Transportasi Publik di Jakarta Memikat Turis Mancanegara
Meski perlu terus dibenahi, layanan transportasi publik di Jakarta menarik bagi warga lokal dan turis asing.
DKI Jakarta memiliki peluang besar memperkuat posisi sebagai kota global di tengah berbagai tantangan yang dihadapi. Jakarta punya modal ketersediaan infrastruktur berstandar internasional serta keberagaman transportasi publik yang menarik para pengguna, baik warga lokal maupun turis mancanegara.
Meski memiliki sejumlah catatan yang perlu dibenahi, tidak bisa dimungkiri bahwa transportasi umum di DKI Jakarta jauh lebih berkembang dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hal ini tidak hanya menghadirkan pengalaman mengesankan bagi warga Jakarta dan sekitarnya saja, tetapi juga para turis yang datang ke Jakarta. Seperti halnya Jason, Youtuber asal Inggris, yang takjub dengan transportasi umum di Indonesia.
Pemilik kanal Youtube Jason Travel itu mengunggah video pengalaman pertamanya naik kereta cepat Whoosh dari Stasiun Halim di Jakarta menuju Stasiun Tegalluar di Bandung pada Selasa (12/3/2024). Video tersebut diberi judul KELAS PERTAMA di Kereta Cepat Jakarta (Tidak Seperti yang Saya Harapkan!) dan saat ini sudah ditonton 624.000 kali.
Dikutip dari unggahan di akun Youtube-nya yang memiliki 224.000 pengikut itu, Jason mengatakan bahwa Whoosh supermewah dan modern, baik di kelas utama, bisnis, maupun ekonomi premium. Begitu halnya stasiunnya yang sangat bersih dan modern.
”Kereta ini memiliki kecepatan tertinggi 350km per jam yang sungguh mengesankan. Namun, kalian tidak akan merasa melaju secepat itu saat berada di dalam gerbong kereta,” ucapnya.
Jason menuturkan, perjalanan yang dulunya memakan waktu tiga jam dan bisa dipangkas menjadi 40 menit merupakan peningkatan luar biasa pada waktu perjalanan.
”Meski perjalanan hanya 40 menit, saya tetap mendapatkan satu kotak makanan ringan yang berisi roti, jus apel, dan air. Saya sangat merekomendasikan kereta cepat ini untuk kalian coba,” ujarnya.
Tidak hanya Jason, kondisi stasiun dan kereta rel listrik (KRL) di Jakarta juga membuat seorang Youtuber asal Amerika Serikat bernama Evan terkagum-kagum. Dalam unggahan video di kanal Youtube ThatEvanGuy yang berjudul ”I CAN’T Believe Jakarta, Indonesia’s Infrastructure (USA Jealous)”, Evan membagikan pengalamannya naik KRL di Jakarta untuk pertama kali pada Rabu (24/4/2024) dan saat ini sudah ditonton 549.601 kali.
Baca juga: Ekosistem Transportasi Berbasis Listrik di Jabodetabek Diperluas
Evan yang memiliki 814 pengikut di akun Youtube-nya itu berangkat dari Stasiun Sawah Besar menuju Stasiun Cikini. Ia hendak pergi untuk makan gado-gado dan makanan Indonesia lainnya.
”Saya sebenarnya bisa saja naik ojek online. Namun, saya lebih tertarik untuk melihat bagaimana transportasi umum di sini (Jakarta),” kata Evan.
Saat menginjakkan kaki di Stasiun Sawah Besar, Evan langsung terpukau dengan kondisi stasiun yang bersih. Menurut dia, Stasiun Sawah Besar jauh lebih bersih ketimbang di New York, Amerika Serikat.
Evan juga menyoroti bahwa kondisi lantai di tangga Stasiun Sawah Besar juga cukup bersih. Sebab, ada banyak orang yang membuang permen karet sembarangan di stasiun kereta bawah tanah (subway) di New York.
Selain itu, ia juga terkesan karena area peron bersih dari tikus. ”Kalau kamu pergi ke stasiun di New York, harus hati-hati ada banyak feses, ada tikus juga,” ujar Evan.
Baca juga: Jakarta Kota Global, antara Kepastian Mesin Ekonomi dan Isu Aglomerasi
Berdasarkan pengalamannya menaiki subway New York, terdapat banyak tunawisma di dalam kereta. Ia pun penasaran dengan kondisi KRL di Jakarta. Saat rangkaian kereta itu tiba, ia kembali terkesan dengan kondisi KRL yang bersih serta banyak anak-anak yang turut naik transportasi umum tersebut.
”Tidak bau seperti di New York dan cukup bersih. Tidak hanya ada tunawisma saja. Ini keren. Ada banyak orang berbagai usia di sini. Kamu tidak akan lihat anak-anak di subway New York,” kata Evan.
Evan juga dibuat kagum dengan seorang pria yang memberikan kursinya untuk perempuan di dalam KRL. Menurut dia, budaya seperti itu sangat membuka mata.
Selain memuji kondisi stasiun yang terawat, Evan juga mengatakan toilet umum di dalam stasiun Sawah Besar lebih bersih daripada di negara asalnya. Setibanya di Stasiun Cikini, Evan memberikan rating 9 dari 10 untuk pengalaman perjalanannya menggunakan KRL pertama kali di Jakarta.
Warga Jakarta Barat yang selama tiga tahun sempat tinggal di New York, Chyntia Ariana (28), sependapat dengan Evan. Menurut dia, stasiun subway di New York sangat kotor dan jorok. Terlebih, sering tercium bau tidak sedap di area stasiun.
Baca juga: Transjakarta, 20 Tahun Perjalanan Membangun Budaya Transportasi Publik
”Hanya stasiun-stasiun besar yang menurut saya bersih. Keamanan di sana juga masih kurang. Bahkan, pernah ada tragedi penembakan dan pembunuhan di stasiun,” ujarnya, Sabtu (4/5/2024).
Chyntia mengatakan, di subway New York juga terdapat sistem kursi prioritas. Namun, warga AS cenderung cuek dan kebanyakan bukan warga lansia yang menggunakan kursi tersebut. Bahkan, ia pernah menawari tempat duduk untuk warga lansia, tetapi malah ditolak dengan wajah masam.
Meski demikian, ada satu hal yang membuat Chyntia kagum dengan sistem kereta api di sana yang menurut dia bisa diterapkan di Jakarta. Di New York, akses informasi sangat dimudahkan, termasuk jam keberangkatan serta keterlambatan kereta.
”Di sana, calon penumpang bisa melihat langsung keterlambatan subway melalui monitor atau Apple Maps/Google Maps. Sistem informasi seperti itu bisa diakses untuk KRL Jabodetabek,” lanjutnya.
Belum semua terintegrasi
Meski layanan tranprtasi publik di Jakarta banyak menuai pujian, di sisi lain minat masyarakat Jakarta untuk menggunakan moda transportasi umum masih minim. Hal ini tidak terlepas dari belum terintegrasinya moda transportasi umum antara DKI Jakarta dan daerah penyangganya.
Prayoga (25), warga Jakarta Selatan, masih terbiasa menggunakan kendaraan pribadi dalam aktivitas sehari-harinya, seperti bekerja. Namun, bukan tanpa alasan ia lebih memilih menggunakan motor ketimbang angkutan umum.
Transportasi di Jakarta sekarang banyak yang sudah saling terintegrasi dan sudah mampu menjangkau 95 persen wilayah DKI Jakarta.
Ada beberapa alasan Yoga memilih masih menggunakan kendaraan pribadi. Pertama, jarak rumahnya ke tempat kerja lumayan jauh dan akses transportasi umum di sekitar kantornya masih susah. Kedua, pekerjaannya menuntut dirinya tidak menetap di kantor sehingga lebih efisien menggunakan sepeda motor.
Adapun jika dihitung, pengeluaran Yoga masih lebih hemat menggunakan sepeda motor ketimbang menggunakan transportasi umum.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, pengguna sepeda motor masih mendominasi di Jakarta. Dari 88 juta perjalanan per hari, penggunaan sepeda motor mencapai 68,3 persen. Sementara pengguna transportasi umum masih sekitar 18,45 persen. Ketimpangan ini membuat permasalahan lalu lintas, terutama kemacetan.
Transformasi Jakarta ke arah kota global tidak hanya bergantung pada sektor ekonomi, tetapi juga pada infrastruktur yang mendukung. Pembangunan infrastruktur kelas dunia, seperti transportasi yang efisien, menjadi prioritas untuk meningkatkan konektivitas dan mobilitas di Jakarta.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto menilai, sistem transportasi umum di DKI Jakarta sudah relatif baik dari aspek kuantitatif maupun kualitatif.
”Transportasi di Jakarta sekarang banyak yang sudah saling terintegrasi dan sudah mampu menjangkau 95 persen wilayah DKI Jakarta,” kata Budiyanto.
Dengan adanya kemajuan bidang di transportasi, diharapkan masyarakat mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan beralih menggunakan transportasi publik. Selain itu, harga tiket transportasi publik di Jakarta dinilai relatif terjangkau.
Namun, di sisi lain, menurut Budiyanto, masih ada hal yang harus dibenahi agar transportasi umum di Jakarta bisa menjadi pilihan masyarakat. Akses transportasi di wilayah penyangga dinilai perlu ditambah untuk memudahkan akses menuju Jakarta tanpa menggunakan kendaraan pribadi.
Menurut dia, mengubah pola pikir masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi publik menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Pemerintah juga tidak boleh mengesampingkan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pengguna transportasi publik.
Terkait kualitas udara di Jakarta yang buruk, Budiyanto menyebut, sudah waktunya pemerintah dan para pemangku kepentingan mempercepat pengadaan angkutan umum tenaga listrik di wilayah Jabodetabek. Harus ada ruang sosialisasi dan anggaran yang cukup untuk mengganti kendaraan angkutan umum konvensional dengan angkutan umum tenaga listrik, mengingat harga dan biaya angkutan massal bertenaga listrik cukup mahal.
Pembangunan dari segi infrastruktur, transportasi, dan urban development akan dilakukan untuk mempersiapkan Jakarta sebagai kota global.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga berpendapat, dalam upaya meningkatkan minat warga untuk beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, tidak hanya cukup sebatas penambahan armada, tetapi juga optimalisasi sarana pendukungnya. Misalnya, pembangunan trotoar yang ramah pejalan kaki.
Sayangnya, pembangunan trotoar di Jakarta belum memiliki pedoman yang jelas. Pedoman yang dimaksud adalah rencana induk fasilitas pejalan kaki yang dituangkan dalam peraturan daerah. Ini penting sebagai tolok ukur pembangunan.
Nirwono berpendapat, selama ini, pemerintah belum memiliki pegangan yang jelas terkait pembangunan trotoar. Semua masih terpaku atas usulan dari suku dinas di tiap-tiap kota.
”Seharusnya, suku dinaslah yang harus mengikuti aturan dari pemprov, bukan sebaliknya,” katanya (Kompas.id, 15/3/2024).
Dalam membangun fasilitas umum, seperti trotoar, halte, dan jembatan penyeberangan orang, menurut Nirwono, harus didasari atas satu visi utama, yakni untuk memudahkan warga mengakses angkutan umum atau untuk pengembangan kawasan.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meyakini Jakarta lebih mudah dibenahi. Terutama saat aktivitas pemerintahan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurut Heru, banyak gedung yang tidak lagi dipakai seusai aktivitas pemerintahan berpindah dan dapat digunakan untuk pengembangan Jakarta, seperti dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan berorientasi transit (TOD).
Heru melihat pengembangan kawasan TOD perlu dilakukan. Sebab, infrastruktur penunjang transportasi publik menjadi penting saat menjadi kota global.
”Pembangunan dari segi infrastruktur, transportasi, dan urban development akan dilakukan untuk mempersiapkan Jakarta sebagai kota global,” kata Heru.