Setelah terpisah 16 tahun, rival abadi MU dengan Leeds akan bersua lagi dalam pertarungan di divisi tertinggi Liga Inggris. Duel berjuluk Derbi Mawar ini menjanjikan intensitas tinggi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANCHESTER, SABTU — Sir Alex Ferguson, manajer legendaris Manchester United, pernah berujar, rivalitas MU-Liverpool selalu panas, terkadang melampaui batas. Namun, tensi tinggi tersebut tidak akan pernah melampaui perseteruan MU dengan Leeds United, yang sering dijuluki sebagai musuh abadi.
Ferguson begitu khawatir ketika ratusan fans Leeds berkumpul di depan hotel mereka jelang pertemuan kedua tim dalam ajang Piala Liga, 2011 silam. Dia mengibaratkan kemarahan fans itu seperti sebuah aksi dalam film perang Zulu. Saking barbarnya, hotel sampai dikawal oleh tujuh mobil polisi.
”Saya tidak pernah mengerti apa yang terjadi antara Leeds dan MU. Tetapi, (rivalitas dan kemarahan) itu memang ada dan itu tidak baik,” kata Ferguson ketika masih melatih MU, seperti dikutip The Telegraph.
Setelah 16 tahun terpisah divisi, musuh abadi itu akan kembali bersua dalam duel di Liga Inggris. Leeds yang kembali ke divisi teratas musim ini, sejak degradasi 2004, akan bertamu dalam laga tanpa penonton ke markas kebanggaan MU, Stadion Old Trafford, pada Minggu (20/12/2020).
Manajer MU Ole Gunnar Solskjaer, yang pernah terlibat dalam beberapa duel sebelumnya, sudah tidak sabar berhadapan lagi dengan Leeds. Kedua tim sudah tidak bertarung di Liga Inggris, sejak terakhir 16 tahun lalu, pada Februari 2004.
Saya tidak bisa menunggu lagi, ini sudah terlalu lama. Kita (MU-Leeds) adalah tim hebat pada masa itu. Saya suka tensi yang dibangun sebelum laga, juga ketika mereka menguji kami dengan kualitasnya. Banyak kenangan indah.
”Saya tidak bisa menunggu lagi, ini sudah terlalu lama. Kita (MU-Leeds) adalah tim hebat pada masa itu. Saya suka tensi yang dibangun sebelum laga, juga ketika mereka menguji kami dengan kualitasnya. Banyak kenangan indah,” ucapnya pada konferensi pers jelang laga.
Pertarungan ini, sepengalaman Solskjaer, selalu berlangsung keras. Dalam duel terdahulu, tekel-tekel tinggi beterbangan merupakan hal lumrah. Kontak fisik keras itu sering dibarengi juga dengan adu mulut antarpemain. Semua terjadi karena duel punya makna lebih bagi klub dan penggemar.
Status musuh abadi bukan jargon belaka. Penduduk kota Leeds dan Manchester sudah berseteru, bahkan sebelum era sepak bola. Pada abad ke-15, penduduk Leeds yang bagian dari Yorkshire dan penduduk Manchester yang berada dalam Lanchasire terlibat dalam perang saudara Kerajaan Inggris.
Ketika itu, Yorkshire dilambangkan dengan mawar putih, sedangkan Lanchasire dijuluki sebagai mawar merah. Ciri khas itu terbawa hingga kini. Dua warna kontras menjadi warna identik klub masing-masing. Duel Leeds dan MU pun dijuluki sebagai Derbi Mawar.
Persaingan intens sepak bola baru mulai sejak era 1960-an ketika tim mereka berada dalam puncak persaingan bersama dua pelatih hebat. MU bersama Sir Matt Busby, sementara Leeds dengan Don Revie.
Pendukung Leeds selalu menjadi pemantik rivalitas Derbi Mawar. Kebencian lebih mengakar bagi mereka. Itu karena berkali-kali, pemain terbaik mereka dicuri sang rival. Mulai dari Gordon McQueen, Erik Cantona, hingga Rio Ferdinand.
Luka paling membekas adalah saat kepindahan McQueen pada 1978. Ketika itu, dia berkata, 99 persen pemain ingin pindah ke MU, sedangkan 1 persennya berbohong. Padahal, McQueen sudah mengucap janji setia seumur ke hidup kepada Leeds sebelum pindah.
Jika diibaratkan, Leeds dan Mancehster memang sudah ditakdirkan sebagai musuh. Dengan semua yang pernah terjadi, tak heran jika pendukung Leeds menolak penghormatan ketika Busby meninggal pada 1994. Pada saat semua stadion melakukan seremoni diam selama 1 menit, pendukung Leeds justru bersorak, ”Hanya ada satu Don Revie”.
Senjata Bielsa
MU masih membawa perseteruan masa lalu, dengan keterlibatan Solskjaer di dalamnya. Berbeda dengan Leeds, mereka kini hanya akan menatap masa depan bersama manajer veteran berfilosofi menyerang, Marcelo Bielsa.
Bielsa dengan tegas berkata, tidak akan mengubah filosofi menyerang ketika bertandang ke Old Trafford. Meski gaya bermain itu hanya menghasilkan 2 kemenangan dari 7 laga terakhir, semua sepadan ketika mereka bisa menang. Seperti ketika Leeds menghancurkan Newcastle, 5-2, tengah pekan lalu.
Tidak hanya itu, Bielsa juga menjanjikan determinasi dan agresivitas anak asuhnya. Dia akan meminta para pemain lari sebanyak mungkin. ”Berlari sangat berarti karena menunjukkan pengorbanan. Hal itu memberikan energi kepada tim sekaligus menyulitkan tim lawan,” katanya.
Efisiensi striker Leeds, Patrick Bamford, bisa menjadi kunci tim tamu. Sejauh ini, mereka menjadi tim dengan tendangan ke gawang terbanyak kedua di liga, melampaui banyak tim besar lain, termasuk MU. Namun, penyelesaian akhir lini depan yang dipimpin Bamford masih kurang menggigit.
Jika tidak mampu efisien, Leeds akan menjadi korban ”Setan Merah” berikutnya. Skuad asuhan Solskjaer baru saja mencatat rekor 10 kemenangan beruntun di tandang.
Rekor itu cukup beralasan. MU lebih menyeramkan saat bertandang karena tim lawan lebih terbuka. Saat bersamaan, mereka bisa menggunakan senjata utama khas Solskjaer, serangan balik cepat.
MU punya segalanya untuk bermain serangan balik. Mereka punya kreativitas dan magis dari kaki Bruno Fernandes, serta kecepatan duo striker Marcus Rashford dan Anthony Martial. Senjata itu yang bisa memperpanjang rekor tidak pernah menang Leeds di Old Trafford sejak 1981. (AP/REUTERS)