Kekeringan Meluas, Lahan Pertanian Kabupaten Bekasi Terancam
Kekeringan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kian meluas. Tiga kecamatan di bagian selatan Bekasi menjadi yang terparah mengalami kekeringan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kekeringan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, kian meluas. Tiga kecamatan di bagian selatan Bekasi menjadi yang terparah mengalami kekeringan. Selain mempersulit warga mendapatkan air bersih, kekeringan juga mengancam lahan pertanian di sejumlah wilayah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi Muchlis, Kamis (5/10/2023), mengatakan, hingga saat ini setidaknya ada 10 kecamatan dan 47 desa yang terdampak kekeringan di Kabupaten Bekasi.
Tiga kecamatan yang paling parah terdampak ada di bagian selatan Kabupaten Bekasi, yakni di Cibarusah, Serang Baru, dan Bojong Mangu. ”Ketiganya memang kerap mengalami kekeringan ketika musim kemarau tiba. Tapi memang tahun ini termasuk yang terparah karena kekeringan terus meluas,” ucapnya.
Kondisi daerah yang memang berada di dataran tinggi menyulitkan warga mengakses air. Di wilayah Cibarusah, misalnya, untuk mendapatkan air, warga harus menggali sumur hingga kedalaman 130 meter. Karena itu, mereka hanya mengandalkan aliran air sungai untuk minum dan kegiatan lainnya. Akibat kekeringan, ungkap Muchlis, sekitar 53.246 keluarga kesulitan mendapatkan air bersih. Untuk itu, pendistribusian air rutin dilakukan. ”Sejak awal penyaluran bantuan di awal September sampai sekarang, setidaknya sudah 5,5 juta liter air yang disalurkan di daerah terdampak,” ujar Muchlis.
Dalam penyaluran bantuan, lanjut Muchlis, pihaknya juga terbentur sejumlah kendala seperti terbatasnya mobil tangki yang hanya berjumlah tujuh unit dan peralatan penampungan air yang terbatas. ”Dengan mobil tangki yang terbatas, petugas harus berulang kali mondar-mandir untuk memasok air kepada warga,” katanya.
Beruntung sejumlah instansi dan pihak swasta turut peduli memberikan bantuan air serta peralatan penunjang ke daerah terdampak. "Sejumlah komunitas dan asosiasi pun turut membantu mendistribusikan air,” ungkapnya.
Camat Cibarusah Rusdi Azis mengatakan, kekeringan di wilayahnya terjadi setiap tahun. Namun, yang paling parah adalah pada tahun 2018. Saat itu, air sangat sulit didapatkan karena air di dua sungai utama, yakni Sungai Cipamingkis dan Kali Cihoe, mengering.
Namun, untuk tahun ini, bantuan terus berdatangan. Karena itu, ujar Rusdi, pihaknya sudah membentuk satuan tugas untuk memetakan daerah yang terdampak sehingga bantuan bisa lebih tepat sasaran. Penjabat Bupati Kabupaten Bekasi Dani Ramdan mengatakan, kekeringan yang terjadi di Kabupaten Bekasi tidak lepas dari surutnya debit air baku dan pencemaran yang terjadi di daerah anak Sungai Cileungsi dan Kali Bekasi.
Kondisi ini tergambar dari berkurangnya kapasitas instalasi pengolahan air dari 600 liter per detik menjadi 3 liter per detik. Kondisi ini membuat penyaluran air sempat terhenti selama dua minggu.
Karena kekeringan di wilayah selatan Kabupaten Bekasi, petani diminta untuk tidak melakukan penananaman untuk sementara waktu lantaran air yang tersedia sangat terbatas. ”Jangankan untuk pertanian, air untuk kebutuhan sehari-hari saja sulit,” ujarnya.
Hal itu dikarenakan wilayah selatan Kabupaten Bekasi hanya mengandalkan sawah tadah hujan. Artinya, jika tidak ada hujan tentu sawah tidak bisa ditanami padi. Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan, untuk jangka panjang, perbaikan kualitas sungai dan memperluas daerah serapan menjadi prioritas. ”Kami sudah bekerja sama dengan Kapolri untuk menindak tegas industri yang terbukti mencemari sungai,” ucapnya.
Selain itu, pembangunan embung dan reboisasi juga terus dilakukan agar area tangkapan air bisa semakin luas.