Rektor Universitas Pancasila Bantah Lecehkan Dua Pegawainya
Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno akan mengikuti semua proses hukum dugaan pelecehan seksual.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno melalui kuasa hukumnya membantah laporan dugaan pelecehan seksual dirinya terhadap dua pegawai kampus tersebut. Pihaknya menghormati proses hukum dan berharap penanganannya profesional.
Edie dilaporkan ke polisi oleh RZ dan DF, masing-masing ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Jumat (12/1/2024) dan ke Bareskrim Polri pada Senin (29/1/2024). Edie diduga melecehkan dua pegawainya itu dalam kurun waktu berbeda setahun yang lalu.
Pengacara Edie, Raden Nanda Setiawan, memastikan dugaan pelecehan seksual itu tidak benar atau tidak pernah terjadi. Pihaknya meminta asas praduga tak bersalah dijunjung tinggi. Apalagi, laporan dugaan pelecehan seksual itu terjadi setahun yang lalu.
”Terlalu janggal jika baru dilaporkan saat ini, dalam proses pemilihan rektor baru. Kami mengikuti proses atas laporan tersebut, percayakan kepada kepolisian untuk memproses secara profesional,” kata Nanda, Minggu (25/2/2024).
Nanda belum menjelaskan lebih lanjut tentang tidak benarnya dugaan pelecehan itu. ”Sejauh ini hanya bisa menjawab bahwa dugaan pelecehan seksual tidak benar dan tidak pernah terjadi. Belum ada informasi lebih lanjut,” ujarnya.
Rapat pleno
Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila meminta Edie untuk mengikuti semua proses hukum terkait dugaan pelecehan seksual terhadap dua pegawainya. Nasib sang rektor bakal diputuskan melalui rapat pleno dalam waktu dekat.
Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Yoga Satrio menyatakan prihatin atas dugaan pelecehan seksual oleh rektor tersebut. Pihaknya terus memantau perkembangan kasus yang sudah masuk tahap penyelidikan.
”Dalam waktu dekat yayasan akan menyelenggarakan rapat pleno membahas kasus tersebut sekaligus memutuskan status Edie. Perlu diketahui bahwa masa bakti rektor akan berakhir pada 14 Maret 2024. Mudah-mudahan keputusan yayasan adalah yang terbaik untuk institusi,” kata Yoga.
Rapat pleno tersebut akan berlangsung di sela tahapan pemilihan rektor, dekan fakultas psikologi, dekan fakultas hukum, dekan fakultas pariwisata, dan dekan fakultas teknik.
Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila berharap kepolisian bekerja profesional sesuai tugas, pokok, dan fungsinya dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Menurut Yoga, pihaknya sudah meminta penjelasan rektor. Yang bersangkutan disarankan untuk mengikuti segala proses di Polda Metro Jaya. ”Kami belum bertemu kedua pelapor, tetapi wakil rektor III sudah berbicara dengan RZ, sedangkan DF sudah tidak bekerja di kampus,” ujarnya.
Sama halnya dengan yayasan, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Pancasila menunggu proses hukum yang berjalan di Polda Metro Jaya. Satgas tidak akan mendahului proses hukum lantaran korban terlebih dulu melaporkan kasus tersebut ke polisi.
Tidak mudah
Pengacara kedua korban, Amanda Manthovani, memastikan kliennya sudah melayangkan surat kepada Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila dengan harapan ada penyelesaian terhadap pelecehan seksual yang terjadi. Namun, tak ada respons sehingga kliennya melapor ke polisi.
Satgas tidak akan mendahului proses hukum lantaran korban terlebih dulu melaporkan dugaan pelecehan seksual itu ke polisi.
Upaya lainnya, yakni melalui mediasi, juga gagal. Saat itu, kampus melalui Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Pancasila mencoba memfasilitasi pertemuan antara rektor dan korban di Jakarta Selatan. Akan tetapi, tidak ada titik temu dalam pertemuan itu sehingga tidak menghasilkan apa-apa.