Kolaborasi Lintas Sektor Dibutuhkan untuk Atasi Krisis Air Bersih di Jakarta
Koordinasi lintas sektor dinilai bisa mengatasi tersumbatnya jalur pipa di Jakarta agar layanan air bersih bisa merata.
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan air bersih di Jakarta hingga saat ini baru mencapai 67 persen. Artinya, masih banyak rumah tidak bisa mengakses air bersih yang merupakan kebutuhan dasar. Koordinasi lintas sektor dinilai dapat mengatasi kendala peningkatan cakupan layanan air bersih di Jakarta.
Komisi B DPRD DKI Jakarta mendorong Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (Perumda PAM Jaya) memprioritaskan peningkatan cakupan layanan air bersih di tahun 2024. Sebab, rendahnya cakupan dan efisiensi dari jaringan pipa air bersih telah mendorong penggunaan air tanah yang berlebihan oleh industri dan rumah tangga.
”Saat ini cakupan layanan masih di bawah 70 persen. Ini harus menjadi perhatian serius karena masih banyak warga yang belum bisa menikmati air bersih,” ujar anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Suhud Alynudin, Rabu (22/5/2024).
Menurut Suhud, banyak hal yang harus segera dibenahi agar cakupan layanan air bersih bisa mencapai 100 persen. Ini, di antaranya, koordinasi lintas sektor untuk mengatasi kendala tersumbatnya jalur pipa yang menyebabkan pekerjaan-pekerjaan teknis PAM Jaya terhambat.
Baca juga: Pemerataan Air Bersih di Jakarta Jadi Tantangan Menuju Kota Global
”Misalnya antara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang mengeluarkan izin dengan Bina Marga yang punya utulitas. Ini yang membuat pekerjaan teknis itu tidak selesai-selesai. Perlu ada koordinasi antara PTSP dan Dinas Bina Marga,” tutur Suhud.
Air bersih memang belum merata di Jakarta, terutama Jakarta Utara dan Barat. Sebagai contoh, saat ini sebanyak 18 kelurahan di Jakarta Barat masih mengalami krisis air bersih. Percepatan pembangunan reservoir komunal atau tandon air ukuran besar untuk mengatasi krisis air tersebut dinilai diperlukan.
Selanjutnya, salah satu prioritas utama yang dapat dilakukan oleh Pemprov DKI untuk meningkatkan pasokan air di Jakarta adalah dengan mengurangi kebocoran dari pipa air yang rusak. Non-water revenue (NRW) atau produksi air yang hilang karena kebocoran atau kerusakan pipa di Jakarta pada tahun 2020 mencapai 45,7 persen atau sekitar 280 juta meter kubik.
Angka ini berada di atas rata-rata NRW nasional, yaitu 37 persen. Jika kebocoran tersebut dapat dikurangi menjadi separuh dari angka saat ini, akan tersedia sekitar 140 juta meter kubik air untuk konsumsi harian.
Sebelumnya, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Golkar, Judistira Hermawan, juga menyebut bahwa kebutuhan akan air bersih menjadi tantangan Jakarta sebagai kota global seusai melepas status Ibu Kota.
”Ketersediaan air bersih secara merata perlu dipikirkan dengan betul. Apalagi, ini untuk kepentingan Jakarta 3,5 tahun bahkan 10 tahun ke depan dengan status Daerah Khusus Jakarta yang sebagai satu kawasan kota global,” katanya.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, jangkauan air bersih di Jakarta hingga saat ini baru mencapai 67 persen dan ditargetkan 100 persen pada tahun 2030. Beberapa wilayah Jakarta yang mempunyai persoalan air bersih antara lain Kalideres, Penjaringan, Pluit, Pejagalan, Kapuk, Rawa Buaya, Pegadungan, Kapuk Muara, Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Tegal Alur, dan Duri Kosambi.
Baca juga: Tambah Pasokan Air Bersih di Jakarta, PAM Jaya Mulai Proyek IPA Pesanggrahan
Dalam Buku Statistik Air Bersih DKI Jakarta 2018-2020 disebutkan bahwa sebagian besar sumber air yang dibutuhkan Jakarta berasal dari luar Jakarta, yaitu dari Waduk Jatiluhur sebesar 82 persen dan Tangerang sebesar 12 persen. Sumber air dari internal Jakarta hanya sebesar 6 persen.
Direktur Pelayanan Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan mengakui memang banyak keluhan masyarakat terhadap cakupan pelayanan mereka. Untuk itu, pihaknya bersedia berkoordinasi lintas sektor agar kendala-kendala di lapangan dapat teratasi dengan baik.
”Salah satu kendala kami dalam melakukan percepatan pembangunan pipa atau penanganan kebocoran adalah terkait masalah perizinan,” katanya.
Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan, berdasarkan data hingga April 2024, cakupan layanan PAM Jaya masih sekitar 67 persen dengan 930.000 pelanggan. Sementara pihak PAM Jaya membidik target 77.000 sambungan pipa baru pada 2024 di seluruh wilayah DKI Jakarta. Target sebanyak ini belum pernah ada di PDAM mana pun sehingga pihaknya harus bekerja luar biasa.
Saat ini, layanan PAM Jaya sudah mencapai 9.000 menuju 13.000 sambungan baru. Ia berharap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengambil alih sumber air yang bisa didapatkan untuk mendukung target ini.
Sebagian besar sumber air yang dibutuhkan Jakarta berasal dari luar Jakarta, yaitu dari Waduk Jatiluhur sebesar 82 persen dan Tangerang sebesar 12 persen. Sumber air dari internal Jakarta hanya sebesar 6 persen.
Di sisi lain, Arief mengaku bahwa tingkat kebocoran air bersih milik perumda PAM Jaya di DKI Jakarta saat ini masih tinggi (45,7 persen). Kebocoran ini akibat pipa eksisting yang sudah termakan usia. Bahkan, di salah satu lokasi prioritas, tingkat kebocoran pipanya menembus angka 79 persen.
Dengan demikian, PAM Jaya saat ini berupaya mengganti pipa baru di enam wilayah di DKI Jakarta agar tak ada lagi terjadi kebocoran air. Tiga wilayah yang masuk prioritas perbaikan pipa air itu berada di Jakarta Timur, meliputi Kampung Melayu, Duren Sawit, dan Pulomas. Sementara satu wilayah ada di Jakarta Selatan, yaitu Asem Baris, dan dua wilayah di Jakbar, yaitu Kebon Jeruk dan Abdul Wahab.
Arief mengaku belajar dari negara Filipina dalam menekan tingkat NRW. Ia menyebut, Filipina mampu menekan dari 60 persen menjadi kurang dari 20 persen dalam kurun waktu 30 tahun.
Dalam upaya meningkatkan cakupan air bersih sebanyak 100 persen pada 2030, pihaknya akan merekrut 1.087 karyawan lagi. Arief menambahkan, saat ini perusahaannya memiliki 1.580 pegawai per April 2024 dan ada yang memasuki masa pensiun hingga 90 orang setiap tahunnya.
Baca juga: Warga Kamal Muara Mulai Merdeka dari Krisis Air Bersih
”Kami memerlukan sekitar 2.500 pegawai kompeten di berbagai proses bisnis untuk mencapai target. PAM Jaya perlu untuk mengambil langkah strategis sejak sekarang dalam memastikan ketersediaan pegawai di tahun 2030, yaitu mengadakan management trainee (MT),” kata Arief.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengatakan, Jakarta tidak akan mengalami krisis air bersih jika potensi sumber daya air yang ada dapat dikelola dengan baik. Menurut dia, kelebihan air yang melimpah saat musim hujan tidak dikelola dengan baik sehingga terbuang percuma ke laut.
”Sebenarnya Jakarta tidak perlu mengalami kekeringan atau kesulitan air bersih jika semua potensi sumber daya air yang ada dikelola dengan baik. Banjir di musim hujan menunjukkan Jakarta kelebihan air melimpah yang tidak terkelola dengan baik sehingga terbuang percuma ke laut,” kata Nirwono.
Saat musim hujan, air yang melimpah itu seharusnya dapat dikelola dengan baik di seluruh waduk atau embung yang ada di Jakarta. Jika terkelola dengan baik, air di dalam waduk atau embung itu bisa menjadi cadangan air saat kemarau.
Sementara itu, ajang World Water Forum atau Forum Air Dunia 2024 yang digelar pada 18-25 Mei 2024 di Nusa Dua, Bali, mengingatkan betapa pentingnya manfaat air bagi manusia dan makhluk hidup. Dalam ajang ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyatakan bahwa air berada di garis depan tantangan global saat ini dan masa depan, dengan kombinasi pertumbuhan populasi, polusi, dan kenaikan suhu yang menyebabkan kelangkaan air di banyak tempat di dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 terdapat 10.683 desa/kelurahan yang mengalami pencemaran air di Indonesia, baik karena limbah rumah tangga maupun aktivitas industri. Selain itu, 4.496 desa atau kelurahan mengalami pencemaran dari limbah pabrik serta 27 desa dan kelurahan dari sumber-sumber lainnya.
Baca juga: Mendagri Pimpin Ministerial Meeting pada World Water Forum ke-10
Mendagri juga menyoroti dampak perubahan iklim yang meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir, yang membahayakan jutaan orang tanpa pengelolaan air yang berkelanjutan.
Adapun pemerintah mendedikasikan Rp 423,4 triliun untuk air bersih, sanitasi, dan mitigasi dampak perubahan iklim pada 2024. Serta mengalokasikan Rp 12,4 miliar untuk ketersediaan air minum di Indonesia.
”Masalah air tidak hanya menjadi perhatian profesional dan akademis, tetapi juga membutuhkan kepemimpinan kuat dari para pengambil kebijakan. Air bersifat politis,” ujarnya (Kompas.id, 20/5/2024).
Potensi banjir rob
Di sisi lain, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi wilayah pesisir Jakarta berpotensi dilanda banjir rob pada 21-29 Mei 2024. Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo mengatakan, ancaman banjir rob disebabkan fenomena fase bulan purnama yang akan berlangsung pada 23 Mei 2024.
”Ini dapat meningkatkan ketinggian pasang air laut secara maksimum berdasarkan pengamatan data water level dan prediksi,” ujarnya.
Eko menyampaikan, genangan biasanya terjadi di wilayah pesisir terutama kawasan Muara Baru, Jakarta Utara. Sementara puncak pasang maksimum pada pukul 20.00 sampai 24.00 WIB.
Hal ini tentu akan berdampak pada aktivitas masyarakat di sekitar pelabuhan dan pesisir. Misalnya bongkar muat pelabuhan, tambak garam, dan perikanan darat.
Warga wilayah pesisir utara Jakarta seperti Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, Pluit, Ancol, Kamal, Marunda, Cilincing, dan Kalibaru diimbau agar dapat mengantisipasi dampak pasang maksimum air laut yang berpotensi terjadi banjir rob.