Inovasi Perpustakaan Mendongkrak Minat Baca Warga Jakarta
Tingkat kegemaran membaca di Jakarta telah mengalami kenaikan, dari skor 72,36 pada 2022 menjadi 72,68 pada 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Budaya membaca warga Jakarta meningkat dalam setahun terakhir. Inovasi perpustakaan turut memacu tingkat kegemaran membaca warga.
”Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI, dalam rangka menjadikan perpustakaan Jakarta sebagai magnet pemustaka dan meningkatkan tingkat kegemaran membaca masyarakat,” kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Provinsi DKI Jakarta Firmansyah Wahid, Sabtu (25/5/2024).
Inovasi yang terus dikembangkan oleh Dispusip DKI Jakarta, antara lain, ialah pemanfaatan buku dengan memudahkan akses buku secara masif untuk masyarakat melalui platform digital seperti platform i-JAKARTA, spot baca digital, serta pengembangan sistem aplikasi Jaklitera.
Baca juga: Perpustakaan Tak Sekadar Tempat Membaca
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga telah melaksanakan kegiatan Baca Jakarta, Inisiatif Keluarga Ringkas Aksara (IKRA), perpustakaan keliling, mengadakan Festival Literasi yang berkolaborasi dengan komunitas-komunitas literasi Jakarta, serta workshop membaca untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam membaca.
Kemudian, mengadakan workshop menulis hingga lomba penulisan karya siswa, apresiasi pada peringatan Hari Anak Jakarta Membaca, serta aktivitas literasi yang menarik perhatian generasi Z dan milenial.
”Kami juga ada kegiatan Night at Library serta selalu menyesuaikan kebutuhan buku-buku terbaru yang tentunya kekinian,” ujar Firmansyah.
Firmansyah mengungkapkan, angka tingkat kegemaran membaca di Jakarta telah mengalami kenaikan, dari skor 72,36 pada tahun 2022 menjadi 72,68 pada tahun 2023. Hal ini menjadi momentum untuk menemukan minat dan motivasi warga Jakarta untuk membaca.
Pengukuran tingkat kegemaran membaca dilakukan oleh Dispusip DKI Jakarta setiap tahun untuk memperoleh data dan informasi mengenai kondisi riil tingkat kegemaran membaca serta untuk mengamati pergeseran perilaku informasi masyarakat DKI Jakarta. Tingkat kegemaran membaca juga sekaligus dikaitkan dengan maraknya bahan bacaan elektronik, penggunaan telepon pintar, dan teknologi lain untuk mengakses informasi.
Baca juga: Layanan Perpustakaan dan Kecerdasan Buatan Generatif
”Pengukuran ini menggunakan lima indikator, yaitu frekuensi membaca per minggu, durasi membaca per hari, jumlah bahan bacaan yang dibaca per tiga bulan, frekuensi akses internet per minggu, dan durasi akses internet per hari,” tutur Firman.
Peningkatan kegemaran membaca warga, menurut dia, merupakan hasil kerja sama dari semua pihak, meliputi pemerintah daerah, komunitas pegiat literasi, pihak swasta, serta masyarakat.
”Semua pihak bekerja sama meningkatkan kegemaran membaca masyarakat melalui pemberdayaan perpustakaan, taman baca, pojok baca, perpustakaan keliling, ruang baca masyarakat, serta termasuk keberadaan perpustakaan di ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA),” ujar Firman.
Selain itu, Dispusip DKI Jakarta juga mengembangkan literasi, khususnya di kalangan anak-anak dan generasi muda, melalui pembudayaan kegemaran membaca. Menurut Firmansyah, di balik dampak baiknya, perkembangan teknologi yang terus berkembang menjadikan perkembangan literasi sebagai suatu hal yang memiliki dampak buruk jika tidak disertai dengan pengawasan yang memadai.
”Keterlibatan anak-anak untuk menuangkan ide dan imajinasi mereka, khususnya pada lomba membaca dan menulis, diharapkan bukan hanya menjadi wadah, melainkan juga sebagai faktor untuk memperkuat keterampilan literasi dasar anak,” kata Firmansyah.
Adapun program Perpustakaan Keliling yang digagas Dispusip DKI Jakarta juga semakin diminati masyarakat. Tercatat sebanyak 22.747 pengunjung memanfaatkan layanan Perpustakaan Keliling selama tahun 2023.
Untuk menjaring masyarakat memanfaatkan layanan Perpustakaan Keliling, Dispusip DKI Jakarta menyediakan koleksi-koleksi yang didominasi bacaan anak di luar pelajaran sekolah. Selain itu, pengemudi armada Perpustakaan Keliling juga dibekali kemampuan untuk bisa mendongeng serta memperkenalkan berbagai jenis buku yang disediakan.
Kenyamanan perpustakaan
Warga Jakarta Pusat, Terra (23), mengapresiasi berbagai upaya dan kegiatan yang dilakukan Pemprov DKI untuk meningkatkan literasi warga Jakarta. Menurut dia, tempat yang nyaman serta fasilitas dan akses yang memadai sangat diperlukan untuk menunjang sebuah perpustakaan. Sebab, daripada membaca ke perpustakaan, warga saat ini lebih menyukai akses digital.
Terra mengatakan, ada beberapa perpustakaan yang tak cuma tenang dan nyaman di Jakarta, tetapi juga unik dan desainnya bagus. Bahkan, beberapa pengunjung sengaja datang jauh-jauh hanya untuk merasakan pengalaman membaca sekaligus mengabadikan momen.
”Ya, tidak apa-apa kalau niat awalnya hanya berfoto-foto. Toh, mereka (warga) tidak mungkin langsung balik setelah berfoto. Pasti lama-lama ada ketertarikan untuk melihat-lihat buku dan membaca,” kata Terra.
Perpustakaan itu harus betul-betul inklusif. Artinya, aksesnya harus dekat dan bisa diakses oleh siapa saja. Ini menjadi hal penting kalau ingin meningkatkan literasi.
Perpustakaan di Taman Ismail Marzuki (TIM) menjadi perpustakaan favorit Terra. Menurut dia, perpustakaan ini memiliki desain interior yang estetik.
”Letaknya juga di TIM, jadi selain ke perpustakaan, bisa jalan-jalan untuk melihat pameran atau teater di TIM. Di lantai bawah perpustakaan juga ada coffee shop. Cocok untuk nongkrong,” ujarnya.
Warga Jakarta Selatan, Sofia (25), mengatakan, setiap seminggu sekali ia sering mengunjungi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia. Tak hanya memiliki koleksi yang lengkap dan dikenal sebagai perpustakaan tertinggi dengan 27 lantai, pengunjung Perpusnas RI juga bisa menonton film, nongkrong di kafe, serta melihat pemandangan Jakarta dari ketinggian.
Menurut Sofia, perpustakaan yang nyaman juga cocok dijadikan tempat bekerja atau mengerjakan tugas asalkan tidak berisik. Ia berharap, perpustakaan yang nyaman dapat didirikan lebih banyak lagi di Jakarta.
”Tidak hanya membaca di perpustakaan, saya juga sangat menanti-nanti kegiatan yang rutin dilakukan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI, seperti Night at Library yang banyak menyuguhkan berbagai hiburan,” katanya.
Harus inklusif
Pegiat literasi yang juga penasihat Good News From Indonesia (GNFI), Maman Suherman, mengatakan, masalah literasi bukan semata-mata rendahnya minat baca. Namun, terkadang akses warga untuk membaca buku terbatas.
”Perpustakaan itu harus betul-betul inklusif. Artinya, aksesnya harus dekat dan bisa diakses oleh siapa saja. Ini menjadi hal penting kalau ingin meningkatkan literasi,” ujarnya.
Selain itu, masih banyak buku di perpustakaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Alhasil, buku-buku itu terancam tidak dibaca. Oleh karena itu, pengadaan buku perpustakaan tidak boleh asal-asalan dan memerlukan analisis kebutuhan.
Baca juga: Perpustakaan Menghadapi Politik Pengetahuan
Maman menuturkan, analisis kebutuhan buku tersebut dapat dipenuhi pustakawan profesional. Sayangnya, belum semua perpustakaan dilengkapi dengan pustakawan profesional.
Selain perpustakaan, warga juga dapat mengakses buku melalui taman bacaan masyarakat. Akan tetapi, pendirian taman bacaan masyarakat di beberapa tempat terbelit oleh berbagai persoalan administrasi.
Upaya mendongkrak literasi, menurut Maman, harus lintas sektor dengan melibatkan banyak kementerian dan lembaga. Bukan sekadar menambah jumlah buku, melainkan juga meningkatkan sumber daya manusia bidang perpustakaan sehingga dapat mengelolanya dengan profesional.
Memudahkan warga mengakses buku juga sangat penting untuk menumbuhkan budaya membaca. Hal ini tidak hanya memerlukan peran lembaga pendidikan, seperti sekolah, tetapi juga gerakan literasi keluarga dan masyarakat.
Selain itu, tugas dan fungsi perpustakaan mengalami banyak perubahan seiring dengan perkembangan internet. Oleh sebab itu, perpustakaan dituntut beradaptasi terhadap perubahan agar menjadi salah satu penggerak transfer pengetahuan untuk mendongkrak literasi warga.