Kondisi Kejiwaan Suami Bunuh Istri di Jakarta Timur Diperiksa
Kasus suami yang membunuh istri masih saja terjadi. Polisi mengungkap kasus dengan memeriksa psikologi pelaku.
JAKARTA, KOMPAS — Selama sepekan terakhir, terjadi dua kasus pembunuhan istri yang dilakukan sang suami. Dua kasus yang terjadi di Kota Tangerang dan Jakarta Timur ini masih diselidiki oleh polisi.
Dugaan perselingkuhan yang menyebabkan Andika Ahid Widianto (26) membunuh istrinya, Rizky Nur Arifahmawati (27), tidak terbukti. Meski telah membunuh istrinya, Andika tidak merasa bersalah dan seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Kesehatan mental Andika pun dipertanyakan.
Diberitakan sebelumnya, Andika tega membunuh istrinya, Rizky, yang tengah hamil dua bulan, di rumah kontrakannya, di Kelurahan Cipinang, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Minggu (30/6/2024).
Baca juga: Suami Bunuh Istri di Pulogadung Diduga karena Masalah Rumah Tangga
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, kasus pembunuhan istri yang dilakukan suaminya di Kelurahan Cipinang, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, itu diduga karena perselingkuhan.
Peristiwa itu bermula saat pasangan itu selesai berhubungan suami-istri. Andika melihat istrinya memenangi handphone. Andika pun curiga dengan aktivitas istrinya itu.
”Di situlah tersangka cemburu dan menuduh korban telah selingkuh dengan orang lain dan sedang hamil 2 bulan dengan pilihan pria idaman lain,” kata Nicolas, saat dikonfirmasi, Selasa (2/7/2024).
Pertengkaran mulut pun tak terhindarkan. Rizky tidak terima tuduhan suaminya, karena merasa tidak pernah berselingkuh. Emosi Andika yang sudah memuncak membuatnya mencekik leher Rizky sekitar 10-15 menit.
Setelah itu, tersangka menjatuhkan korban ke lantai. Dalam posisi lunglai lemas di lantai, tersangka memukul wajah korban dua kali hingga bersimbah darah.
”Tersangka membiarkan korban. Ia lalu mengecek kepastian apakah korban sudah meninggal atau belum. Setelah memastikan meninggal, tersangka menelepon ayahnya dan memberi tahu bahwa telah membunuh korban karena cemburu,” ujar Nicolas.
Ayah pelaku yang tiba di lokasi langsung membawa cucunya yang masih berusia delapan bulan untuk diasuh.
Dari hasil pemeriksaan, tim penyidik tidak menemukan unsur tuduhan perselingkuhan seperti dilontarkan sang suami kepada istrinya.
”Hasil pemeriksaan korban tidak hamil. Dari handphone juga tidak menunjukkan korban melakukan hubungan dengan pria lain. Itu asumsi, tuduhan si tersangka istri selingkuh dan hamil,” kata Nicolas.
Dari hasil pemeriksaan pula, tersangka Andika yang bekerja sebagai karyawan BUMN itu, sudah sudah dua kali menikah. Pernikahan pertamanya berakhir karena kasus kekerasan rumah tangga (KDRT). Dari pernikahan pertamanya itu, Andika memiliki seorang anak perempuan berusia empat tahun.
Saat ini, Andika masih dalam pemeriksaan psikologi untuk mengetahui kondisi kejiwaannya. Meski telah membunuh istrinya, ia tidak merasa bersalah dan seperti tidak pernah terjadi sesuatu.
Atas tindakannya itu, tersangka Andika dikenai Pasal 338 Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Ahmad Hendratno, anggota staf RT 007 RW 004, Kelurahan Cipinang, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, mengatakan, pembunuhan yang terjadi di wilayahnya sungguh mengejutkan warga. Pasalnya, warga tidak sekali pun mendengar adanya cekcok mulut di dalam rumah tersebut.
Bahkan, warga baru mengetahui adanya pembunuhan setelah ayah pelaku mendatangi ketua RT untuk memberi tahu terjadinya pembunuhan. ”Setelah membunuh istrinya, Andika menelepon keluarganya untuk datang ke rumah kontrakannya itu,” kata Ahmad, Senin (1/7/2024).
Mendengar laporan tersebut, Ahmad bersama warga langsung mendatangi lokasi pembunuhan. Saat Ahmad masuk ke dalam lokasi pembunuhan, badan korban sudah ditutup kain. Posisi korban tergeletak dengan bersimbah darah di bagian kepala. ”Saya melihat darah keluar dari mulut dan telinga korban,” kata Ahmad.
Saat ditemukan, kondisi korban tanpa busana. Adapun posisi pelaku terlihat sedang berbaring di antara jenazah korban dengan anaknya yang masih kecil. ”Kami tidak berani mendekati pelaku karena khawatir ia membawa senjata tajam,” katanya. (Kompas.id, 1/7/2024).
Kasus serupa
Selain di Jakarta Timur, kasus KDRT juga terjadi di Cipondoh, Kota Tangerang. Minggu (30/6/2024) malam lalu, warga Gang H Adih, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, dikejutkan dengan perlakuan kasar Sulis, panggilan Sulistyawan, yang menarik Rahma saat baru pulang. Tak berselang lama, ia menyiram istrinya dengan bensin dan langsung menyalakan korek api untuk membakarnya.
Kejadian berawal saat Sulis sedang menggendong anaknya yang tertidur pulas dan hendak membawa masuk ke rumah kontrakan mereka. Namun, Sulis tak bisa masuk ke dalam karena kunci rumah dibawa oleh Rahma yang sedang keluar untuk memfotokopi berkas lamaran kerja. Hampir 1 jam Sulis menunggu istrinya datang.
Saat istrinya pulang, Sulis menyerahkan anaknya yang masih berusia sekitar 9 bulan kepada ibunya, Umi (65). Selanjutnya, dengan penuh amarah, Sulis menghampiri istrinya dan membakarnya. Sulis diduga kesal karena menunggu lama istrinya.
Baca juga: Perkara Kunci Rumah Berujung Suami Bakar Istri di Tangerang
Kesehatan mental
Sosiolog Kriminalitas dan Dosen Purna Universitas Gadjah Mada, Soeprapto, mengatakan, dari dua kasus itu, terlepas motifnya cemburu atau motif lainnya, ada satu hal penting dan luput dalam kehidupan sehari-hari manusia modern, yaitu kesehatan mental.
Kajian kriminologi, kata Soeprapto, jelas melihat munculnya tindak kejahatan tidak melihat struktur sosial. Kaya dan miskin bisa menjadi pelaku kejahatan.
Oleh karena itu, dalam penanganan kasus kriminal penyidik kepolisian bekerja dengan metode ilmiah untuk mengungkap kasus. Dalam pengungkapan hingga mencari penyebab kasus itu kepolisian biasanya melalui pendekatan pemeriksaan psikologi.
Namun, bukan berarti setengah berhasil mengungkap kasus dan mengetahui faktor psikologis pelaku kejahatan, pendekatan ilmiah berhenti di kepolisian. Dari dua kasus di Jakarta Timur dan Kota Tangerang, serta kasus kriminal lainnya seharusnya metode ilmiah secara psikologi tetap harus ada di lingkungan masyarakat.
”Kita tidak bisa menutup mata bahwa kejahatan atau tidak kriminal bisa muncul karena tekanan dari luar, dari pekerjaan, sekolah, kampus. Kombinasi dari dalam, seperti keluarga. Ini bukan semata perkara ekonomi, bukan kaya atau miskin. Saat ini, kita luput pentingnya menjaga kesehatan mental,” ujar Soeprapto.
Isu kesehatan mental warga atau pekerjaan, menurut Soeprapto, belum menjadi perhatian semua pihak. Perusahaan atau lembaga misalnya, jika perhatian dengan karyawan akan melakukan pendampingan psikologi gratis. Begitu pula di dunia pendidikan perlu melihat kesehatan mental peserta didik dan tenaga pengajarnya.
Idealnya, perusahaan dan lembaga pendidikan harus memberikan dua kali atau minimal setahun wajib bimbingan dan pendampingan psikologi.
Namun, saat ini, hal itu tidak dilakukan. Padahal, kata Soeprapto, jika itu dilakukan, baik pribadi maupun kelompok dan secara kelembagaan bisa memetakan masalah dan penyelesaiannya hingga menekan potensi jika terjadi sesuatu yang merugi bahkan membahayakan jiwa.
”Tekanan yang kita hadapi di lingkungan pekerjaan atau pendidikan, jika tidak bisa mengatasi seperti bom waktu atau segelas air yang terus dituangi. Pilihannya, dia menyakiti diri sendiri atau menyakiti orang lain, entah itu keluarga,” kata Soeprapto.
Untuk mengurangi atau menghindari terjadi tindakan serupa di waktu mendatang maka lembaga atau instansi perlu melakukan pemeriksaan general medical check baik fisik maupun kejiwaan.
”Memperhatikan pula IQ, EQ, dan SQ serta keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Agar setiap orang dapat terpantau kemampuan kendali dirinya,” kata Soeprapto.