Agar Tepat Sasaran, Pembelian BBM Bersubsidi Menggunakan "QR Code"
Pengendara roda empat harus mendaftar QR Code untuk bisa mengisi BBM bersubsidi jenis pertalite.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum atau SPBU di Jakarta sudah bersiap menerapkan pembayaran melalui pemindai kode respons cepat atau QR Code lewat aplikasi My Pertamina untuk bahan bakar pertalite yang direncanakan dimulai pada akhir September 2024. PT Pertamina (Persero) memastikan upaya digitalisasi agar program subsidi tepat sasaran bisa berjalan. Aturan ini menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Meski rencana pembayaran QR Code melalui aplikasi My Pertamina akan dimulai pada September, sejumlah SPBU di Jakarta sudah mulai menyosialisasikan My Pertamina. Seperti di SPBU di Jalan Tentara Pelajar, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sudah bisa melayani pembayaran melalui QR My Pertamina.
Di SPBU itu, seorang petugas dengan ramah menyosialisasikan dan mengajak pengendara untuk mengunduh aplikasi My Pertamina. Tak hanya itu, di sisi bagian kiri terpasang spanduk berisi informasi terkait aplikasi ajakan untuk mendaftar QR Code.
”Kita download dulu aplikasinya dan daftar. Dari situ, tunjukin QR Code-nya untuk isi pertalite. Dari pembayaran itu, akan ada poinnya. Itu dikumpulkan (poin) untuk ditukar dengan voucer untuk kopi gratis, misalnya. Kalau di SPBU ini, sudah bisa bayar QR Code,” kata petugas itu sambil menunjuk toko kopi yang berada di dalam kawasan SPBU,” kata petugas itu, Jumat (30/8/2024).
Begitu pula di SPBU di Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Maryono, pengawas SPBU Bendungan Hilir, mengatakan, pihaknya sudah mulai menyosialisasikan pendaftaran QR Code. Di setiap zona pengisi bahan bakar atau dispenser juga sudah terpasang striker My Pertamina.
”Kapan mulai berlakunya, belum tahu. Tapi, kami siap menjalankan instruksi saja. Semuanya sudah siap,” kata Maryono.
Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari saat dihubungi mengatakan, pihaknya terus mendorong masyarakat untuk mendaftarkan QR Code sehingga diharapkan pada akhir September untuk wilayah Jakarta sudah bisa diberlakukan. BBM bersubsidi dari penggunaan QR Code sebagai syarat untuk menggunakan BBM pertalite.
Agar penyaluran pertalite terkontrol, Pertamina Patra Niaga melayani pengisian pertalite melalui QR Code bagi kendaraan yang sudah mendaftar dan mencatatkan nomor polisi kendaraan bagi pengguna yang belum mendaftar subsidi tepat.
”Pendataan QR Code ini untuk mendata pengguna dan memudahkan pengaturan di lapangan jika nanti ada kebijakan lebih lanjut dari pemerintah terkait siapa yang berhak membeli BBM bersubsidi,” kata Heppy.
Sejak 2022, Pertamina juga telah mendata konsumen pertalite dengan mekanisme pemindaian kode respons cepat (QR Code) pada kendaraan roda empat atau lebih di SPBU. Program bersubsidi tepat itu sejatinya salah satu perangkat upaya agar sistem sudah siap saat regulasi disahkan kelak.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menetapkan kuota pertalite pada 2024 sebesar 31,7 juta kiloliter atau lebih rendah dari 2023 yang mencapai 32,5 juta kiloliter. Adapun harga pertalite masih Rp 10.000 per liter.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, kata Heppy, pihaknya terus menjalankan komitmen dalam penyediaan pertalite sesuai dengan kuota dan titik layanan jual yang telah ditetapkan BPH Migas.
Pro kontra warga
Penggunaan QR Code di SPBU ini memicu reaksi oleh sejumlah warga. Doni Iskandar (43), misalnya, tidak setuju dengan metode QR Code karena justru menimbulkan kecemburuan. Ia menilai transaksi menggunakan QR Code untuk kendaraan roda empat tidak tepat sasaran.
”Roda empat seharusnya tidak boleh dong menggunakan pertalite. Kenapa QR Code untuk mengisi pertalite ditujukan bagi roda empat. Bukannya mereka yang punya mobil masuk golongan mampu. Mobil seharusnya pertamax ke atas,” tutur Doni.
Hal senada disampaikan oleh Sahril (32). Ia tidak setuju jika pemberlakuan QR Code ditujukan kepada mobil. Niat pemerintah untuk menyalurkan subsidi tepat sasaran juga menimbulkan pertanyaan dan diragukan pengawasannya.
”Kita lihat saja, mobil-mobil itu, mobil mewah mengantre di jalur pertalite. Bagaimana, tuh, pengaturan dan pengawasannya nanti. Lalu, mobil yang sudah terdaftar ternyata mobil mewah, masa tetap diizinkan isi pertalite. Difokuskan saya untuk motor?” kata Sahril dengan tegas.
Kita lihat saja, mobil-mobil itu, mobil mewah mengantre di jalur pertalite.
Sementara itu, Moh Jallu Nico (42) tidak masalah dengan syarat pendaftaran QR Code agar bisa mengisi pertalite. Nico yang berprofesi sebagai sopir daring sangat bergantung dengan pertalite karena lebih hemat.
”Kapasitas tangki mobil lebih besar. Biar hemat, ya, pakai pertalite. Kalau tidak pakai, itu enggak kuat. Kami yang punya mobil juga masih butuh pertalite. Enggak semua yang punya mobil berarti orang kaya, loh. Mobil ini saya pakai untuk usaha,” tutur Nico.