JAKARTA, KOMPAS – Peluang Indonesia meraih emas pada cabang angkat besi di Asian Games Jakarta-Palembang 2018 bisa jadi akan menjadi sangat sulit. Hal itu menyusul mendaftarnya China pada semua nomor cabang tersebut, meskipun mereka masih terkena sanksi hingga Oktober 2018. Informasi itu sontak menggemparkan para atlet dan pelatih angkat besi Indonesia yang tadinya tidak mempertimbangkan persaingan dengan China pada pesta olahraga Asia ke-18 ini.
Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Olahraga, Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, dan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABBSI) Alamsyah Wijaya dihubungi dari Jakarta, Senin (16/7/2018), mengatakan, pasca penutupan entry by name atau pendaftaran nama atlet yang akan berpartisipasi di Asian Games, PB PABBSI mendapati China mendaftar di semua nomor cabang angkat besi. Bahkan, mereka mendaftarkan para atlet terbaiknya yang pernah mendapatkan medali di Olimpiade dan kejuaraan dunia.
Informasi itu sangat mengejutkan. Pasalnya, federasi angkat besi China statusnya masih dilarang untuk ikut di semua kejuaraan internasional setelah Komite Olimpiade Internasional (IOC) menemukan 31 lifternya dinyatakan menggunakan doping. Keputusan itu menyusul hasil analisis ulang yang dilakukan IOC terhadap sampel urine para atlet yang berpartisipasi di Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012.
Menurut aturan Federasi Angkat Besi Internasional (IWF), jika ada tiga lifer atau lebih dari suatu federasi terbukti doping, maka yang disanksi bukan hanya lifter bersangkutan, melainkan federasinya selama satu tahun. Untuk itu, China dilarang mengikuti semua kejuaraan angkat besi internasional selama Oktober 2017 hingga Oktober 2018. “Seharusnya, mereka belum bisa tampil di Asian Games kali ini,” ujar Alamsyah.
Terkait temuan itu, Alamsyah melanjutkan, pihaknya akan berupaya menyurati IWF untuk menanyakan keabsahan China dalam pendaftaran itu. Apa mereka benar-benar bisa tampil atau tetap tidak boleh. “Kami harap Inasgoc (Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia) juga proaktif untuk mengusut pendaftaran tersebut,” katanya.
Atlet khawatir
Atlet angkat besi Indonesia di nomor 62 kilogram Eko Yuli Irawan menuturkan, terkait informasi itu, para atlet tidak bisa menutupi keresahannya. Walau bagaimana pun, China adalah momok di dunia angkat besi internasional. Para lifternya terkenal tangguh sehingga sering juara Olimpiade dan kejuaraan dunia.
Di sisi lain, sejak awal persiapan Asian Games, Indonesia sudah terlanjur berlatih tanpa mempertimbangkan persaingan dengan China. Atas dasar itu, muncul target cukup tinggi, yakni PB PABBSI mencanangkan bisa meraih dua emas di Asian Games ini.
“Target angkatan yang kita latih memang tidak mempertimbangkan untuk menyaingi angkatan lifter-lifter China,” tutur Eko, peraih perak Olimpiade Rio 2016, serta perak di Olimpiade London 2012 dan Beijing 2008 itu.
Terlepas benar atau tidak China akan tampil, Eko menyampaikan, mau tak mau sekarang para atlet harus mengoptimalkan latihan selama sebulan jelang Asian Games ini. Mereka harus berlatih lebih ekstra untuk mengantisipasi China benar-benar ikut di ajang kali ini. “Kita akan tetap melakukan persiapan seoptimal mungkin. Tapi, dengan waktu cuma satu bulan, tentu kita semua jangan terlalu berharap banyak jika China benar-benar tampil,”ujar atlet asal Lampung tersebut.
Deputi I Bidang Operasional Pertandingan Inasgoc Harry Warganegara mengutarakan, informasi mengenai mendaftarnya China di cabang angkat besi itu memang benar. Namun, dengan pendaftaran tersebut tidak serta-merta mereka bisa tampil di Asian Games. “Semua negara bisa mendaftar. Itu sah-sah saja,” katanya.
Bisa atau tidak atlet yang didaftarkan itu tampil di Asian Games, semuanya masih diverifikasi Inasgoc bersama federasi Asia cabang-cabang terkait, Lembaga Anti Doping Dunia (WADA), dan Dewan Olimpiade Asia (OCA). Bila ada atlet ataupun federasi yang bermasalah ataupun masih berstatus disanksi, tentu mereka tidak akan bisa tampil di Asian Games ini. “Proses verifikasinya masih dilakukan. Hasilnya baru akan diumumkan sebelum acara DRM (Rapat Delegasi Registrasi) pada 30 Juli nanti,” tegas Harry.
Vaksin untuk atlet
Sementara itu, 120 atlet Asian Games mendapatkan vaksinasi influenza dari Kementerian Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan lembaga vaksin asal Filipina yang berbasis di Jakarta, Sanofi Pasteur Indonesia. Atlet-atlet yang mendapatkan vaksinasi itu, antara lain dari cabang sepak bola (PB PSSI) 18 atlet, angkat besi (PB PABSSI) 17 atlet, balap sepeda (PB ISSI) 17 atlet, atletik (PB PASI) 17 atlet, bulu tangkis (PB PBSI) 14 atlet, basket (PB PERBASI) 12 atlet, dan manajer serta pelatih dari semua cabang-cabang tersebut.
Proses vaksinasi dilakukan di ruang auditorium Kantor Kemenpora, Jakarta, Senin (16/7/2018). Para atlet banyak yang ketakutan ketika akan disuntik vaksin. Namun, karena dorongan rekan dan pelatih, akhirnya yang takut itu satu per satu berani disuntik.
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, Kemenpora Mulyana mengatakan, ini adalah untuk pertama kalinya para atlet Indonesia divaksin flu sebelum ikut suatu ajang. Vaksin terkesan mendadak karena memang proses pengadaan vaksinnya baru tiba pada akhir Juni. Di sisi lain, kerjasama dengan Sanofi Pasteur Indonesia pun baru dilakukan beberapa bulan ini.
"Adapun vaksin hanya diberikan kepada 120 atlet dari total 940 atlet Indonesia di Asian Games ini karena jumlah vaksin tersedia memang baru 120. Di sisi lain, tidak semua cabang juga bersedia divaksin. Sebab, setelah divaksin, atlet akan mengalami masa inkubasi selama dua minggu yang bisa jadi membuat atlet tersebut demam. Kalau itu terjadi, tentu latihan juga bisa terganggu. Untuk itu, banyak pula cabang yang tidak berpartisipasi, selain ada pula yang sudah melakukan vaksin sendiri," tuturnya.
Vaksin ini dinilai sangat penting untuk para atlet. Dokter spesialis pada Pusat Pengembangan Iptek dan Kesehatan Olahraga Nasional (PP-ITKON) Hariyono menjelaskan, pada kondisi normal, olahraga akan membentuk kekebalan tubuh secara alami. Sehingga, orang tersebut akan cenderung lebih kuat terhadap penyakit ataupun virus.
Namun, untuk mempersiapkan diri ke Asian Games, atlet cenderung akan melakukan latihan lebih keras. Kondisi itu sebaliknya bisa memicu tubuh terlampau lelah dan membuat daya tahan tubuh justru menurun. Bila itu terjadi, atlet sekali pun akan rentan terkena penyakit ataupun virus.
"Olahraga orang normal intensitasnya biasanya 60-80 persen dari denyut jantung maksimal. Namun, seorang atlet untuk kejuaraan internasional, seperti Asian Games, bisa berlatih dengan intensitas mencapai 80-90 persen dari denyut jantung maksimal. Latihan mereka pun bisa lebih dari batas normal, yakni di atas 90 menit. Situasi itu justru akan menjadi over training (latihan berlebihan) yang membuat kondisi tubuh terlampau lelah dan daya tahan tubuh bisa menurun," ujar Hariyono.
Atas dasar itu, Hariyono menyampaikan, vaksin flu itu sangat penting untuk atlet Asian Games. Apalagi dengan diberi vaksin, atlet akan kebal dari flu sampai setahun ke depan. "Atlet kan orang yang punya aktivitas tinggi dan mobilitas tinggi. Selain bergerak, mereka akan sering bertemu dengan orang banyak. Dengan vaksin, itu bisa melindungi mereka dari penyebaran virus flu dari orang-orang yang mereka temui," pungkasnya.