Penemuan Jasad Suami-Istri di Tangerang, Ada 51 Luka Tusuk di Tubuh Sang Istri
Polisi masih menunggu hasil otopsi dan laboratorium forensik terhadap jasad Rita dan Buntoro untuk mendapatkan petunjuk.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Penyelidikan kasus kematian pasangan suami-istri, Buntoro (70) dan Rita (65), masih dilakukan oleh Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota. Hasil otopsi belum keluar, tetapi dari hasil pemeriksaan sementara, ada 51 luka tusukan senjata tajam di tubuh salah satu korban.
Pasangan suami-istri itu ditemukan tewas dengan sejumlah luka yang diduga berasal dari senjata tajam, Kamis (5/9/2024). Jasad kedua korban ditemukan di dalam rumah mereka di Blok G3 Nomor 18, Kompleks Metland Puri, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Komisaris David Y Kanitero mengatakan, dari pemeriksaan sementara terhadap jasad pasangan suami-istri itu, polisi menemukan fakta tentang jumlah luka di tubuh korban. ”Hasil otopsi sementara di tubuh korban perempuan ditemukan 51 tusukan, sementara di tubuh laki-laki ditemukan 9 tusukan. Untuk waktu kematian sementara diperkirakan korban perempuan meninggal lebih dahulu dengan perbedaan waktu sekitar satu hari dibandingkan dengan korban laki-laki,” ujar David, Minggu (8/9/2024).
Akan tetapi, polisi masih menunggu hasil pemeriksaan yang lebih komprehensif dari hasil otopsi dan laboratorium forensik. ”Hasil labfor lebih kurang satu minggu dan otopsi lebih kurang dua minggu,” ucapnya.
Dalam kasus penemuan dua jasad ini, polisi menemukan luka tusukan senjata tajam di perut Rita dan Buntoro. Mereka ditemukan di dua tempat berbeda di rumah tersebut. Rita ditemukan di tempat tidur, sedangkan suaminya, Buntoro, ditemukan di ruang tamu dalam posisi duduk di kursi dengan dua pisau.
Kepala Polres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho mengatakan, kasus kematian itu masih diselidiki. Jasad suami-istri itu sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur.
Selain mendapati dua pisau, polisi juga menemukan sebuah buku catatan. Buku itu dijadikan barang bukti dalam kasus ini. ”Kami menemukan sebuah buku catatan di situ. Ada kata-kata, apabila dia meninggal nanti warisannya yang bisa diambil oleh keluarga ini-ini. Kemudian, dia berpesan masih memiliki utang yang harus dibayar. Kemudian, jika meninggal agar jenazah dikremasi dan abunya dibuang ke laut,” ucap Zain.
Namun, polisi belum dapat memastikan siapa yang menulis pesan di buku tersebut. ”Kami sedang mendalami siapa yang menulis (pesan di buku) itu. Kami dalami semuanya, belum bisa menyimpulkan. Nanti akan kami sampaikan,” katanya.
Emosional
Menurut kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, berkaca pada kasus kematian keluarga tidak wajar di beberapa daerah lainnya, kasus di Kota Tangerang termasuk tragis dan sadis karena peristiwa itu diduga bunuh diri menggunakan senjata tajam.
Pengguna senjata tajam mengindikasikan ada unsur emosional. Secara psikologis, seseorang yang ingin mengakhiri hidup dengan menggunakan senjata tajam memiliki rasa ketidakrelaan.
Selain hasil pemeriksaan otopsi, pemeriksaan barang bukti berupa buku catatan juga penting untuk melihat latar belakang kematian tak wajar Buntoro dan Rita.
”Jika kasus lainnya dengan cara tidak makan sehingga mati lemas atau menggunakan semacam obat atau cara-cara yang dianggap tidak menderita, secara psikologis mereka sudah siap dan rela untuk mengakhiri hidupnya. Menggunakan senjata ada sisi emosional, ada ketidakrelaan,” kata Josias.
Saat ini, kata Josias, hasil otopsi menjadi kunci utama untuk mengungkap misteri kematian sadis di Kota Tangerang. Hasil otopsi akan memperlihatkan pola penusukan, apakah dilakukan sendiri atau orang lain.
Hasil otopsi juga bisa memprediksi siapa yang meninggal terlebih dahulu. Namun, jika pisau ditemukan di dekat Buntoro, besar kemungkinan pria itu meninggal terakhir. ”Itu akan terlihat nanti dari hasil otopsi. Akan terlihat pola penusukannya,” ujar Josias.
Selain hasil pemeriksaan otopsi, pemeriksaan barang bukti berupa buku catatan juga penting untuk melihat latar belakang kematian tak wajar Buntoro dan Rita.
Dalam buku catatan itu tertulis setidaknya ada tiga pesan, yaitu terkait warisan, utang, dan permintaan kremasi.
Dari tiga pesan itu, Josias menyoroti pesan terkait warisan dan utang. Pesan itu harus digali lebih dalam oleh pihak penyidik kepolisian. Dua pesan itu menyiratkan masalah yang sedang dialami Buntoro atau Rita.
Penyidik, kata Josias, harus menjawab pertanyaan yang tersirat dalam pesan dari buku catatan itu. Adapun pertanyaan itu seperti siapa saja pihak keluarga yang mendapatkan warisan, apa wujud atau bentuk warisan itu, apakah ada permasalahan warisan sehingga penulis perlu menyampaikan warisan itu agar dibagikan, serta apakah ada perebutan warisan.
”Dari pesan warisan itu bisa saja menjadi pemicu aksi nekat pembunuhan atau bunuh diri. Bisa pula ada keterlibatan dari pihak keluarga,” ujarnya.
Selanjutnya, pesan terkait utang juga bisa menjadi motif atau alasan yang melatarbelakangi pembunuhan atau bunuh diri. Dari pesan ini polisi juga harus menjawab beberapa pertanyaan, misalnya kepada siapa penulis pesan itu berutang dan berapa banyak utangnya.
”Kalau pesan kremasi sudah sering. Namun, ada pesan penting yang harus didalami terkait pesan warisan dan utang. Kasus pembunuhan atau bunuh diri ini tidak murni berdiri sendiri. Alat bukti pisau, otopsi, dan catatan itu akan membuka latar belakang dan misteri kematian,” kata Josias.