Hasil Otopsi dan Buku Catatan Ungkap Misteri Kematian Pasangan Suami-Istri di Kota Tangerang
Dugaan bunuh diri di Kota Tangerang mengindikasikan ada unsur emosional. Hasil otopsi akan memperlihatkan pola tusukan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota masih menyelidiki dan menunggu hasil otopsi untuk mengungkap kasus kematian tak wajar sepasang suami-istri di Cipondoh, Kota Tangerang, Banten. Hasil otopsi dan barang bukti buku catatan akan membuka latar belakang dan misteri kematian Buntoro dan Rita.
Diberitakan sebelumnya, Buntoro (70) dan Rita (65), pasangan suami-istri, ditemukan tewas dalam kondisi yang mengenaskan di dalam rumah bernomor G3/18, Kompleks Metland Puri, Cipondoh, pada Kamis (5/9/2024). Ada lima luka tusukan senjata tajam di perut Rita dan dua tusukan di perut Buntoro.
Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus kematian dengan luka tusuk di bagian tubuh korban pasangan suami-istri. Pihaknya juga masih menunggu hasil pemeriksaan otopsi. Jasad suami-istri itu sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur. ”Masih pendalaman. Masih menunggu (otopsi),” kata Zain, Sabtu (7/9/2024).
Sebelumnya Zain menjelaskan, pasangan suami-istri itu ditemukan di tempat berbeda. Rita ditemukan di tempat tidur dan suaminya Buntoro ditemukan di ruang tamu dalam posisi duduk di kursi dengan dua pisau.
Barang bukti lainnya yang ditemukan polisi, yaitu sebuah buku catatan. ”Kami menemukan sebuah buku catatan di situ. Ada kata-kata, apabila dia meninggal nanti warisannya yang bisa diambil oleh keluarga ini-ini. Kemudian, dia berpesan masih memiliki utang yang harus dibayar. Kemudian, jika meninggal agar jenazah dikremasi dan abunya dibuang ke laut,” ucap Zain.
Namun, polisi belum tahu siapa yang menulis pesan tersebut. ”Kami sedang mendalami siapa yang menulis (pesan di buku) itu. Kami dalami semuanya, belum bisa menyimpulkan. Nanti akan kami sampaikan,” katanya.
Berdasarkan cerita warga setempat perumahan Kompleks Metland Puri, Buntoro memiliki usaha pemesanan dan pembuatan parsel di daerah Cikini, Jakarta Pusat. Sementara istrinya, Rita, tidak bekerja atau ibu rumah tangga.
”Kegiatan Koh Abun (Buntoro) punya usaha parsel. Kalau ibu Rita, ibu rumah tangga. Koh Abun kalau KTP dan asal Meruya (Jakarta Barat). Istrinya dari Palembang,” kata Ketua RT 006 Budi Sanyata.
Emosional
Menurut kriminolog Universitas Indonesia Josias Simone, berkaca pada kasus kematian keluarga tidak wajar di beberapa daerah lainnya, kasus di Kota Tangerang termasuk tragis dan sadis karena dugaan bunuh diri menggunakan senjata tajam.
Pengguna senjata tajam mengindikasikan ada unsur emosional. Secara psikologi seseorang yang ingin mengakhiri hidup dengan menggunakan senjata tajam ada ketidakrelaan.
”Jika kasus lainnya (bunuh diri) dengan cara tidak makan sehingga mati lemas atau menggunakan semacam obat atau cara-cara yang dianggap tidak menderita. Itu secara psikologis mereka sudah siap dan rela untuk mengakhiri hidupnya. Menggunakan senjata ada sisi emosional, ada ketidakrelaan,” kata Josias.
Saat ini, kata Josias, hasil otopsi menjadi kunci utama untuk mengungkap misteri kematian sadis di Kota Tangerang. Hasil otopsi akan terlihat pola penusukan dilakukan sendiri atau orang lain.
Hasil otopsi juga bisa memprediksi siapa yang meninggal terlebih dahulu. Namun, jika pisau ditemukan di dekat Buntoro, besar kemungkinan pria itu meninggal terakhir. ”Itu akan terlihat nanti dari hasil otopsi. Akan terlihat pola penusukannya,” ujar Josias.
Selain hasil pemeriksaan otopsi, pemeriksaan barang bukti berupa buku catatan juga penting untuk melihat latar belakang kematian tak wajar Buntoro dan Rita.
Kasus pembunuhan atau bunuh diri ini tidak murni berdiri sendiri. Alat bukti pisau, otopsi, dan catatan itu akan membuka latar belakang dan misteri kematian.
Dalam buku catatan itu tertulis setidaknya ada tiga pesan, yaitu terkait warisan, utang, dan permintaan kremasi.
Dari tiga pesan itu, Josias menyoroti pesan terkait warisan dan utang. Pesan itu harus digali lebih dalam oleh pihak penyidik kepolisian. Dua pesan itu menyiratkan masalah yang sedang dialami Buntoro atau Rita.
Penyidik, kata Josias, harus menjawab pertanyaan yang tersirat dalam pesan dari buku catatan itu. Adapun pertanyaan itu seperti, siapa saja pihak keluarga yang mendapatkan warisan; apa wujud atau bentuk warisan itu; apakah ada permasalahan warisan sehingga penulis perlu menyampaikan warisan itu agar dibagikan; apakah ada perebutan warisan.
”Dari pesan warisan itu bisa saja menjadi pemicu aksi nekat pembunuhan atau bunuh diri. Bisa pula ada keterlibatan dari pihak keluarga,” jelasnya.
Selanjutnya pesan terkait utang. Ini juga bisa menjadi motif atau yang melatarbelakangi pembunuhan atau bunuh diri. Dari pesan ini polisi juga harus menjawab beberapa pertanyaan seperti, kepada siapa penulis berutang dan berapa banyak hutang itu.
”Kalau pesan kremasi sudah sering. Namun, ada pesan penting yang harus didalami terkait pesan warisan dan utang. Kasus pembunuhan atau bunuh diri ini tidak murni berdiri sendiri. Alat bukti pisau, otopsi, dan catatan itu akan membuka latar belakang dan misteri kematian,” katanya.