Warga Kelimpungan Biaya Sewa Rusun Jakarta Kembali Normal
Warga penghuni rusun di Jakarta meminta keringanan biaya sewa karena kondisi ekonominya belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga penghuni rumah susun mengeluhkan kembali normalnya pembayaran biaya sewa. Mereka kelimpungan karena belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempertimbangkan kembali hal tersebut agar warga tidak kesulitan. Apalagi, hitungan biaya sewa itu mulai 1 Desember 2023.
Pemprov DKI Jakarta mencabut Peraturan Gubernur Nomor 87 Tahun 2021 tentang Pemberian Keringanan Retribusi Daerah dan/atau Penghapusan Sanksi Administratif Berupa Bunga Terlambat Bayar kepada Wajib Retribusi yang Terdampak Bencana Wabah Covid-19.
Beleid itu digantikan Peraturan Gubernur Nomor 36 Tahun 2023 tentang Pemberian Penghapusan Sanksi Administratif Berupa Bunga Terlambat Bayar kepada Wajib Retribusi dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Pascapandemi Covid-19.
Baca juga : Memoles Wajah Bopeng Rumah Susun Jakarta
Para penghuni rusun yang mengeluhkan hal tersebut ialah warga relokasi dari Rusunawa Marunda ke Rusun Nagrak di Jakarta Utara. Mereka terdiri atas 451 keluarga yang kebanyakan bergantung dari pendapatan harian, seperti berjualan.
Warga direlokasi lantaran plang nama Blok C5 ambruk pada 30 Agustus 2023. Selain ambruk, kondisi blok tersebut sudah tidak layak huni.
Namun, lapak dagangan mereka di Rusun Nagrak belum selesai dibangun. Tak pelak, warga bingung bagaimana cara membayar biaya sewa Rp 505.000 sampai Rp 765.000. Biaya ini juga lebih tinggi dari sewa Rusunawa Marunda sebesar Rp 144.000.
Saharudin, Ketua RT 005 RW 012 Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, menyampaikan keluhan warga pada Rabu (6/12/2023). Mereka kaget ketika dipanggil oleh pengelola rusun yang memberitahukan bahwa ada perubahan kebijakan.
Dalam surat edaran yang diterima Kompas, pembayaran biaya sewa terhitung per 1 Desember 2023. Pembayaran autodebet melalui Bank DKI setiap bulan dengan catatan tidak melewati tanggal 20 setiap bulan agar tak kena denda.
”Kami bukan tolak bayar, tetapi mau bayar pakai apa. Kami sudah sampaikan ke dewan karena tiba-tiba. Kios belum ada, belum bisa berdagang, uangnya dari mana,” ucap Saharudin.
Bahkan, 451 keluarga tengah mempertimbangkan untuk kembali ke Blok C5 Rusunawa Marunda. Konsekuensinya, mereka tinggal di tenda karena blok itu dalam proses revitalisasi.
Saharudin berharap ada keringanan bagi mereka sampai ekonomi mulai pulih. Mereka tidak menolak biaya sewa. Apalagi, selama ini mereka tidak menunggak biaya pemakaian air dan listrik.
”Semua keluarga panik. Kami ikut aturan, tetapi pertimbangkan kondisi kami,” ujarnya.
Baca juga : Langkah Awal Mengembangkan Jakarta Kota Global
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sempat mengunjungi warga gusuran Kampung Bayam dan relokasi Rusunawa Marunda di Rusun Nagrak pada Kamis (26/10/2023). Dia mendengar aspirasi warga terkait peningkatan fasilitas dasar dan penunjang aktivitas sehari-hari, seperti pendidikan dan kesehatan, jaringan internet, tempat berjualan untuk UMKM, dan akses transportasi.
”Mereka baru dua bulan pindah. Beberapa hal yang jadi perhatian, seperti tempat jualan di sini yang belum difasilitasi, keluhan warga terhadap ketersediaan Wi-Fi, dan puskesmas,” kata Heru kala itu.
Heru pun meminta jajarannya menjalankan puskesmas keliling untuk sementara waktu, membuat tempat usaha, dan menambah jadwal operasional bus sekolah dalam dua sif, yaitu pukul 05.00 WIB dan pukul 06.00 WIB.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta mendata ada 32.000 unit yang terbagi dalam 40 rusunawa. Sebanyak 4.000 unit rusunawa di antaranya tidak layak huni.
Banyak warga menunggak biaya sewa rusunawa yang ada. Jumlah kumulatif sampai tahun 2019 sebesar Rp 32 miliar. Mulai tahun 2020 sampai November 2023, biaya sewa digratiskan lantaran pandemi Covid-19.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta mendata ada 32.000 unit yang terbagi dalam 40 rusunawa. Sebanyak 4.000 unit rusunawa di antaranya tidak layak huni.
Keringanan
Komisi D DPRD DKI Jakarta meminta Pemprov DKI Jakarta mempertimbangkan kebijakan tersebut. Belum semua penghuni rusun pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah sudah menyampaikan hal tersebut saat rapat pimpinan gabungan di DPRD DKI Jakarta, Selasa (5/12/2023). Jangan sampai kebijakan justru menambah kesulitan ekonomi warga.
”Warga sudah siap bayar atau belum. Tiba-tiba 1 Desember ada pemberitahuan mulai bayar biaya sewa. Mereka masih butuh bantuan dari APBD,” kata Ida.
Terkait permintaan Komisi D DPRD DKI Jakarta itu, Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Sri Haryati memastikan hal itu jadi catatan yang akan dibahas bersama Sekretaris Daerah DKI Jakarta Joko Agus Setyono sebelum disahkan.
”Jadi catatan internal. Masih didiskusikan bagaimana penerapannya. Apakah langsung atau tidak,” ujar Sri.
Kepala Badan Pendapatan Daerah DKI Jakarta Lusiana Herawati menambahkan, kebijakan penghapusan keringanan biaya sewa bagi penghuni rusun akan diatur lebih lanjut melalui kebijakan gubernur. Sebab, gubernur punya kewenangan memberikan insentif.
”Bisa pengurangan, pembebasan, atau keringanan biaya,” kata Lusiana.
Sebelumnya, Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tak sekadar merelokasi warga dari satu rusun ke rusun lain. Alasannya, warga tak punya banyak pilihan untuk berdaya.
Rusunawa Marunda, misalnya, merupakan salah satu rusun dengan penunggak biaya sewa tertinggi. Pemindahan ke Rusun Nagrak tanpa banyak pilihan untuk berdaya sangat riskan membuat mereka terbelenggu masalah sosial dan ekonomi.
”Seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Akses dan kesempatan terbatas,” kata Elisa.