Dulu, aplikasi kencan identik digunakan untuk mencari jodoh. Kini, bayak orang yang memanfaatkannya untuk kenalan dengan orang baru, sarana untuk ngobrol, memperluas pergaulan, atau bahkan mengusir rasa bosan.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·6 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aplikasi Bumble menjadi salah satu aplikasi kencan dan mencari teman baru yang populer di kalangan mahasiswa.
Dulu, aplikasi kencan identik digunakan untuk mencari jodoh. Kini, bayak orang yang memanfaatkannya untuk kenalan dengan orang baru, sarana untuk ngobrol, memperluas pergaulan, atau bahkan mengusir rasa bosan. Apa pun tujuannya, penting diingat mengenai risiko penipuan dan kejahatan siber. Pemakai aplikasi perlu waspada dan bijaksana dalam menggunakannya.
Lala (22) tertarik menggunakan aplikasi kencan Bumble sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Mahasiswa yang kuliah di Tangerang ini merasa penasaran dengan aplikasi itu karena banyak teman menggunakannya. Namun, berbeda dengan kebanyakan orang lainnya yang memakai aplikasi untuk cari pasangan, Lala tertarik mencari teman baru.
”Waktu itu aku pakai Bumble untuk cari teman ngobrol aja. Soalnya pandemi aku merasa bosan dan aplikasi itu sedang tren, jadi aku coba,” ujarnya, di Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (18/5/2023).
Aplikasi Bumble dipilih atas saran seorang teman. Aplikasi ini punya keunikan, yaitu pengguna perempuan menjadi pihak pertama yang memulai pembicaraan. Hal ini membuat Lala merasa lebih aman dan nyaman menggunakan karena ia bisa memilih dengan siapa dirinya akan berbicara. Selain itu, Bumble juga menyediakan fitur di mana penggunanya bisa memilih antara ingin menggunakan aplikasi untuk mencari teman atau pasangan.
”Jadi interaksinya nyaman karena kalau match, tujuannya mau mencari teman,” ujar Lala.
Sejak awal, Lala memang tidak menggunakan aplikasi kencan untuk mencari pasangan. ”Cari pacar di Bumble atau aplikasi lain kemungkinan agak susah karena mungkin mereka sudah match dan komunikasi dengan orang lain. Jadi, aku nggak berharap banyak,” ujarnya.
Lala menginstal Bumble sejak Maret atau April 2022. Sekarang ia sudah tidak memakai aplikasi itu lagi karena sudah sering ke kampus sehingga ia bisa bertemu dengan banyak orang. Ia juga sudah tidak lagi merasa bosan karena banyak aktivitas yang dikerjakan.
Siska (22), mahasiswa di Jakarta Selatan, juga menggunakan Bumbleuntuk mendapatkan teman baru. ”Aku hanya untuk cari teman baru di tengah kondisi pandemi. Saat itu ada pembatasan sosialisasi dengan orang lain,” katanya, Rabu (17/5/2023).
Ia tertarik menggunakan Bumble karena pengguna perempuan bisa leluasa memulai pembicaraan pertama kali. ”Kalau feeling ketika liat bio atau muka cowok kurang sesuai (kriteria), aku langsung swipe left. Di aplikasi itu juga jelas banget background orangnya dan terverifikasi, dan so far lebih berkualitas, gak mencurigakan,” ungkapnya.
Siska menggunakan aplikasi sejak April 2022. Tiga bulan kemudian, atau pada Juli 2022, Siska berkenalan dengan seorang pria. Mereka pun sering ngobrol di aplikasi tersebut. Setelah merasa bahwa sosok yang baru dikenalnya ini bisa dipercaya, Siska memberikan kontak pribadinya dan mereka melanjutkan obrolan tersebut di luar aplikasi kencan.
”Setelah dari chat di Bumble, tukeran sosial media, stalking dulu, abis itu kalo dirasa ada ketertarikan baru chatting yang pelan-pelan berlanjut call atau video call.Setelah beberapa bulan udah pede baru ketemu face to face, kalo lanjut, ya, masuk PDKT,” ujar Siska.
Menjalin hubungan dengan seseorang yang dikenal melalui aplikasi kencan bukan hal yang mudah. Siska harus mencari informasi tentang siapa pria tersebut dan bagaimana lingkungan pergaulannya. Setelah mengumpulkan semua informasi, ia baru bisa memutuskan untuk berpacaran. Siska juga harus kerja ekstra untuk memahami sifat pacarnya.
Meski kini hubungannya sudah berakhir, Siska menyebut keputusannya untuk berpacaran dengan seseorang yang dikenalnya dari aplikasi kencan bukan hal yang perlu disesali. Ia menyebut hubungan itu menjadi salah satu pengalaman hidupnya. ”Kalau ditanya nyesel atau gak, jawabannya gak. Hubungan kemarin dijadiin pengalaman baru aja,” tutur Siska.
Situs kencan online sudah muncul sejak tahun 1990-an. Hingga saat ini, situs berkembang menjadi berbagai macam aplikasi yang dapat dipilih oleh pengguna. Sebutlah Bumble, Tinder, Coffee Meets Bagel (CMB), OKCupid, Tantan, dan masih banyak lagi. Setiap aplikasi punya keunikan fitur masing-masing yang dapat dimanfaarkan oleh penggunanya.
Adira (20), mahasiswa di Jakarta Pusat, menggunakan aplikasi kencan bukan untuk mencari pasangan, tetapi untuk memperluas relasinya. ”Jadi, aku mikirnya lebih ke cari relasi dan networking di kota besar aja. Ingin bisa kenal orang-orang baru yang kerja di bidang bermacam-macam dan bisa jadi teman sharing aja,” tuturnya.
Untuk dapat kenalan baru, Adira menggunakan aplikasi Coffee Meets Bagel (CMB) karena sesuai dengan preferensi relasi yang dipilihnya. ”Menurutku, orang-orang yang pakai Coffee Meets Bagel itu sesuai dengan preferensi target relasi yang ingin kucari, yakni orang Chinese. Jadi, sebelum aku unduh, aku sudah riset tentang beberapa aplikasi dan aku nggak mengunduh aplikasi yang tidak esuai dengan preferensiku,” ujarnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aplikasi Bumble menjadi salah satu aplikasi kencan dan mencari teman baru yang populer di kalangan mahasiswa.
Penggunaan aplikasi kencan diwarnai oleh pengalaman-pengalaman yang beragam. Berkat aplikasi kencan, Nabil (21), mahasiswa di Depok, Jawa Barat, jadi kenal orang baru. Beberapa orang di antaranya masih menjadi teman akrab di dunia nyata. ”Aplikasi kencan bisa memperluas lingkaran pertemananku, nggak cuma teman-teman sekampus,” ujarnya.
Walaupun aplikasi kencan ini memiliki berbagai manfaat yang dapat membawa orang menemukan teman baru atau bahkan pasangan tanpa terpengaruh batasan jarak dan waktu, penggunaan aplikasi ini juga mempunyai risiko. Selain penipuan, terdapat pula banyak kasus kekerasan jender berbasis online.
Psikolog Wiloka Workshop Yogyakarta, Lucia Peppy Novianti, mengingatkan agar pengguna untuk selalu bijak dan waspada akan risiko kejahatan siber yang akan terus ada selama berselancar di aplikasi kencan. Lucia menuturkan, pengguna harus selalu bersikap bijak dan cerdas dalam memanfaatkan aplikasi kencan ini. ”Bagaimana kita menunjukkan profil diri kita, seberapa kita terbuka akan foto-foto yang kita tampilkan, itu sangat perlu diperhatikan,” ujarnya.
Prinsip dasarnya adalah media sosial itu terbuka dan bisa diakses semua orang sehingga tidak ada anonimitas ketika kita sudah memilih untuk membukanya. (Akibat) selalu ada risiko kejahatan siber. ”Jangan sampai karena sudah merasa sangat butuh punya pasangan, jadi lupa untuk waspada,” ujar Lucia.
Selain itu, Lucia juga mengingatkan prinsip kedua yang tidak kalah pentingnya, yakni terkait pola pikir. ”Masukkan pula ke mindset kita bahwa di dalam media sosial tidak ada seratus persen realita karena dasarnya, orang ingin menampilkan apa yang ingin ditampilkan. Ada namanya filter, pengkondisian, dan sebagainya. Ini perlu dimasukkan ke pikiran kita supaya terbiasa (untuk) cross check dan terbuka pikirannya,” katanya.
Ia mencontohkan penampilan seseorang sangat mudah diubah di media sosial. ”Ini bukan hanya tentang penipuan, tetapi juga untuk kesehatan mental kita. Jangan sampai kita menganggap bahwa apa yang ada di aplikasi adalah realitas sehingga kita sakit hati ketika mengetahui realitasnya tidak sesuai,” ujar Lucia.
Ia juga menyebutkan, aplikasi kencan itu adalah bentuk kekinian dan pemanfaatan teknologi atas proses yang sebetulnya sejak dahulu sudah ada, yaitu mak comblang. Mengikuti perkembangan zaman, bentuknya kini menjadi aplikasi yang tidak terbatas ruang dan waktu.
Lucia menjelaskan bahwa terdapat banyak hal yang dapat mendorong seseorang untuk menggunakan aplikasi kencan ini, mulai dari kepraktisan, tren, dan perubahan sosial. ”Interaksi yang dahulu harus memiliki aspek domain atau ruang dan interaksi fisik, kini berubah di era disruptif menjadi tidak terbatas seiring dengan perubahan budaya dan pola hidup masyarakat, dan termasuk berkencan itu sendiri,” ujarnya. (*/**)
Kolaborasi dengan Peserta Intern Kompas:
- Aurelia Tamirin, Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia
- Alethea Pricila Sianturi, Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara
Editor:
MOHAMMAD HILMI FAIQ
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.