Rektor Universitas Pancasila Tersandung Dua Laporan Pelecehan Seksual
Kedua korban melaporkan dugaan pelecehan seksual oleh Rektor Universitas Pancasila karena tak ada penyelesaian internal.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rektor Universitas Pancasila diduga melecehkan dua pegawainya dalam kurun waktu berbeda setahun yang lalu. Kedua korban akhirnya melaporkan dugaan pelecehan seksual ini pada Januari 2024 karena tidak ada kejelasan atau penyelesaian internal.
Dugaan pelecehan pertama dialami RZ di ruangan Rektor pada Februari 2023.
Sementara dugaan pelecehan kedua dialami DF yang sekarang sudah berhenti kerja dari Universitas Pancasila.
RZ melaporkan dugaan pelecehan seksual itu ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jumat (12/1/2024), dengan tanda registrasi nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/Polda Metro Jaya dan DF mengadu ke Bareskrim Polri, Senin (29/1/2024), dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri.
”Polda Metro Jaya sudah menerima limpahan laporan kasus ini dari Bareskrim. Kami tangani kedua laporan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, Minggu (25/2/2024).
Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita Ditreskrimum Polda Metro Jaya tengah menyelidiki dugaan pelecehan seksual ini. Menurut rencana, terlapor akan diperiksa pada Senin esok.
Bersuara
Awalnya korban ketakutan untuk bersuara karena adanya relasi kuasa atau hubungan atasan dan bawahan. Akan tetapi, seiring waktu, timbul trauma dan tidak ada kejelasan atau penyelesaian internal sehingga mereka melaporkan dugaan pelecehan seksual tersebut.
Pengacara kedua korban, Amanda Manthovani, menuturkan, korban sudah melayangkan surat kepada Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila dengan harapan ada penyelesaian terhadap pelecehan seksual yang terjadi.
”Tetapi belum ada respons dari yayasan. Bisa dibilang seakan-akan ada pembiaran. Korban putus asa dan membuat laporan ke polisi,” kata Amanda, Minggu.
Upaya lain juga gagal, kata Amanda. Waktu itu, kampus melalui Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Pancasila coba memfasilitasi pertemuan antara Rektor dan korban di Jakarta Selatan. Namun, tidak ada titik temu dalam pertemuan sehingga tak menghasilkan apa-apa.
”Datang 7 orang perwakilan Rektor. Kami bingung, pertemuan itu tidak seperti ingin berdamai. Upaya berbicara baik-baik yang tidak ada hasilnya,” ujar Amanda.
Selain melapor ke polisi, korban juga mengadu ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah III, Komnas Perempuan, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Sehubungan dengan laporan polisi, Amanda menambahkan, Polda Metro Jaya sudah memanggil empat saksi untuk klarifikasi dari pihak kampus. Sementara RZ sudah dua kali dimintai keterangan dan menjalani tes psikologi forensik.
”Korban sudah tes psikologi forensik di RS Polri. Hasilnya belum keluar karena dua kali tes,” ucapnya.
Proses hukum
Universitas Pancasila menunggu proses hukum yang berjalan di Polda Metro Jaya. Setelah itu, akan ada tindakan oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Awalnya korban ketakutan untuk bersuara karena adanya relasi kuasa atau hubungan atasan dan bawahan. Akan tetapi, seiring waktu, timbul trauma dan tidak ada kejelasan atau penyelesaian internal sehingga mereka melaporkan dugaan pelecehan seksual tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Universitas Pancasila Putri Langka mengatakan, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual belum mengambil tindakan karena korban terlebih dulu melaporkan dugaan pelecehan seksual itu ke Polda Metro Jaya.
”Kami menunggu proses hukum yang berjalan di Polda dan tidak akan mendahului proses yang sedang berjalan,” ujar Putri.
Sepengetahuan Putri, Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila akan mengadakan rapat pleno untuk membahas dugaan pelecehan seksual ini. Namun, belum diketahui detailnya.