Jangan Terulang Lagi "Cleansing" Guru Honorer di Jakarta
Perhimpunan Pendidikan dan Guru meminta pemerintah untuk tepat janji agar tidak akan ada lagi ”cleansing” guru honorer.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru honorer terdampak pemberhentian (cleansing) hanya ingin kepastian bukan janji manis dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kepastian ini jadi bekal agar tidak ada lagi polemik pada masa yang akan datang.
Cleansing menimbulkan kegaduhan setelah 107 guru honorer mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Mereka kecewa diberhentikan sepihak menjelang tahun ajaran baru.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menindaklanjuti hal tersebut dalam pertemuan tertutup dengan kepala sekolah se-Jakarta di Jakarta International Velodrome, Minggu (21/7/2024) sore. Dari pertemuan disepakati 4.000 guru honorer akan mendapatkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dengan batas sinkronisasi per Desember 2023 sehingga bisa ikut seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) oleh Badan Kepegawaian Negara pada akhir tahun 2024, akan dibuka seleksi jalur kontrak kerja individu (KKI) pada Agustus 2024, dan tahun 2025 sesuai alokasi APBD .
Kepala Bidang Advokasi Guru dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri meminta pemerintah untuk menjalankan apa yang telah disepakati. Dengan begitu tidak akan ada lagi cleansing guru honorer di kemudian hari.
”Dapodik sangat penting bagi honorer. Status mereka jadi jelas. Tolong dikembalikan (diaktifkan). Begitu juga mereka yang belum punya Dapodik, tolong bisa diberikan rekomendasi,” kata Iman pada Senin (22/7/2024).
P2G dan Guru Honorer Muda merupakan pendamping guru honorer terdampak cleansing. Mereka, antara lain, menuntut guru honorer mendapatkan kembali jam mengajar dan Dapodik.
Iman mengatakan, sebagian guru honorer kehilangan jam mengajar karena cleansing. Jam mengajar ini pun sudah diisi oleh guru lainnya sehingga besar kemungkinan mereka tidak mengajar.
”Solusi dari Pj Gubernur akan dicarikan sekolah yang ada jam mengajarnya. Solusi ini harus dikawal dan terlaksana. Jangan sampai ujungnya guru honorer dipingpong karena tidak dapat sekolah,” ujarnya.
Selain kedua hal tersebut, P2G meminta seleksi KKI pada Agustus dan tahun 2025 bebas dari masalah. Hal ini berangkat dari keluhan peserta seleksi KKI tahun 2023 yang kekurangan informasi dan mengalami gangguan teknis.
Menurut Iman, guru honorer tidak meminta langsung diangkat oleh pemerintah. Mereka ingin punya kesempatan dan diseleksi seadil-adilnya.
”Dari kegaduhan ini, jangan terulang kesalahan yang sama dalam perekrutan guru. Pemerintah jalankan aturan dengan baik supaya tidak ada lagi guru honorer. Seleksi melalui KKI dan PPPK,” katanya.
Masalah perekrutan guru honorer ini terjadi sejak 2017. Banyak kepala sekolah merekrut sendiri guru honorer dan ada guru honorer yang mendapatkan gaji di bawah upah minimum provinsi (UMP). Seharusnya perekrutan guru honorer berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Selain itu, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan menyebut, guru honorer yang dibiayai melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS) harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti berstatus bukan aparatur sipil negara, tercatat dalam Dapodik, memiliki Nomor Unik Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapatkan tunjangan profesi guru.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memastikan tidak ada sanksi bagi kepala sekolah yang merekrut guru honorer tak sesuai aturan. Masalah ini menjadi pelajaran dan akan diperbaiki.
”Masalah ini sudah terjadi. Jadi stop rekrut guru tak sesuai aturan. Yang jelas diselesaikan dengan cara terbaik. Diperbaiki dan memberikan hak bagi 4.000 guru honorer,” kata Heru.