Hidup Glamor Artis, Sasaran Empuk bagi Bandar Narkoba
Penyalahgunaan narkoba oleh artis atau siapa pun itu karena Indonesia pasar potensial bagi peredaran narkoba.
Seorang figur publik kembali tersandung kasus penyalahgunaan narkotika. Kali ini, Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menangkap Epy Kusnandar alias EP dan rekannya, Yogi Gamblez alias RYH. Gaya hidup artis yang bergelimang pundi rupiah menjadi salah satu target para bandar untuk mengedarkan narkotika secara luas.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Indrawienny Panjiyoga mengatakan, dua pesinetron itu ditangkap Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2024).
”Dari salah satunya, polisi menemukan barang bukti narkotika jenis ganja. Kedua aktor tersebut dinyatakan positif menggunakan narkoba setelah dilakukan tes urine awal,” kata Panji saat dikonfirmasi, Sabtu (11/5/2024).
Baca juga: Indonesia Jadi Pasar Besar Peredaran Narkotika
Berdasarkan laporan warga yang curiga dengan gerak-gerik Yogi dan Epy, kata Panji, pihaknya bergerak menyelidiki kasus penyalahgunaan narkotika. Yogi ditangkap terlebih dahulu. Lalu diikuti penangkapan Epy di warung miliknya di kawasan Apartemen Kalibata City.
”Saat ini kami masih mendalami kasus. Barang bukti itu milik siapa dan dari mana,” kata Panji.
Penangkapan figur publik oleh Polres Metro Jakarta Barat ini bukan pertama kali. Sebelumnya, Rio Reifan pada Sabtu (27/4/2024) ditangkap di rumahnya Jatinegara, Jakarta Timur.
Dalam tangan Rio, polisi menyita tiga paket sabu seberat 1,17 gram, 12 butir alprazolam, setengah butir pil ekstasi, dan ala hisap. Penangkapan Rio terkait penyalahgunaan narkoba juga bukan pertama kali. Ia sudah lima kali ditangkap polisi terkait kasus narkotika sejak 2015. Tidak hanya direhabilitasi, Rio juga dikenai sanksi maksimal 12 tahun penjara.
Beberapa artis yang pernah terjerat dalam penyalahgunaan narkotika adalah Nunung, Ammar Zoni, Fico Fachriza, Hud Filbert, Bobby Joseph, Fachri Albar, dan artis lainnya.
Target
Ketua Umum Badan Koordinasi Nasional Garda Mencegah dan Mengobati (Bakornas GMDM) Arman Depari mengatakan, dari beberapa kasus yang pernah ditanganinya, artis hanya salah satu target bandar narkotika. Semua kalangan sangat rentan terjerat barang haram tersebut, terutama generasi muda yang paling rentan dan jadi incaran para bandar.
”Menyasar anak muda itu lebih bahaya karena bisa merusak generasi bangsa. Sasaran potensial adalah kaum muda. Namun, siklus peredaran tidak terbatas pada umur, latar belakang, pendidikan, atau status sosial. Semua lapisan bisa saja menjadi penyalah guna,” ucap Arman saat dihubungi, Sabtu.
Baca juga: Peredaran Narkoba Jenis LSD Sasar Anak Sekolah
Bahaya penyalahgunaan narkoba oleh artis atau siapa pun itu, kata Arman, karena Indonesia masuk dalam pasar potensial peredaran narkotika. Tak mengherankan, hingga saat ini narkoba menjadi ancaman terbesar di Indonesia. Ketersediaan narkoba di pasar melimpah dan mudah didapatkan.
Tidak hanya peredaran yang luas, narkotika pun saat ini semakin banyak ragamnya atau jenis baru, yaitu new psychoactive substances (NPS).
Mengutip dari laman Badan Narkotika Nasional (BNN), NPS adalah zat psikotropika, baik dalam bentuk murni maupun olahan, yang belum diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika pada 1961 dan Konvensi Tunggal Psikotropika pada 1971, tetapi zat tersebut dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2023 yang diterbitkan oleh BNN akhir tahun 2023, ada 1.150 jenis NPS terindikasi di dunia. Adapun NPS di Indonesia ada 91 jenis NPS yang sudah terindentifikasi.
Dari total jumlah tersebut, 85 NPS sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 dan 2 Tahun 2021. Sementara ada enam NPS yang masih diatur oleh Kementerian Kesehatan.
Adapun jenis yang teridentifikasi di Indonesia, yaitu 39 jenis synthetic cannabinoids, 23 jenis synthetic cathinones, 15 jenis fenetilamina, 4 jenis plant based subtances, 4 jenis piperazine, 4 jenis phencyclidine type subtances, dan 2 tryptamine.
Menurut Arman, pemberantasan narkoba saja tidak cukup. Siapa pun yang terjerat dalam penyalahgunaan narkotika perlu direhabilitasi. Namun, beriringan dengan hal tersebut, perlu pula penindakan tegas dan keras secara hukum kepada para bandar dan pengedar narkotika.
”Pengguna atau pecandu diberikan hak untuk rehabilitasi. Pidana yang dijatuhkan tidak berupa kurungan penjara. Berapa kali pun seseorang tidak tertangkap (pidana penjara) karena hanya sebagai pengguna. Harus dirawat dan disembuhkan dengan pengawasan yang ketat. Kembalikan mereka ke keluarga dan ke tengah masyarakat. Bahwa ketergantungan narkoba itu bisa disembuhkan dengan komitmen dan dukungan keluarga,” ujarnya.
Selain itu, para artis juga terjerat penyalahgunaan narkotika karena alasan ketahanan fisik atau stamina. Tuntutan kerja keartisan dan rutinitas padat lainnya membuat mereka mencari jalan pintas dengan mengonsumsi narkotika.
Menurut kriminolog Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, para artis atau publik figur sering menyalahgunakan narkoba karena berbagai faktor, seperti lingkungan, tuntutan jam kerja keartisan, dan target potensial para bandar narkoba.
Gaya hidup lingkaran keartisan yang mewah hingga pundi-pundi rupiah yang mereka peroleh menjadi sasaran para bandar sehingga tidak sulit mendapatkan narkotika. Meski tidak bisa dipukul rata, artis yang masuk dalam jerat dunia gelap dan haram itu lalu menjadi justifikasi gaya hidup keglamoran dunia hiburan.
”Artis-artis ini menjadi target dari pemasok narkoba. Mengedarkan narkoba ke artis dianggap jalan memperluas pasar. Apalagi jika figur itu yang dianggap baik oleh masyarakat sehingga peredaran narkoba pun bisa lancar,” ujar Josias.
Selain itu, para artis juga terjerat penyalahgunaan narkotika karena alasan ketahanan fisik atau stamina. Tuntutan kerja keartisan dan rutinitas padat lainnya membuat mereka mencari jalan pintas dengan mengonsumsi narkotika.
Jam kerja berlebih dan harus menyelesaikan pekerjaan yang cepat itu lalu menyebabkan artis dengan mudah ditawari obat penambah energi agar tetap prima dan penampilan terjaga. Padahal, obat-obat itu merupakan narkoba.
Namun, kata Josias, alasan menjaga stamina dengan mengonsumsi narkotika itu tidak bisa dibenarkan. Begitu pula dengan Arman yang tidak sependapat dengan tuntutan jam kerja padat.
”Itu hanya kambing hitam. Stamina hanya alasan pembenar. Banyak suplemen yang tersedia, olahraga, dan gaya hidup sehat dengan pola makan kegiatan positif lainnya,” lanjut Arman, mantan Deputi Pemberantasan BNN itu.