Di Balik Sibuk dan Megahnya Stasiun Transit Manggarai
Meski sangat melegenda, Stasiun Manggarai masih harus berbenah untuk menjadi stasiun primadona.
Yuliati (24) sedikit lega saat kakinya mulai menuruni kereta untuk transit di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2024) sore. Artinya, setelah ini, ia akan segera sampai di stasiun tujuannya.
Saban sore, Yuliati harus transit di Stasiun Manggarai sebelum melanjutkan perjalanannya menuju Stasiun Tebet. Sementara saat pagi, ia juga harus transit di sana untuk melanjutkan perjalanan ke Stasiun Palmerah.
Menjadi stasiun tersibuk, wajar jika Stasiun Manggarai tidak pernah sepi. Setiap hari, penumpang KRL dari daerah pendukung Jakarta, seperti Bekasi dan Depok, akan transit di Stasiun Manggarai sebelum menuju stasiun lain yang berlokasi dekat area perkantoran mereka.
Baca juga: ”Switch Over” Ketujuh Stasiun Manggarai Tahap Kedua Mulai Diberlakukan
Saat ini, Stasiun Manggarai memiliki 18 jalur aktif. Keseluruhan jalur tersebut melayani kereta jarak jauh, KRL, Jabodetabek, dan KA Bandara sehingga memudahkan masyarakat untuk berganti layanan kereta api dalam satu gedung stasiun. Delapan jalur terletak di lantai dasar dan 10 jalur di jalur layang di lantai 2. Sementara lantai 1 stasiun ini digunakan sebagai concourse atau pertemuan jalur.
Namun, Yuliati mengeluhkan perjalanan KRL yang kerap berhenti lama di stasiun tua tersebut. Terlebih, jumlah penumpang yang transit di sana setiap harinya membeludak.
”Pernah gara-gara berhenti lama, (saya) sampai telat kerja. Belum lagi berdesak-desakan saat mau masuk kereta kalau pagi,” ujarnya.
Adapun rata-rata volume transit di Stasiun Manggarai pada 2023 sebanyak 160.000 orang. Sementara volume transit tertinggi pada 2023 ialah 204.489 orang pada 31 Desember 2023.
Kamis sore, penumpukan pengunjung di lantai 2 masih terjadi. Selain karena faktor volume penumpang yang cukup besar, masih ada penumpang yang kebingungan menuju lokasi peron.
Pengguna KRL Jabodetabek lainnya, Wafa Nurra Aisha (26), masih kerap kebingungan karena letak peron di Stasiun Manggarai yang sering berubah-ubah. Padahal, petunjuk informasi telah terpasang menjuntai di langit-langit serta di lantai yang menjadi pijakan penumpang.
”Saya tidak setiap hari ke sini, jadi memang masih bingung dan lebih baik tanya petugas saja. Tapi, sebenarnya petunjuknya sudah sangat bagus. Penumpangnya yang harus lebih teliti,” kata Wafa.
Berbeda dengan Wafa, Muhammad Rizki Mubarok hampir setiap hari singgah di Stasiun Manggarai. Bahkan, selama bulan Ramadhan ini, ia sering berbuka puasa di sana.
Banyak tepat nongkrong yang bagus dan makanan enak di sekitar sini. Kebetulan juga dekat dengan lokasi kerja,” katanya.
Rizki juga merasa bahwa kelengkapan fasilitas di dalam Stasiun Manggarai sudah lebih baik. Stasiun ini juga telah terhubung dengan moda transportasi lain untuk memudahkan penumpang.
Namun, beberapa bulan terakhir, Stasiun Manggarai masih terkendala. Misalnya, sering terjadi kerusakan lift dan eskalator. Lalu, akses menuju stasiun juga masih kurang memadai.
Kisah eskalator dan lift mati memang masih menjadi isu berulang di Stasiun Manggarai. Saat ditinjau pada Rabu (13/3/2024) pukul 10.00, eskalator menuju peron 11 dan 12 di Stasiun Manggarai masih mati. Terdapat tulisan ”Eskalator ini sedang dalam proses perbaikan. Silakan gunakan tangga yang tersedia. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda”.
Sebelumnya, eskalator tersebut sempat ditutup karena sedang diperbaiki. Eskalator tersebut sempat bermasalah hingga membuat banyak orang terjatuh pada Rabu (21/2/2024). Insiden ini sempat viral di media sosial karena eskalator naik tersebut tiba-tiba berbalik arah jadi eskalator turun.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Jakarta Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Ferdian Suryo mengatakan, pihak teknisi sudah memperbaiki eskalator itu dan selesai pada Rabu pukul 13.00. Namun, ia belum bisa merinci apa kendala yang membuat eskalator itu kerap error. Dia juga menyebutkan, eskalator pada Rabu pagi memang sempat diuji coba, tetapi belum diaktifkan untuk pengunjung.
Cagar budaya
Di balik keramaian yang mengular, Stasiun Manggarai memiliki perjalanan panjang. Berdasarkan informasi dari laman resmi PT KAI, Stasiun Manggarai dibangun pada 1914 yang dipimpin oleh arsitek Belanda bernama Ir J Van Gendt. Empat tahun berselang, Stasiun Manggarai diresmikan pada 1 Mei 1918.
Pada tahun-tahun awal setelah diresmikan, Stasiun Manggarai berperan sebagai sentral pengiriman komoditas pertanian dan perkebunan dari Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat.
Stasiun Manggarai juga pernah menjadi saksi bisu beberapa peristiwa penting di Indonesia. Di antaranya menjadi stasiun keberangkatan pemindahan Ibu Kota sementara dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Segala persiapan rahasia untuk perjalanan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dilaksanakan di Stasiun Manggarai.
Baca juga: Perubahan Jalur di Stasiun Manggarai Dikeluhkan Pengguna
Kemudian, Stasiun Manggarai juga pernah menjadi tempat singgah Panglima Besar Jenderal Soedirman saat menghadiri perundingan gencatan senjata di Jakarta. Kedatangan Jenderal Soedirman dan rombongan di Stasiun Manggarai pada 1 November 1946 itu disambut sorak-sorai rakyat Indonesia.
Stasiun Manggarai pernah menjadi lokasi pembuatan lokomotif pada masa penjajahan Jepang pada 1942. Tidak heran apabila stasiun yang melayani perhentian commuter line ke arah Tanah Abang, Jakarta Kota, Bekasi, dan Bogor ini ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Status sebagai cagar budaya ini berdasarkan SK Gubernur Nomor 475/1993 tertanggal 29 Maret 1993, Minister of Tourism Nomor 011/M/1999 tanggal 12 Januari 1999, dan SK Menbudpar Nomor PM 13/PW.007/MKP/05 tanggal 25 April 2005.
Adapun Stasiun Manggarai mulai melayani kereta angkutan orang pada 6 April 1952. Jalur pertama yang dibuka adalah jalur Tanjung Priok-Pasar Senen. Pada tahun 1930, jalur dikembangkan lagi dari Tanjung Priok ke Bogor. Mulai saat itu, banyak warga melakukan perjalanan dengan kereta api.
Belum siap
Meski sangat melegenda, Wakil Direktur PT Kereta Api Indonesia Raden Agus Dwinanto Budiadji mengakui bahwa Stasiun Manggarai belum sepenuhnya siap menjadi stasiun transit terbesar. Selain belum siap karena masih masa transisi, ketidaksiapan juga disebabkan oleh banyaknya pembangunan yang terjadi di stasiun tersebut pada tahun ini.
Raden mengatakan, proyek pembangunan Stasiun Manggarai belum sepenuhnya selesai dan masih membutuhkan proses sampai benar-benar siap menjadi stasiun transit terbesar. Adapun pembangunan sebagai stasiun sentral ditarget selesai tahun depan.
Meski demikian, ia menilai, dari segi prasarana, Stasiun Manggarai sudah lebih baik daripada sebelumnya. Untuk mengatasi penumpukan jumlah penumpang di Stasiun Manggarai, pihaknya juga tengah menambah armada KRL.
Raden pun berjanji akan segera mengatasi berbagai permasalahan yang ada di Stasiun Manggarai. Namun, ia meminta penumpang agar bersabar untuk menanti proses Manggarai menjadi stasiun transit terbesar.
Menurut Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia Aditya Dwi Laksana, untuk menjadi stasiun hub integrasi berbagai moda dan stasiun sentral, ada dua hal yang harus dipenuhi Stasiun Manggarai.
Baca juga: Malu Bertanya, Sesat di Stasiun Manggarai
Pertama, mempersiapkan kapasitas stasiun untuk mobilitas masyarakat dan berpindah moda. Kedua, mempersiapkan daya dukung kawasan sekitar stasiun. Hal ini mencakup lahan parkir, kapasitas lebar jalan, jalur pedestrian, kawasan komersial, dan integrasi antarmodanya.
”Artinya, kapasitas stasiun harus cukup. Tidak hanya untuk menampung mobilitas pengguna saat ini saja, tetapi setidaknya hingga 10-20 tahun ke depan,” lanjutnya.
Kemudian, tidak cukup hanya membangun stasiun yang megah. Daya dukung kawasannya juga harus baik. Dalam membangun ini, perlu keterlibatan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Aditya menilai, daya dukung Stasiun Manggarai masih minim. Akses jalan masih sempit, area lahan parkir terbatas, belum ada jalur pedestrian yang layak, area integrasi angkutan umumnya belum memadai, serta kawasan komersial pendukungnya belum ada.
Kemudian, masih ada kawasan permukiman padat dan kumuh di seputaran stasiun yang perlu dicarikan solusi. Hal ini agar kawasan sekitar stasiun menjadi lebih nyaman, bersih, tertata, dan bebas dari kerawanan sosial dan kriminal.
Masih banyak pekerjaan rumah untuk menyiapkan stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral, dan itu harus lintas sektoral.
”Harus memastikan juga bahwa kapasitas dan fasilitas stasiun sudah memadai untuk pengguna. Elevator, eskalator, tangga manual, hingga travelator harus memadai dan andal. Demikian pula fasilitas pendukung seperti toilet, mushala, serta ruang tunggu,” kata Aditya.
Kondisi penumpukan penumpang di dalam Stasiun Manggarai ini juga dinilai rawan kecelakaan dan kejahatan. Tercatat pula sudah dua kali pengguna yang jatuh ke peron.
”Jadi, intinya, masih banyak pekerjaan rumah untuk menyiapkan stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral dan itu harus lintas sektoral. Kalau termasuk penataan kawasan dan permukiman sekitar, ini perlu waktu cukup lama. Untuk menampung pemukim sekitar saja, perlu membangun semacam rumah susun,” tutur Aditya.