Setelah mengeluarkan empat album dan tiga nominasi Grammy Awards, pianis jazz kelahiran Indonesia Joey Alexander mengeluarkan album terbarunya bertitel ”Warna” di label legendaris Verve Records.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·5 menit baca
Julukan ”bocah ajaib” atau ”kid prodigy” sepertinya tak laik lagi disandang pianis jazz Joey Alexander sebab di tahun 2020 ini dia akan berusia 17 tahun. Pertumbuhannya memberi dia horizon baru, yang ia guratkan di album terbarunya. Setelah mengeluarkan empat album di label independen, Joey akhirnya mencatatkan namanya di label jazz legendaris, Verve Records.
Sebut saja nama-nama besar dalam kancah jazz: Billie Holiday, Nina Simone, Stan Gertz, Bill Evans, Ella Fitzgerald, Charlie Parker, Louis Armstrong, atau yang lebih kontemporer seperti Herbie Hancock, Wayne Shorter, hingga Chris Botti. Semua pernah menghasilkan album di bawah panji Verve Records. Band The Velvet Underground atau The Mothers of Invention adalah perwakilan kubu rock di label yang dibentuk Norman Granz pada 1956.
Terhitung sejak Mei 2019, nama Joey ada di katalog mereka. ”Aku merasa terhormat menjadi bagian dari label (rekaman) bersejarah seperti mereka. Aku tak sabar menyuguhkan musik terbaruku ke seluruh dunia,” kata Joey, seperti dikutip dari situs majalah jazz bergengsi, Jazz Times.
Album baru itu keluar delapan bulan setelah Joey resmi dikontrak Verve Records. Dia mempertahankan bahasa ibunya sebagai judul album, yaitu Warna. Di sini, dia memimpin trio yang bertumpu pada piano dengan disokong pemain bas Larry Grenadier dan drumer Kendrick Scott. Permainan perkusi Luisito Quintero dan flute dari Anne Drummond mewarnai beberapa lagu.
Tembang ”Warna”, sebagai pembuka, menyuguhkan permainan perkusi Luisito yang lincah. Pukulan cepat tangan Luisito ibarat sapaan hangat bagi pendengar. Sementara tiupan flute Anne Drummond panjang terdengar di lagu ”We Here”. Sumbangsih dua musisi tamu itu menyelimuti kekompakan paduan trio Joey, Larry, dan Kendrick. Ketiganya telah lama main bersama pada berbagai pertunjukan Joey Alexander.
”Aku ingin membagikan kepada orang-orang karya orisinalku yang berdasarkan pengalaman di perjalanan dan tampil dengan berbagai musisi, serta segala percakapan musikal yang aku alami,” kata Joey tentang album Warna, seperti dikutip dari laman Umusic.ca, situs milik Universal Music—salah satu raksasa di industri rekaman—yang membawahi Verve Records. Album ini juga diedarkan dalam format piringan hitam, album pertamanya dalam rupa cakram berdiameter 12 inci.
Seperti yang dia katakan, Warna tak ubahnya jurnal perjalanan. Joey mengalirkan apa pun yang ia lihat, dengar, dan rasakan dari perjalanan itu ke dalam alunan melodi. Tembang ”Downtime”, misalnya, ditulis Joey untuk mengenang masa-masa menyenangkan di belakang panggung; berkelana di kota singgah, atau sekadar meriung bersama teman dan keluarga.
Album berdurasi satu jam lebih sedikit ini memuat 12 tembang. Sepuluh di antaranya merupakan karya orisinal Joey. Dua lagu lainnya adalah interpretasi dia terhadap lagu lama, yaitu ”Fragile” yang dipopulerkan Sting, juga ”Inner Urge” dari Joe Henderson.
Album Warna menyusul empat album sebelumnya, yang diproduksi oleh Motema Music, sebuah label independen di ranah jazz yang didirikan Jana Herzen pada 2003. Berturut-turut, album sebelumnya adalah My Favorite Things (2015), Countdown (2016), Joey. Monk. Live! (2017), dan Eclipse (2018). Di setiap album itu, Joey lebih banyak memainkan lagu gubahan orang, berbanding terbalik dengan album Warna ini.
Album perdananya pernah jadi nomine Grammy Awards 2016 di kategori Best Jazz Instrumental Album dan salah satu lagu di dalamnya, ”Giant Step”, jadi nomine kategori Best Improvised Jazz Solo. Setahun kemudian, namanya beredar lagi di jajaran nomine Grammy untuk lagu ”Countdown” dari album kedua di kategori Best Improvised Jazz Solo.
Piala berbentuk gramafon emas itu memang belum jadi miliknya. Namun, capaian tiga nominasi di ajang Grammy tak banyak dialami musisi yang usianya belum genap 17 tahun. Perlu juga diingat bahwa Joey pernah memenangi piala Grand Prix di ajang Master Jam Fest 2013, yang kala itu dihelat di Ukraina. Setahun kemudian, Joey jadi sensasi kala tampil memukau di program Jazz at Lincoln Centre. Dia diundang secara pribadi oleh musisi Wynton Marsalis, direktur program yang bergengsi itu untuk tampil di New York, kota tempat tinggal Joey sekarang.
Mudik lagi
Setelah ”merantau” di Amerika Serikat, pianis kelahiran Denpasar, Bali, ini pernah beberapa kali menggelar konser di Tanah Air, di antaranya tahun 2016 dan 2017. Pada 2020 ini, Joey dipastikan jadi salah satu penampil utama pada perhelatan Prambanan Jazz International Music Festival pada awal Juli mendatang.
Promotor festival, Rajawali Indonesia menempatkan Joey Alexander menjadi pertunjukan spesial pada hari pertama, tanggal 3 Juli 2020. ”Sosok Joey sendiri sangat spesial. Dia adalah orang Indonesia pertama yang pernah jadi nomine Grammy, dua tahun berturut-turut lagi. Apalagi dia mencapai itu ketika masih sangat remaja,” kata Anas Syahrul Alimi, CEO Rajawali Indonesia Communications di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Format pertunjukan Joey di pelataran Candi Prambanan, Jateng, itu akan berupa trio. Namun, belum jelas apakah trio yang dimaksud adalah formasi seperti di album Warna atau formasi saat konser di Jakarta 2017 yang berisi Joey, basis Dan Chmielinski, dan drumer Ulysses Owens Jr.
”Sebenarnya saya sudah sejak tahun 2017 berusaha memanggungkan Joey di Prambanan Jazz, terus berulang setiap tahun. Dia (Joey) excited main di Indonesia, tetapi jadwalnya belum ketemu. Baru pada tahun lalu, agensinya mengirim daftar musisi jazz dunia dan ada nama Joey di daftar itu. Tanpa pikir panjang, langsung saya ’ambil’ Joey dan segera menyepakati kontraknya,” kata Anas.
Agensi itu juga menaungi musisi jazz tenar lain, seperti grup The Manhattan Transfer, Bobby McFerrin, Bob James, hingga Chick Corea. Tak satu pun dari nama besar itu yang main di Prambanan tahun ini. Joey adalah pilihan utama.
Menurut Anas, Joey kini telah menjelma sebagai ikon jazz dunia. Oleh karena itu, namanya sangat layak jadi penampil utama di festival tahunan itu. Anas menerapkan standar bahwa penampil utama di festivalnya, setidaknya, pernah jadi nomine Grammy Awards, misalnya Diana Krall yang pernah manggung di Prambanan tahun 2018. Nah, menonton Joey di negaranya sendiri adalah pengalaman berharga dan langka.