Lebih dari 1.500 mahasiswa terlibat sebagai volunter hitung cepat ("quick count") dan "exit poll" yang digelar Litbang Kompas pada Pilkada serentak Rabu (27/6/2018). Mereka-lah yang blusukan ke sejumlah tempat pemungutan suara (TPS). Yuk ikuti pengalaman menarik mereka di lapangan.
Salah seorang volunter quick count tempo hari adalah Gendis Ramadhan, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Sejak pukul 07.00 WIB, Gendis berangkat dengan sepeda motor dari rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara menuju TPS 03 di RT 03 RW 01, Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi. Pokoknya jauhlah. Di TPS itulah Gendis bertugas sebagai pewawancara (interviewer) hitung cepat Pilkada Litbang Kompas.
Tidak lama setelah tiba di sana, ia mendapat beberapa pemilih yang mau diwawancarai. Ada empat orang yang ia wawancarai, sesuai dengan penugasan. Setelah itu, tugas lainnya adalah mencatat hasil perhitungan suara Pilkada Gubernur Jabar di TPS tersebut.
Hingga sore hari, Gendis bertahan di sana menunggu hasil perhitungan suara. “Saya dari pagi di sini sendirian memantau TPS. Nunggunya itu loh yang bikin malas. Sudah capek, ngantuk pula. Daftar Pemilh Tetap-nya aja 500 orang lebih. Mau sampai jam berapa selesainya?” keluh Gendis, Rabu (27/6/2018), saat ditemui di lapangan.
Ketika perhitungan suara selesai pukul 16.30 WIB, Gendis langsung menuju papan perhitungan untuk memfoto hasilnya. Setelah itu, ia membuka aplikasi ODK Collect untuk mendata hasil di tempat tersebut. Lantas, ia bergegas kembali ke Gedung Kompas yang terletak di Palmerah, Jakarta Selatan. Selesai sudah "penderitaannya" sore itu.
Hari itu, Munawaroh (22), mahasiswa UIN Jakarta, juga menjadi volunter hitung cepat dan exit poll Litbang Kompas. Ia bertugas di Kelurahan Sukatani, Depok, sementara rumahnya di daerah Gunung Sindur. Jaraknya cukup jauh sehingga pagi pukul 06.00, ia sudah berangkat dari rumahnya dengan ojek daring.
Munawaroh mengaku tak menghadapi kendala apapun di lapangan. Berbeda dengan Achenesya yang sempat kebingungan karana lokasi TPS yang dia pantau ternyata pindah tempat. “Harusnya TPS di deket SD, eh pindah ke rumah ketua TPS nya,” katanya.
Beruntung, sewaktu ia survei awal sebelum hari pencoblosan, ia sudah menyambangi rumah RT dan ketua TPS hingga tak lagi bersusah payah mencari lokasi perpindahan TPS.
Pengalaman berharga
Mahasiswa yang menjadi volunter hitung cepat dan exit poll Litbang Kompas lebih dari 1.500 orang. Mereka bertugas memelototi hasil Pilkada Gubernur Jabar, Jateng, dan Jatim. Sebanyak 107 orang di antara mereka bertugas sebagai interviewer di Bekasi, Depok, Bogor dan 144 orang bertugas di ruang kendali atau war room yang terletak di gedung Redaksi Kompas, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta. Di sebut war room, karena orang-orang di sana semuanya sibuk seperti orang mau perang.
Sebelum diterjunkan ke lapangan, para volunter mendapat pembekalan dari para peneliti Kompas. Mereka diajari bagaimana menggunakan aplikasi ODK Collect yang dirancang untuk mendata hasil pilkada, bagaimana teknis mewawancarai warga.
Sebagian volunter mengatakan, mereka tertarik ikut hitung cepat dan exit poll Litbang Kompas karena diajak teman kuliah atau senior yang pernah mengikuti kegiatan serupa. "Saya diajak berkali-kali oleh kawan, tapi karena sibuk, saya tak menerima tawarannya. Nah, sekarang saya punya waktu luang, jadi saya ikut. Ini menjadi pengalaman pertama saya ikutan quick count,” ujar Reza, anak muda lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gendis juga ikut kegiatan ini lantaran diajak senior sekitar sebulan lalu. “Saya terima langsung tawaran itu. Kerjanya kan terjun langsung ke masyarakat. Nah ini sesuai dengan jurusan saya, Pendidikan Masyarakat. Jadi saya sekalian mempraktekkan teori yang diajar di kelas,” jelas mahasiswa UNJ ini.
Gendis sebelumnya pernah menjadi volunter kegiatan jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas tentang kandidat kandidat Pilgub DKI Jakarta. Menurutnya, menjadi volunter hitung cepat lebih berat dengan volunter jajak pendapat. "Kalau survei jajak pendapat cuma wawancara, sementara untuk quick count kita harus menunggu hasil pemilu sampai sore," ujarnya.
Gendis mengaku beruntung, di TPS penempatannya, warga dengan tangan terbuka menerima dia untuk memantau perhitungan suara. “Kalau dulu waktu jadi tim survei Pilgub DKI Jakarta, saya sempat mendapat penolakan dari Ketua RT. Jika dilihat dari raut muka, sepertinya dia baru bangun tidur. Mungkin kesal karena ditanya-tanya," ujarnya.
Annisa (23), mahasiswa STIE Trianandra, juga merasa mendapat pengalaman berharga. "Saya bisa melihat bagaimana pesta demokrasi digelar," kata Annisa (23), mahasiswa STIE Trianandra.
Ia mengaku pernah menjadi volunteer hitung cepat di lembaga lain. Tapi ada perbedaan cara kerja. “Dulu cuma kirim hasil pemilihan. Sekarang kan harus wawancara dan ngirimnya lewat aplikasi,” katanya.
Selain mendapat pengalaman, para volunter juga mendapat honor. Jumlahnya lumayanlah untuk nonton dan jajan di mal berdua sama pacar. (BSW/*/***)