ini. Namun, ia tidak mau timnya berpuas diri dengan capaian itu. Gunes pun akan kembali membawa mimpi yang sama seperti 19 tahun silam di Piala Eropa 2020. Meskipun Turki adalah skuad termuda di Piala Eropa 2020 dengan rata-rata usia 24,9 tahun, Gunes yakin timnya bisa bersaing di pesta bola Eropa itu.
”Hasil yang kami raih di laga pertama akan menentukan langkah kami di fase grup. Kami harus bermain baik dan bekerja keras menghadapi Italia,” kata Gunes yang menjadi kiper Turki saat tumbang 0-1 dari Italia di laga kualifikasi Piala Dunia Jerman 1974, Februari 1973 silam.
Turki memiliki lima pemain yang berkiprah di Liga Italia sebagai modal menghadapi Gli Azzurri. Mereka adalah Hakan Calhanoglu (AC Milan), Merih Demiral (Juventus), Cengiz Under (AS Roma), serta Mert Muldur dan Kaan Ayhan yang sama-sama membela Sassuolo.(AFP)