Menanti Terkuaknya Misteri Bunuh Diri Brigadir Ridhal
Keganjilan keberadaan Ridhal di Jakarta, pelat mobil Alphard, dan banyaknya keganjilan yang perlu diungkap.
Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan telah menutup penyelidikan kasus dugaan bunuh diri Brigadir Ridhal Ali Tomi. Namun, kasus ini masih diliputi sejumlah misteri dan kejanggalan karena pernyataan polisi yang simpang siur serta kesaksian sejumlah warga dan keluarga yang menyatakan sebaliknya.
Sebelumnya, Ridhal ditemukan tewas di dalam mobil Toyota Alphard pada Kamis (25/4/2024) di halaman rumah di Jalan Mampang Prapatan IV Nomor 20, Tegal Parang, Jakarta Selatan. Di dalam mobil ditemukan pistol HS kaliber 9 milimeter di bawah kaki kanan Ridhal.
Polisi menduga peristiwa ini bunuh diri. Namun, status tugas Brigadir Ridhal yang tidak jelas dan keberadaannya di Jakarta yang jelas-jelas di luar tempat dinasnya di Kepolisian Resor Kota Manado, Sulawesi Utara, memantik pertanyaan. Bekerja untuk apa dan ada keperluan apa polisi yang bertugas di Satuan Lalu Lintas Polresta Manado itu di Jakarta? Apa motif bunuh dirinya?
Sederet pertanyaan itu hingga saat ini masih belum terjawab. Sejumlah informasi yang diperoleh di lapangan menyebutkan, Brigadir Ridhal telah bekerja sebagai ajudan atau sopir salah satu pengusaha di Jakarta sejak akhir tahun 2021.
Kepastian mengenai status dinas Brigadir Ridhal ini sedang didalami Kepolisian Daerah Sulawesi Utara. Kepala Bidang Humas Polda Sulut Komisaris Besar Michael Irwan mengatakan, saat ini Bidang Pengawasan Profesionalisme (Propam) Polda Sulut mendalami dugaan bunuh diri tersebut, termasuk dengan memeriksa atasan Brigadir Ridhal.
Propam Polda Sulut masih memeriksa Kepala Polresta Kota Manado Komisaris Besar Julianto Sirait dan Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Manado Komisaris Yulfa Irawati.
”Pak Kapolda sudah memerintahkan Propam untuk melakukan pemeriksaan terhadap atasannya (Ridhal), baik kasatlantas maupun kapolrestanya, terkait keberadaan Brigadir RAT di Jakarta,” ujar Michael saat dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Status dinas Brigadir Ridhal ini penting, antara lain untuk mengetahui motif bunuh diri dan apakah kematian polisi lalu lintas itu terkait dengan pekerjaannya di Jakarta.
Baca juga: Penyelidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir Ridhal Dihentikan, Menyisakan Sejumlah Misteri
Dari hasil pemeriksaan sementara, Ridhal telah bekerja sebagai ajudan atau sopir salah satu pengusaha di Jakarta sejak Desember 2021 dan tidak dilengkapi surat tugas. Ridhal juga masih tercatat sebagai anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Manado. Saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi terkait siapa nama pengusaha itu.
”Yang bersangkutan menjadi ajudan dari pengusaha di Jakarta itu tidak ada surat izin dari pimpinan. Sejak Desember 2021, tetapi informasinya tidak full, (Ridhal) datang pergi terakhir 10 maret dia berangkat ke Jakarta. Keberadaan almarhum di Jakarta dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinannya,” tutur Michael.
Terkait informasi Ridhal diajak oleh rekan kerja dari seorang polwan di Polresta Manado, Michael mengatakan hal itu masih diselidiki.
Hasil pemeriksaan lainya, Propam Polda Sulut juga tidak menemukan bukti terkait dugaan Kapolresta Manado Komisaris Besar Julianto menerima setoran bulanan sebesar Rp 10 juta dari seorang bos batubara yang memperkerjakan Ridhal.
Baca juga: Penyelidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir Ridhal Dihentikan, Menyisakan Sejumlah Misteri
Cuti atau tugas?
Pernyataan Michael bahwa Ridhal telah bekerja sebagai ajudan atau sopir di Jakarta sejak akhir 2021 itu mematahkan pernyataan sebelumnya dari Kepala Seksi Humas Polresta Manado Inspektur Dua Agus Haryono.
Sebelumnya, Agus mengatakan, Ridhal ikut dalam pengamanan Pemilu 2024 sebelum meminta izin mengunjungi kerabat di Jakarta sejak Maret 2024. Ridhal sudah tidak berada di Manado sekitar 10 Maret lalu.
Ada kesimpangsiuran antara keterangan istri almarhum dan keterangan kepolisian. Oleh karena itu, sejak awal Kompolnas sudah mendorong kasus ini untuk diungkap.
Polres Metro Jakarta Selatan juga mendapat konfirmasi dari satuan kerja Polresta Manado bahwa Ridhal berada di Jakarta karena izin cuti. Begitu pula dengan Indra Pratama, pemilik rumah nomor 20, yang mengatakan bahwa Ridhal sudah hampir seminggu menginap di rumah Indra sebelum peristiwa bunuh diri.
Indra membantah jika Ridhal menjadi pengawal pribadi untuknya. ”Tidak ada. Dia datang ke sini silaturahmi, ya, saya welcome saja. Kenal, tetapi tidak ada penugasan apa pun,” katanya.
Menurut anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, ada kesimpangsiuran antara keterangan istri almarhum dan keterangan kepolisian. Oleh karena itu, sejak awal Kompolnas sudah mendorong kasus ini untuk diungkap.
”Istri mengatakan BKO, kepolisian mengatakan cuti sejak 10 Maret. Nah, kalau cuti, kan, harus sesuai aturan. Tidak bisa melebihi batas waktu. Cuti juga tidak bisa bawa senpi karena tidak sedang berdinas,” ujar Poengky.
Terkait masa cuti yang panjang sejak 10 Maret hingga ditemukan meninggal, kata Poengky, juga menimbulkan tanda tanya.
”Jika merujuk keterangan istri bahwa almarhum BKO, apakah prosedur permohonannya sudah sesuai aturan? Tidak bisa, dong, main enak dibawa-bawa komandan. Keperluannya apa? Itu yang harus diperiksa oleh propam. Apakah penugasannya sudah sesuai prosedur atau melanggar?” kata Poengky
Sementara itu, salah satu warga Mampang Prapatan yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, ia mengenal Ridhal sebagai seorang ajudan atau sopir dari pemilik rumah nomor 20.
Ridhal tidak tinggal di rumah nomor 20, tetapi di rumah indekos. Namun, AS, tidak mengetahui lokasi indekos Ridhal. Di rumah nomor 20 itu tinggal keluarga David dan Indra. Mereka merupakan saudara.
”Sudah sering terlihat di rumah nomor 20 itu sekitar setahun. Dia sopirnya David yang saya tahu, ya. Kalau Indra tidak pakai mobil itu (Alphard),” kata AS.
Warga lainnya, Imam Samsudin (42), menyebutkan, ia mengenal Ridhal karena beberapa kali pernah berbincang-bincang. Imam mengenal Ridhal sebagai sosok yang baik.
”Saya tahu dia polisi di Manado. Nah, pemilik rumah itu katanya pengusaha tambang. Pemilik rumah lebih kurang dua tahun tinggal di sini. Dulu ini rumah almarhum Pak Menteri Fahmi Idris,” ujarnya.
Keganjilan pelat mobil
Kematian Ridhal yang bunuh diri meninggalkan keganjilan, salah satunya terkait pelat mobil Toyota Alphard. Dari rekaman CCTV yang ditampilkan saat rilis di Polres Metro Jakarta Selatan, mobil Toyota Alphard menggunakan pelat 23-XIII. Pelat ini seperti ciri pelat mobil DPR. Nomor pelat ini sangat berbeda saat penyelidikan awal kepolisian di rumah nomor 20. Saat itu, pelat mobil Alphard yang terpasang ialah B 1544 QH.
Kompas juga sempat mengambil gambar kondisi mobil di halaman rumah nomor 20. Di situ terlihat pelat mobil Alphard B 1544 QH, berbeda dengan yang ditampilkan di kamera CCTV.
Baca juga: Misteri Bunuh Diri Brigadir Ridhal di Mampang Prapatan
Ada dugaan pemilik kendaraan sudah menganti pelat nomor tersebut. Saat ditanya terkait pelat nomor tersebut, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Bintoro belum bersedia menjawab.
Polres Metro Jakarta Selatan sendiri telah menutup kasus kematian Brigadir Ridhal dan menyatakan kematiannya ialah karena bunuh diri. Bintoro mengatakan, kesimpulan itu didapat dari hasil pemeriksaan pusat laboratorium forensik dan 13 saksi, termasuk pemilik rumah berinisial D (David).
Kini, publik masih menanti hasil pemeriksaan Propam Polda Sulut terkait dengan status dinas Brigadir Ridhal. Pengungkapan hal ini setidaknya dapat memberikan titik terang tentang pekerjaan yang dilakoni polisi itu di Jakarta dan keterkaitan antara pekerjaannya dengan temuan pistol serta dugaan bunuh diri.