Rencana pemotongan gaji para pemain di Liga Inggris menimbulkan polemik. Langkah itu dinilai kontradiktif dengan upaya penanganan pandemi Covid-19.
Oleh
D HERPIN DEWANTO PUTRO
·4 menit baca
LONDON, MINGGU - Pandemi Covid-19 menguji empati klub-klub Liga Inggris yang sedang menghadapi situasi sulit. Klub berusaha menghindari kerugian besar akibat penundaan kompetisi. Namun, kecaman muncul karena klub berencana mengambil langkah yang justru memperberat beban negara dalam mengantisipasi pandemi.
Langkah klub yang dikecam itu terutama pemotongan gaji pemain, yang diperkirakan mengurangi pendapatan pajak hingga lebih dari 200 juta pounds (Rp 4 triliun). Padahal, pajak tersebut dapat digunakan antara lain untuk membiayai tenaga medis yang saat ini berjibaku menangani pasien Covid-19.
Pengelola Liga Primer Inggris telah berdiskusi dengan klub membahas upaya mencegah kerugian klub, akhir pekan lalu. Dalam pembahasan itu, pengelola liga dan klub mengajukan tawaran memotong gaji para pemain sebesar 30 persen.
Gagasan untuk memotong gaji pemain itu turut didorong pernyataan Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock yang mendesak para pemain untuk mengambil peran. Apalagi, gaji para pemain sangat besar. ”Ketika banyak orang sudah berkorban, hal pertama yang harus dilakukan pemain Liga Inggris adalah ikut berkontribusi,” ujar Hancock seperti dikutip BBC.
Bagi klub, memotong gaji pemain bisa menjadi solusi menekan pengeluaran dan mencegah klub mengalami kerugian lebih besar. The Telegraph menyebut klub Liga Primer secara keseluruhan berpotensi merugi hingga 1,137 miliar pounds (Rp 23 triliun). Kerugian itu berasal dari hilangnya pendapatan hak siar televisi, tiket pertandingan, dan kewajiban membayar gaji.
Kerugian itu muncul karena penundaan hampir seluruh kompetisi sepak bola di Eropa dan dunia sejak tiga pekan lalu. Tidak ada yang mengetahui pasti kapan pandemi akan berakhir dan kompetisi bisa bergulir kembali.
Menanggapi hal itu, pihak pemain yang diwakili Asosiasi Pesepakbola Profesional (PFA) merasa keberatan. ”Pemotongan gaji ini akan merugikan Pelayanan Kesehatan Nasional (NHS) dan lembaga lainnya yang dibiayai pemerintah,” demikian pernyataan resmi PFA, Minggu (5/4/2020).
Pemotongan gaji seluruh pemain Liga Primer sebanyak 30 persen setahun setara dengan 500 juta pounds (Rp 10 triliun). Otomatis beban pajak yang harus ditanggung para pemain berkurang dan negara berpotensi kehilangan pendapatan pajak lebih dari Rp 4 triliun.
Jika langkah pemotongan gaji jadi dilakukan klub, para pemain hanya akan berkontribusi meringankan beban klub. Kontribusi pemain dalam konteks penanganan wabah virus korona seperti yang diharapkan Hancock tidak akan tercapai. ”Apakah Liga Primer dan Hancock mempertimbangkan hal ini sebelum meminta pemain memotong gajinya,” ujar PFA.
Sudutkan pemain
Mantan kapten tim nasional Inggris yang kini bermain untuk Derby County, Wayne Rooney, mengatakan, para pemain sebenarnya sangat bersedia membantu menangani krisis akibat Covid-19. Namun, situasi saat ini justru membuat mereka tersudut dan seolah menjadi kambing hitam.
Rooney menekankan, tidak semua pemain mendapat penghasilan yang tinggi. Rencana pemotongan gaji pun tidak bisa dipukul rata. ”Saya sekarang bisa memberikan sesuatu untuk membantu. Namun, tidak semua pemain berada dalam posisi seperti saya,” tulis Rooney dalam kolomnya di The Sunday Times.
Pemain, kata Rooney, dalam situasi yang sulit dan ibarat memakan buah simalakama. Jika menolak (untuk dipotong gajinya), mereka akan dianggap tidak punya hati. Namun, jika menyetujui pemotongan gaji, pemain akan merasa bersalah karena justru mengurangi pajak negara.
Sebelumnya, beberapa pemain juga sudah menyampaikan keinginan untuk membantu penanganan wabah, salah satunya pemain Newcastle United yang dipinjam dari Tottenham Hotspur, Danny Rose. Para kapten klub di Liga Primer juga sudah membahas langkah yang bisa mereka lakukan untuk ikut berkontribusi.
Sementara itu, mantan pemain beramai-ramai mengkritik Liverpool yang mengikuti jejak klub lain seperti Spurs, Bournemouth, dan Newcastle yang merumahkan karyawan. Ketika dirumahkan, karyawan yang bersangkutan dapat mengklaim 80 persen gajinya kepada pemerintah. Adapun Liverpool berjanji akan menutup sisa 20 persen gaji mereka.
Langkah Liverpool dan klub lainnya dinilai semakin memberatkan pemerintah dalam menangani pandemi. Klub-klub tersebut seolah mengoper beban mereka kepada pemerintah. Mantan pemain Liverpool, Jamie Carragher, kecewa karena pelatih (Juergen Klopp) dan para pemain sebetulnya sudah menunjukkan empati. “Kini respek itu telah hilang,” tulis Carragher melalui twitter. (AP/AFP/REUTERS)