Saat ini banyak komunitas bermunculan yang menawarkan beragam aktivitas untuk menarik perhatian masyarakat. Menyambut tahun baru 2020, beberapa komunitas menggelar kegiatan unik dan menarik.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
Saat ini banyak komunitas bermunculan yang menawarkan beragam aktivitas untuk menarik perhatian masyarakat. Menyambut tahun baru 2020, beberapa komunitas menggelar kegiatan unik dan menarik. Harapannya, kegiatan tersebut bisa menyimpan kesan mendalam di hati para anggota komunitas.
Komunitas Historia Indonesia (KHI) menggelar acara Menginap di Museum pada Sabtu (28/12/2019) malam hingga Minggu pagi di Museum Bahari Jakarta. Acara ini terbuka untuk umum dengan membayar sejumlah uang untuk biaya makan dan kegiatan. Peserta diminta membawa perlengkapan tidur seperti tikar, kasur, atau kantung tidur, serta selimut yang bisa digelar di lantai kafe di dalam museum.
Pada Sabtu pukul 19.00, sekitar 50 peserta yang terdiri dari anak-anak, anak muda, hingga orangtua bersama rombongan berkumpul di dalam kafe Museum Bahari di Jakarta. Sambil berkenalan satu sama lain, para peserta menikmati beragam menu makan malam dan minuman hangat.
Mereka bercengkrama dalam suasana yang santai. Beberapa peserta mengenakan pakaian kasual, malah ada yang pakai baju tidur. Para peserta duduk berkelompok di atas tikar sembari menyimak diskusi di acara tersebut.
Museum Bahari merupakan bekas gudang milik Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) dan dibangun bertahap pada 1652-1759. Di kala itu, bangunan menjadi gudang transit rempah-rempah dari Nusantara sebelum dikirim ke negara lain dengan kapal.
Acara tersebut menghadirkan sejumlah kalangan milenial. Ada Raditya Nurlita, Ketua Bidang Lingkungan Hidup di Rumah Millenilas yang juga aktivis lingkungan hidup berbagi kisah tentang pengelolaan sampah. Sekaligus ajakan bagi peserta untuk berkomitmen punya gaya hidup ramah lingkungan yang dimulai dari diri sendiri.
Hadir pula Taufan Teguh Akbari, pendiri Rumah Millenials yang juga salah seorang penggagas Hari Komunitas Nasional. Dia berbagi kisah soal kiprah para milenial Indonesia yang positif lewat berbagai komunitas. Banyak local heroes dari berbagai daerah yang muncul meskipun jauh dari pemberitaan media massa nasional, namun tetap punya minat dan semangat untuk melakukan kegiatan bermanfaat dan bermakna bagi masyarakat lokal.
Sementara itu, Kepala Subbagian Tata Usaha Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta Bambang Ismadi menyambut gembira KHI dan Sahabat Museum yang menggagas acara kunjungan ke museum secara menarik. “Kami merasa bangga kalau ada yang berkunjung ke museum. Belajar di museum, ya sama dengan belajar peradaban manusia. Jangan lagi museum dianggap seram,”ujar Bambang.
Bambang menyebutkan kafe yang jadi tempat menginap peserta merupakan lokasi gudang rempah-rempah di Indonesia pada 1652, yang merupakan komoditas unggulan VOC Jaman penjajahan Belanda. Ketika Jepang masuk, lokais ini jadi gudang peralatan perang Jepang. Ketika Indonesia merdeka, lokasi ini jadi gudang. Sampai akhirnya disulap jadi Museum Bahari di tahun 1977.
Diskusi semakin menarik, ketika Pendiri KHI Asep Kambali menggambarkan kondisi museum di berbagai daerah di Indonesia. Ada museum unik, semisal Museum Nyamuk yang ada di Pangandaran, Jawa Barat. Museum ini belum dikenal banyak orang.
Lebih seru lagi ketika ada salah satu peserta bertanya tentang harga tiket masuk museum yang murah, namun kondisi sebagian besar museum memprihatinkan, tidak menarik. “Äda lho tiket masuk museum yang mulai dari Rp 500. Terus, gimana museum mau dikembangkan dengan menarik, kalau ada museum di daerah yang dikasih anggaran Rp 19 juta per tahun,”ujar Asep.
Keseruan Menginap di Museum yang digelar KHI tak berhenti di acara diskusi. Ketika gelap malam semakin pekat, peserta dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing didampingi pemandu professional. Berbekal senter atau lampu sorot dari handphone, peserta diajak mengelilingi area museum dengan berbagai koleksinya. Dalam kegelapan malam, kadang-kadang peserta kaget ketika melihat sosok patung yang berdiri di dalam ruangan.
Setelah menjelajahi area museum dengan cahaya yang terbatas sekitar 1,5 jam, peserta kembali berkumpul ke kafe. Acara dilanjutkan dnegan nonton film bertema sejarah bahari dan diskusi. Yang tak kuat menahan kantuk, dengan leluasa tidur. Berbagai kegiatan dalam semalam membuat acara menginap di museum itu jauh dari kata menyeramkan.
Asep mengatakan kegiatan Menginap di Museum dilakukan sejak tahun 2009. Pernah juga dilakukan bertepatan dengan malam pergantian tahun baru untuk memberikan pengalaman menyambut Tahun Baru yang berbeda dan unik yakni di museum.
Sebelumnya, kegiatan serupa pernah dilakukan di makam Belanda di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu dan Museum Proklamasi. Kegiatan ini bertujuan membuka pikiran peserta bahwa museum bukan ”gudang” artefak, melainkan tempat belajar sekaligus berwisata yang menyenangkan.
“Mengunjungi museum di siang hari kan sudah biasa bagi banyak orang. Kami pernah juga punya kegiatan mengunjungi museum di malam hari, tetapi tidak ada acara menginap. Lalu, kami kembangkan lagi dengan menginap di museum. Seru lho, banyak yang penasaran.” ujar Asep yang mendirikan KHI tahun 2006.
Asep mengatakan di tahun 2020 ini, KHI bakal lebih sering menggelar kegiatan Menginap di Museum dari daerah ke daerah. Di Indonesia ada 438 museum dengan kondisi beragam.
KHI dalam gerakannya selalu berupaya mencari format dan strategi baru guna mengemas sejarah dan budaya menjadi menarik, menyenangkan dan bermanfaat. Upaya ini dilakukan secara terus menerus agar sejarah dan budaya semakin digemari kaum muda dan masyarakat. Konsep kegiatan yang “rekreatif, edukatif dan menghibur” merupakan strategi dalam membangun pola pikir masyarakat sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan membekas di hati setelah belajar sejarah dan budaya.
Menjaga kebersamaan
Kebersamaan menyambut akhir tahun juga digelar Himpunan Mahasiswa Bumi Raflesia (Himamira) wilayah Tangerang Selatan. Mereka memilih menghabiskan penghujung tahun dengan mengadakan diskusi, doa akhir tahun, dan diakhiri dengan makan bersama.
Himpunan mahasiswa rantau asal Provinsi Bengkulu ini, para anggotanya berasal dari berbagai macam kampus yang berada di Tangerang Selatan. Mereka melaksanakan kegiatan tersebut di rumah perjuangan Himamira Tangsel, di kawasan Tangerang Selatan, Jumat (27/12/2019).
Salah satu mahasiswa Rachman Azhary mengatakan, pertemuan di penghujung tahun tersebut untuk menjaga kebersamaan. Ada sejumlah narasumber yang dihadirkan untuk berbagi pengetahuan yang bermanfaat bagi peserta.
“Agenda seperti ini, bisa dibilang refleksi akhir tahun untuk kami. Tujuannya memang saling mengeratkan rasa kekeluargaan sesama anak-anak rantau asal Bengkulu yang ada di Tangerang Selatan,” ujar pria berusia 22 tahun ini.
Pada diskusi saat itu, Himamira Tangsel mengangkat tema “Berbagi Pengalaman Studi di Luar Negeri : Putera Daerah Asli Bengkulu” dengan narasumber mahasiswa asli Bengkulu yang pernah mengenyam studi di Internasional Islamic University of Malaysia (IIUM).
“Bagi saya sendiri, ilmu dan pengetahuan yang narasumber bicarakan semoga dapat menular semangat menuntut ilmu yang saat ini berada jauh dari kampung halaman dan keluarga di Bengkulu,” kata Rachman.
Setelah sesi diskusi kegiatan dilanjutkan dengan doa akhir tahun dan makan-makan bersama. Doa bersama dilakukan dalam rangka refleksi akhir tahun mensyukuri apa saja yang telah dilakukan selama tahun 2019 kemarin.
“Setelah serius dengan sesi diskusi, ada doa akhir tahun sebagai bentuk rasa syukur setelah setahun berbagai macam kegiatan kami dan mengharapkan satu tahun kedepannya agar menjadi lebih baik. Lalu untuk mencairkan suasana kita biasanya ada sesi makan bersama,” kata mahasiswa semester 7 ini.
Menurutnya makan bersama merupakan salah satu bentuk mengenal satu sama lain dan lebih mengikatkan rasa persaudaraan di antara mahasiswa rantau asal Bengkulu ini. (ELN/*)