Pemprov DKI Diingatkan Fokus Bereskan Masalah Dasar Jakarta
Raperda RTRW dan RPJPD Jakarta sebaiknya tak tergesa dibahas dan dipaksakan tuntas.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekali lagi fokus pada masalah dasar mencuat dalam pandangan umum fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta terkait Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2024-2044 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2025-2045. Kedua rancangan peraturan daerah yang diajukan jelang berakhirnya masa jabatan Dewan ini hendaknya tidak tergesa-gesa dibahas ataupun dipaksakan tuntas.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta fokus pada masalah dasar, seperti penataan kota, kemacetan, banjir, dan polusi udara dalam rapat paripurna tentang penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2024-2044 dan Raperda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2025-2045, Selasa (6/8/2024).
Anggota Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Nasrullah, mempertanyakan mengapa eksekutif baru menyampaikan kedua raperda itu ketika masa jabatan Dewan periode 2019-2024 tersisa tiga pekan lagi. Padahal, raperda tersebut berbobot besar dan butuh waktu dalam pembahasannya.
Apalagi, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan RPJPD Tahun 2025-2045, penyerahan raperda paling lambat pekan ketiga Mei. Namun, eksekutif baru menyerahkannya pekan keempat Juli.
”Apa penyebab penyampaian raperda ini terkesan mendadak dan terburu-buru. Jangan sampai kelalaian dan keterlambatan eksekutif ini dilimpahkan kepada DPRD. Kami minta pembahasan raperda ini tidak tergesa-gesa dan dipaksakan selesai periode ini,” katanya.
Fraksi PKS juga mempertanyakan pengajuan Raperda RTRW Tahun 2024-2044 ketika masih berlakunya Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030 dan belum keluarnya keputusan presiden tentang pemindahan ibu kota ke Nusantara, Kalimantan Timur.
Sekali lagi pembahasannya diminta tidak tergesa-gesa. Begitu juga tidak dipaksakan selesai periode ini.
”Jangan sampai pengaturan lingkungannya merugikan warga kecil dan menyebabkan kerusakan lingkungan semakin parah,” ujarnya.
Berkaca dari kedua hal tersebut, Fraksi PKS mengingatkan beberapa hal penting, yaitu belum kuatnya keadilan sosial dalam corak pembangunan Jakarta menuju kota global dengan segala aspeknya.
Pembangunan juga jangan sampai mengabaikan warga kecil dan perlu menguatkan perlindungan sosial kepada warga dari berbagai lapisan masyarakat, serta evaluasi menyeluruh capaian tata ruang agar diketahui tantangan dan upaya perbaikannya.
Dan, yang terpenting, justru mengakomodasi dan merevitalisasi perkampungan. Jangan berujung proyek gusuran demi investasi atas nama pemusatan kegiatan.
Masalah laten
Fraksi PDI-P menyoroti masalah laten perkotaan yang belum tuntas dan akan timbul ke depannya. Anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta, Boyke Hasiholan Simanjuntak, menyampaikan bahwa masalah banjir, pengelolaan sampah, polusi, dan ketersediaan ruang terbuka hijau, lahan hunian, serta integrasi angkutan umum massal harus jadi fokus kedua raperda.
”Kajian PDI-P dan FGD perkotaan menemukan kecenderungan anomali. Kota tampak modern, tetapi kian lebar jurang kesenjangan hingga memperparah pencemaran dan tumbuhnya kriminalitas sehingga tidak nyaman untuk hidup,” katanya.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta, Bhinneka Putra Linanta, menyampaikan hal serupa. Jakarta masih jadi magnet untuk mengungkit perekonomian sehingga kian padat, macet di sana-sini, kebanjiran, timbul permukiman kumuh dan sesak yang berujung langganan kebakaran ataupun masalah sosial lainnya.
Oleh sebab itu, penataan kota wajib komprehensif dalam kedua raperda. Di sisi lain, raperda juga menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah dalam pembangunan.
”Berbagai masalah, isu strategis, belum tergambar jelas dalam arah dan sasaran akhir. Padahal, kedua raperda ini merangkum mimpi besar Jakarta,” tuturnya.
Visi Jakarta
Dokumen tentang RTRW dan RPJPD tersebut merupakan bagian dari transformasi Jakarta setelah tak lagi berstatus ibu kota dan menyongsong kota global.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam sidang paripurna di DPRD DKI Jakarta, Kamis (1/8/2024), menyebutkan, RTRW dan RPJPD disusun untuk mewujudkan cita-cita besar Jakarta menjadi kota global.
RTRW mengusung visi Jakarta sebagai kota bisnis berskala global yang berketahanan, berbasis transit, dan digital, sedangkan RPJPD mengusung visi Jakarta kota global yang maju, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Jakarta Yusa Cahya Permana berpandangan Pemprov DKI Jakarta mesti membuat target yang realistis. Sehubungan dengan visi Jakarta sebagai kota bisnis berskala global yang berketahanan, berbasis transit, dan digital ini perlu pemetaan hingga evaluasi layanan.
Pemetaan bertujuan mencatat saat ini pusat kegiatan ada di mana, berapa luas dan jumlah warga yang beraktivitas di dalamnya, mereka dari dan ke mana atau asal dan tujuan lanjutnya, serta apakah ada angkutan umum di sana dan ke asal tujuannya.
”Dari hasil pemetaan itu diketahui seberapa banyak yang naik angkutan umum. Ditanya mereka maunya apa agar mau pindah dan seberapa besar yang tidak mau pindah. Nanti ketahuan jarak dari target dan kondisi yang ada saat ini,” katanya.
Tidak lupa pentingnya evaluasi layanan dan kondisi yang ada saat ini. Apa yang perlu diperbaiki dan ditambah dari sisi layanan angkutan umum sehingga jelas tujuannya. Dengan begitu, tidak hanya berujung menjadi proyek-proyek dan kebijakan yang berpotensi tidak saling terkait.
Menurut Yusa, kalau berbicara tentang pemusatan kegiatan, harus mengubah tata ruang kota. Perubahan ini termasuk memindahkan perkantoran, perusahaan, perdagangan, dan perumahan. Lantas pertanyaan yang muncul apakah pemerintah sanggup mewujudkannya, seberapa panjang rentang waktunya, dan bagaimana komitmen agar tuntas.
”Dan yang terpenting justru mengakomodasi dan merevitalisasi perkampungan. Jangan berujung proyek gusuran demi investasi atas nama pemusatan kegiatan,” katanya
Yusa menekankan bahwa pemusatan kegiatan tidak harus berbentuk proyek baru, modal besar, atau pembangunan gedung dan megablok. Sangat memungkinkan pemusatan kegiatan dengan revitalisasi dan pemberdayaan tata kota yang sudah ada.
Artinya, menata transportasi yang ada sesuai dengan kompleksitas masalah atau mengurus hal-hal mendasar terlebih dahulu dan menyentuh akar persoalan, seperti menata perkampungan agar dekat dengan transportasi karena mayoritas penggunanya warga kelas menengah ke bawah.