Jakarta Tak Lagi Menarik Pendatang Baru Pascalebaran
Daya tarik Jakarta bagi kaum urban sudah tidak menarik seperti dulu lagi. Mereka bergeser ke kota tetangga.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tren penurunan jumlah warga pendatang baru ke Jakarta diperkirakan akan terus berlanjut pascalebaran 2024. Pembangunan yang kian merata di daerah dan kemajuan teknologi menjadi faktor Jakarta tidak lagi semenarik masa lampau untuk mengadu nasib.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Jakarta memperkirakan angka warga pendatang baru pascalebaran tahun ini akan menurun hingga 15.000 orang. Padahal, dalam empat tahun terakhir, Disdukcapil Jakarta mencatat jumlah pendatang selalu di atas angka 20.000 orang.
Pada tahun 2020, jumlah pendatang baru pascalebaran di Jakarta mencapai 24.043 orang. Kemudian pada 2021 ada 20.046 orang, 2022 ada 27.478 orang, dan 2023 ada 25.918 orang. Ini ditengarai karena pemerataan pembangunan dan perekonomian di daerah lain.
Daya tarik Jakarta bagi kaum urbanis baru itu sudah tidak menarik seperti dulu lagi.
Saldi (58), salah satu pemudik asal Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat yang baru tiba di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (16/4/2024) mengaku akan melanjutkan perjalanan ke Tangerang Selatan, Banten. Pria yang sudah bekerja 20 tahun sebagai sopir di salah satu perusahaan swasta di Kawasan Industri Taman Tekno, Serpong mengajak anaknya untuk ikut bekerja dengannya.
"Kemarin anak saya baru kena PHK (pemutusan hubungan kerja) di Cikarang (Jawa Barat). Sekarang saya ajak ke Serpong. Kebetulan, bos butuh sopir tambahan," katanya.
Sang anak, Fahri (29) mengakui sekarang sulit mencari kerja informal di Jakarta, terlebih dia hanya memiliki bekal ijazah SMA. Dia tak merasa berat hati harus bekerja sama dengan ayahnya. Sebab, ia tidak punya pilihan lain untuk menyambung hidup.
Selama di Serpong nanti, Fahri yang turut membawa istri dan seorang anak akan tinggal sementara di kontrakan ayahnya. Setelah mendapat uang yang cukup, dia berencana mencari tempat tinggal sendiri.
"Ke Jakarta sekarang mau kerja apa lagi? Biaya kosnya mahal, makan mahal. Di Tasik juga belum dapat pekerjaan, jadi ya ikut saja mumpung ada lowongan," kata Fahri.
Sementara itu, Kepala Disdukcapil Jakarta, Budi Awaluddin mengaku tidak masalah dengan berkurangnya jumlah pendatang ke Jakarta. Dia mengimbau para pendatang agar memastikan diri sudah memiliki tempat tinggal dan pekerjaan yang layak di Jakarta. Warga yang mudik juga diharapkan tidak membawa sanak saudara atau kerabat dari kampung halaman ke Jakarta jika tanpa kepastian hidup.
"Warga yang ingin mencoba datang ke Jakarta dengan beberapa alasan lainnya agar secara sadar untuk dapat mempersiapkan diri, seperti keahlian atau skill dengan jaminan kerja dari pemberi kerja serta tempat tinggalnya jika menetap di Jakarta nantinya," kata Budi.
Warga yang ingin mencoba datang ke Jakarta dengan beberapa alasan lainnya agar secara sadar untuk dapat mempersiapkan diri, seperti keahlian atau skill dengan jaminan kerja dari pemberi kerja serta tempat tinggalnya jika menetap di Jakarta nantinya
Dihubungi terpisah, Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai Jakarta sudah tidak lagi menarik juga disebabkan oleh faktor kemajuan teknologi. Misalnya, masyarakat bisa berjualan secara daring di lokapasar atau menjadi ojek daring di daerahnya. Ini yang membuat kesempatan kerja di daerah menjadi sama tanpa harus ke Jakarta.
Selain itu, para perantau di Jakarta juga tidak mau semakin terbebani dengan mengajak sanak saudara atau kerabat dari kampung halaman untuk ke Jakarta. Dengan demikian, fenomena mengajak orang lain untuk ikut mengadu nasib tanpa kepastian kerja di Jakarta juga berkurang.
"Daya tarik Jakarta bagi kaum urbanis baru itu sudah tidak menarik seperti dulu lagi. Kota-kota seperti Cikarang, Bekasi, Cibitung, Tangerang itu tumbuh sebagai kota tujuan pendatang baru dengan aturan yang lebih fleksibel dibandingkan Jakarta," kata Yayat.
Arus balik berakhir
Saldi dan Fahri bersama empat anggota keluarga mereka baru tiba di Terminal Kalideres setelah perjalanan tujuh jam berangkat pukul 08.00 dengan menggunakan bus dari Singaparna. Saat tiba pukul 14.00, kondisi di Terminal Kalideres terpantau tidak terlalu ramai.
Pengelola Terminal Kalideres mencatat, sejak Jumat (12/4/2024) (H+1) hingga Selasa (16/4/2024) pukul 12.00 jumlah penumpang yang datang mencapai 11.683 orang. Mereka dibawa dengan menggunakan 807 bus yang tiba di Terminal Kalideres.
Kepala Terminal Kalideres Revi Zulkarnaen mengungkapkan, puncak arus balik lebaran terjadi pada Senin (15/4) dengan total 5.068 tiba di terminal dengan 256 bus. Pada Selasa, jumlahnya menurun menjadi 2.543 orang dengan 107 bus.
"Puncaknya hari Senin kemarin, mereka kebanyakan berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, baru yang dari Sumatera seperti Lampung, Palembang, Bengkulu," kata Revi.
Dinas Perhubungan Jakarta menyediakan 15 Bus Transjakarta untuk mengantar penumpang sampai ke dalam kota yang beroperasi 24 jam. Salah satu rute yang dilayani adalah Terminal Kalideres menuju kawasan Monas, Jakarta Pusat.