Para pelaku kejahatan di Kampung Muara Bahari beradaptasi meski kerap digerebek polisi. Salah satunya dengan teknologi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Sering menjadi sasaran penggerebekan oleh kepolisian, warga Kampung Muara Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, waswas terhadap setiap orang asing yang datang. Berbagai risiko harus siap ditanggung saat memasuki kampung ini. Sekitar 30 menit berada di Kampung Muara Bahari terasa sangat lama dan menegangkan.
Saat menyusuri gang-gang Kampung Muara Bahari, mata warga seolah tak berhenti menatap tajam orang asing yang masuk ke wilayah mereka. Banyaknya jalan tembusan membuat tidak mudah menemukan Kampung Muara Bahari yang berada di sisi pelintasan rel kereta api itu. Beberapa gang ternyata buntu.
Teguran seorang pria menyambut Kompas saat menemui jalan buntu itu, Sabtu (20/7/2024) siang. Pria bertopi itu menanyakan tujuan perjalanan awak Kompas yang berpura-pura ingin mengantarkan paket. Kompas memilih untuk keluar dari gang dan tidak mengikuti saran pria itu untuk belok ke kiri.
Kusni, pedagang buah di Pasar Tanjung Priok yang berada tak jauh dari Stasiun Tanjung Priok, mengatakan bahwa orang asing yang masuk gang-gang Kampung Muara Bahari kerap menjadi korban begal. Mereka menjadi korban karena diarahkan masuk ke gang-gang lain untuk kemudian diambil barang berharga mereka.
Kompas lalu mencari jalan alternatif lain dari sisi pasar. Saat kembali masuk ke dalam gang dan menemukan tembok yang memisahkan permukiman warga dengan area pelintasan kereta api, Kompas tiba di sebuah bangunan pos polisi.
Pos itu berada di A5. Titik atau penanda A5 digunakan untuk memetakan kawasan di kampung narkoba itu. Setidaknya ada 10 titik dari A1 sampai A10 untuk memetakan kawasan itu. Adapun penggerebekan oleh Polres Metro Jakarta Utara di Kampung Bahari, Sabtu (13/7/2024), terjadi di wilayah sekitar A2-A4.
Di sekitar lokasi A5, di sisi sebelah kanan pos polisi (arah Stasiun Tanjung Priok) tampak anak-anak bermain dengan ceria. Ada pula petugas kebersihan yang sedang mengurus taman dan seorang bapak yang beristirahat setelah mengumpulkan dahan-dahan pepohonan. Sementara itu, di sisi kiri sekitar 200 meter, ada bangunan semipermanen yang diisi oleh muda-mudi dan warga lainnya.
Tak jauh dari situ, ada seorang pria yang sedang duduk santai menyadari kehadiran awak Kompas. ”Nungguin siapa, Bang?” ujarnya. Pria itu ternyata seorang ”perantara”. Ia lalu menawarkan dan memberikan arahan untuk bertransaksi jual beli narkoba kepada seseorang.
Tak ingin berlama-lama di area A5, Kompas pergi meninggalkan area itu. Baru saja melintas jalan keluar melalui celah tembok yang bisa dilalui kendaraan motor, dua pemuda mendekat dan meminta menyerahkan tas dari awak Kompas. ”Mau beli, Bang,” kata pria kurus sambil memperhatikan isi dalam tas.
Tiba-tiba terdengar seorang pria berteriak dan berjalan mendekat. ”Dia foto-foto. HP-HP,” katanya.
Mendengar hal itu, awak Kompas langsung tancap gas meninggalkan lokasi di antara gang-gang dengan meninggalkan tas berisi uang Rp 375.000, topi, dan botol minuman. Terdengar makian dari arah belakang.
Ekosistem
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arief Setyawan saat dihubungi Minggu (21/7/2024) sore mengatakan, pengungkapan kasus di Kampung Muara Bahari akan terus dilakukan. Pihaknya tidak akan berhenti dalam upaya memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya. ”Pengungkapan narkoba ini never ending process,” tegas Gidion.
Menurut Gidion, masih maraknya peredaran narkoba di Kampung Muara Bahari tidak hanya semata karena ada banyak jaringan di dalamnya, tetapi juga karena ekosistem yang telah terbentuk.
”Ekosistem dari lokasi di pelintasan rel yang membuat kami tidak bisa 24 jam. Lalu di situ (ekosistem) banyak yang menikmati dari proses bisnis penyalahgunaan narkotika. Memang sengaja untuk melakukan itu, pendatang ngekos di situ sehingga menguatkan ekosistem,” ujar Gidion.
Pada saat penggerebekan Sabtu (13/7/2024) lalu, kata Gidion, ditemukan perangkat nirawak (drone)dan kamera pemantau (CCTV). Alat-alat yang digunakan untuk mengawasi pergerakan polisi sekaligus memperlancar bisnis narkoba itu membuktikan dan menguatkan ekosistem di Kampung Muara Bahari.
Ketahanan kampung
Menurut kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, dalam pemberantasan narkoba, khususnya di Kampung Muara Bahari, tidak bisa melalui pendekatan hukum saja. Pemerintah daerah dan pusat harus melihat isu di Kampung Muara Bahari sebagai isu kompleks dengan memperhatikan sisi sosial ekonomi warga.
”Terus terulangnya penyalahgunaan atau pengungkapan kasus narkotika memperlihatkan ada masalah ketahanan kampung yang tidak pernah disentuh oleh pemerintah. Krisis yang terjadi di kampung itu bukan saja kriminalitas narkoba, melainkan sosial dan ekonominya. Masalah ini yang tidak direspons dengan baik. Pendekatan hukum hanya personal orang per orang, tidak menyelesaikan keseluruhan. Ketahanan kampungnya perlu diperkuat,” kata Josias.
Lemahnya ketahanan kampung ini justru yang membuat Kampung Muara Bahari sulit lepas dari pengaruh buruk narkoba. Para pelaku kejahatan di kampung itu pun beradaptasi meski kerap digerebek polisi, salah satunya dengan teknologi dan sistem perlindungan lainnya melalui mata dan mulut warga setempat.
Semakin sering digerebek oleh polisi, kata Josias, justru juga bisa membuat lingkungan sekitar saling melindungi saat ada orang asing masuk. Pengawasan terhadap orang asing akan semakin tinggi, apalagi kampung tersebut belum lama digerebek polisi.
”Rasa khawatir mereka terhadap orang asing menunjukkan perilaku melindungi dan menutupi satu sama lainnya,” katanya.
Tatapan mata sinis dan tajam serta tas berisi uang Rp 375.000 menjadi ”hadiah” 30 menit berada di dalam Kampung Muara Bahari atau dikenal sebagai ”Kampung Narkoba”.