Sebanyak 13 Guru di Depok Diduga ”Cuci Rapor” 51 Calon Peserta Didik
Sebanyak 13 tenaga pendidik di Depok, Jawa Barat, diduga memanipulasi nilai rapor 51 calon peserta didik SMA negeri.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Sebanyak 13 tenaga pendidik diduga terlibat dalam manipulasi nilai atau ”cuci rapor” 51 calon peserta didik Sekolah Menengah Pertama Negeri atau SMPN 19, Kota Depok, Jawa Barat. Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merekomendasikan pelibatan Kejaksaan Negeri Depok untuk memanggil pihak-pihak terkait.
Sebelumnya, 51 calon peserta didik asal SMPN 19 Kota Depok didiskualifikasi dari penerimaan peserta didik baru atau PPDB 2024 tingkat sekolah menengah atas (SMA). Pemeriksaan oleh tim pengawasan PPDB Jawa Barat 2024 bersama Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menemukan ketidaksesuaian nilai buku rapor dengan rapor elektronik 51 calon peserta didik tersebut.
Adapun daftar sekolah di Kota Depok yang menganulir penerimaan 51 calon peserta didik (CPD) itu terdiri dari SMAN 1 (21 CPD), SMAN 2 (2 CPD), SMAN 3 (5 CPD), SMAN 4 (1 CPD), SMAN 5 (4 CPD), SMAN 6 (9 CPD), SMAN 12 (5 CPD), dan SMAN 14 (4 CPD).
Sekretaris Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Depok Sutarno saat dihubungi mengatakan, berdasarkan tindak lanjut atas temuan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan Kota Depok itu, ada 13 tenaga pendidik diduga terlibat mark up nilai untuk meloloskan 51 siswa agar bisa masuk ke SMA negeri di Kota Depok.
Dari 13 tenaga pendidik itu, sembilan di antaranya berstatus aparatur sipil negara (ASN), termasuk kepala sekolah, dan tiga guru honorer. ”Ada 13 tenaga pendidik. Ada sembilan ASN,” kata Sutarno, Sabtu (27/7/2024).
Terkait apa saja pelanggaran 13 tenaga pendidik dan ancaman saksi yang akan diberikan, kata Sutarno, pihaknya masih menunggu hasil audit Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek kepada Kejaksaan Negeri Depok.
Selanjutnya, Kejaksaan Negeri Depok akan memanggil Dinas Pendidikan Kota Depok dan pihak SMPN 19 Depok untuk pemeriksaan dan permintaan keterangan. Pemanggilan itu merupakan rekomendasi dari Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.
Atas rekomendasi tersebut, lanjut Sutarno, pihaknya kooperatif untuk memenuhi panggilan dari Kejaksaan Negeri Depok. Pihaknya juga sudah memenuhinya pada Jumat (26/7/2024).
Di Kejari Depok, Sutarno memberikan keterangan terkait dengan temuan manipulasi nilai rapor 51 calon peserta didik sehingga mereka dianulir di SMAN. Selain itu, pihaknya memberikan keterangan terkait dengan pelanggaran yang dilakukan pihak SMPN 19, termasuk 13 tenaga pendidik yang diduga telah memanipulasi nilai rapor.
Sebelumnya di Kompas.id, Rabu (17/7/2024), Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Mochamad Ade Afriandi menyayangkan praktik ”cuci rapor” oleh pihak sekolah itu. Praktik itu dinilai berdampak pada peserta didik yang seharusnya sudah memulai masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
”Ini tidak jujur. Cuci rapor ini memalukan. Padahal, jika melihat nilai rapor, ada peluang mereka diterima tanpa harus di cuci rapor. Ini akhirnya berdampak pada peserta didik. Saya khawatir tidak hanya sekolah, tetapi juga orangtua terlibat,” kata Ade.
Menurut Ade, jika terbukti bersalah, sekolah yang melakukan praktik ”cuci rapor” bisa dikenai sanksi melalui prosedur kepegawaian aparatur sipil negara (ASN). Bahkan, pemalsuan nilai itu bisa masuk dalam ranah tindak pidana.
Kepala SMPN 19 Kota Depok Nenden Eveline Agustina, dalam keterangan resminya, mengaku bersalah atas manipulasi nilai 51 peserta didik. Para peserta didik yang telah diterima di SMA negeri itu pun terpaksa dianulir. Atas kesalahan tersebut, SMPN 19 Depok siap menerima konsekuensi yang akan diberikan.
”Kami memang salah dan siap dengan konsekuensinya. Kami bersama dinas pendidikan bertanggung jawab untuk 51 peserta didik yang dianulir dan dipastikan bersekolah ke sekolah swasta,” ujar Nenden.