Hukuman Maksimal bagi Pencuri Kendaraan Bermotor Dinilai Bisa Berefek Jera
Jaksa dan hakim diharapkan dapat bertindak keras dengan memberi hukuman maksimal kepada pelaku pencurian kendaraan bermotor.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·4 menit baca
KOMPAS/STEPHANUS ARANDITIO
Lima sepeda motor dan tiga mobil pikap hasil curian oleh 12 orang sindikat pencuri motor asal Lampung diamankan Kepolisian Sektor Tambora, Jakarta Barat, Senin (8/5/2023). Semua motor bertipe transmisi otomatis, yaitu tiga unit berkapasitas 110 cc dan dua unit dengan kapasitas 150 cc.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya penegakan hukum terhadap para pelaku pencurian kendaraan bermotor belum efektif membuat para pelaku jera. Oleh sebab itu, diperlukan hukuman maksimal terhadap pelaku tanpa memandang status dan tugas pelaku saat mencuri. Hal ini dinilai lebih efektif daripada penambahan sepertiga hukuman terhadap para residivis.
Kepala Kepolisian Sektor Tambora Jakarta Barat Komisaris Putra Pratama, Rabu (27/9/2023), mengatakan, kejahatan pencurian sepeda motor merupakan isu sosial yang sangat serius dan sering terjadi di lingkungan masyarakat, khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah. Meskipun upaya penegakan hukum telah dilakukan, nyatanya hal itu belum cukup efektif untuk mengatasi masalah tersebut.
Penambahan hukuman bagi residivis, menurut dia, juga masih tidak membuat jera pelaku. Bahkan, kejahatan pencurian kendaraan bermotor sudah dianggap hal biasa bagi masyarakat. Sebab, kejahatan ini memang paling sering terjadi dan dialami langsung oleh masyarakat di berbagai kalangan dan kelompok.
Terpisah, kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Eliasta Meliala, menilai, kasus pencurian sepeda motor harus dilihat secara komprehensif. Selain kepolisian, elemen lain yang turut mengurus kasus tersebut juga harus andil dalam memberi efek jera pelaku, seperti kejaksaan dan hakim.
Menurut Adrianus, polisi memiliki tugas untuk memastikan kecilnya ruang gerak pelaku untuk mencuri, seperti melakukan pengamanan di mana-mana, terutama tempat yang rawan pencurian sepeda motor. Setelah itu, pihak kepolisian harus memastikan kasus itu sesegera mungkin dengan sangkaan pidana maksimal dari jaksa.
”Kemudian, jaksa harus menuntut dengan ancaman maksimal. Jadi, misal ancaman hukuman 2 sampai 5 tahun penjara, maka jaksa harus berusaha menjatuhkan ancaman maksimal agar pelaku kapok, yakni 5 tahun, bukan 2 atau 3 tahun,” katanya, Rabu (27/9/2023).
Adrianus mengatakan, jaksa dan hakim diharapkan bertindak keras dengan memberi hukuman maksimal kepada pelaku tanpa memandang status dan tugas pelaku saat mencuri. Hal ini terkait apakah ia merupakan anak buah atau dalang dari pencurian tersebut. Sebab, ada kemungkinan jaksa dan hakim mempertimbangkan hal-hal lain yang bisa mengurangi ancaman hukuman bagi pelaku.
”Jika sudah ketahuan sebagai pelaku, maka seharusnya diancam seberat-beratnya saja tanpa melihat motif, peran kejahatan, dan status residivis. Hal ini lebih efektif daripada penambahan sepertiga hukuman terhadap residivis, tetapi hukuman yang dipakai bukan hukuman maksimal,” lanjutnya.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Enam pelaku pencurian sepeda motor diringkus Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (18/4/2018). Para pelaku merupakan komplotan yang berasal dari Lampung Timur, Lampung, dan Bogor, Jawa Barat.
Dari hulu
Menurut Putra, upaya pencegahan konvensional seperti patroli polisi, perlindungan masyarakat (linmas), siskamling, dan penyediaan kamera pengawas tidak cukup ampuh untuk mengurangi kejadian pencurian sepeda motor. Jangankan untuk menghilangkan, menguranginya saja pun sulit.
”Perlu upaya terobosan dalam melakukan pencegahan kejahatan pencurian sepeda motor agar masyarakat kelas menengah yang menjadi korban tidak semakin bertambah,” kata Putra.
Oleh sebab itu, Putra menilai, upaya pencegahan pencurian sepeda motor harus dari hulu, yaitu dari proses produksi di pabrikan motor. Pabrikan sepeda motor harus bertanggung jawab dalam meningkatkan fitur keamanan kendaraan mereka.
”Kolaborasi aktif dengan pihak berwenang dan partisipasi dari masyarakat secara keseluruhan juga akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dari kejahatan pencurian sepeda motor,” lanjutnya.
Menurut Putra, tingginya kasus pencurian sepeda motor ini karena kejahatan ini relatif mudah dilakukan. Orang yang berniat jahat bisa mempelajarinya secara otodidak. Oleh karena itu, mustahil jika upaya mengurangi kejahatan pencurian sepeda motor dilakukan dengan menjaga sepeda motor satu-satu atau menjaga setiap gang di kampung.
Perlu upaya terobosan dalam melakukan pencegahan kejahatan pencurian sepeda motor agar masyarakat kelas menengah yang menjadi korban tidak semakin bertambah.
Jika tidak ada sistem keamanan yang ketat yang dipasang di sepeda motor, walaupun ada patroli polisi, siskamling warga, atau kamera pengawas, kasus pencurian sepeda motor akan tetap banyak terjadi. Ia pun menyarankan agar produsen sepeda motor semestinya melakukan perbaikan proses produksi dengan menciptakan sistem keamanan untuk sepeda motor.
KOMPAS/STEPHANUS ARANDITIO
Kepala Kepolisian Sektor Tambora Komisaris Putra Pratama menunjukkan barang bukti berupa magnet dan kunci T milik pencuri kendaraan bermotor di Polsek Tambora, Jakarta Barat, Senin (8/5/2023).
”Motor yang tidak dilengkapi security system (seharusnya) tidak boleh dijual di Indonesia. Masyarakat juga harus menyadari bahwa sepeda motor yang mereka beli tidak aman dari pencurian,” kata Putra.
Adapun selama periode Juli 2023, jajaran Polres Metro Jakarta Barat menangkap 37 pencuri kendaraan bermotor. Puluhan pelaku itu mencuri 46 kendaraan roda dua dari sejumlah lokasi di wilayah Jakarta Barat.
Beberapa faktor
Adrianus mengatakan, selain faktor ekonomi, terdapat beberapa faktor lain penyebab terjadinya residivis tindak pencurian sepeda motor di Jakarta dan sekitarnya. Pertama ialah faktor lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, dan lingkungan masyarakat.
Kurangnya dukungan sosial dari keluarga membuat masih banyaknya komplotan residivis pencurian sepeda motor. Dorongan lingkungan atau pertemanan juga membuat para pelaku melakukan kejahatan serupa, bahkan setelah keluar dari penjara.
Menurut dia, balai pemasyarakatan seharusnya mengadakan pertemuan secara reguler sebulan sekali atau meminta para mantan tahanan untuk melapor. Hal ini untuk mengetahui apa saja yang mereka lakukan setelah keluar dari penjara.
”Kurangnya dukungan sosial dari keluarga membuat masih banyaknya komplotan residivis pencurian sepeda motor. Dorongan lingkungan atau pertemanan juga membuat para pelaku melakukan kejahatan serupa, bahkan setelah keluar dari penjara,” ujar Adrianus.
Kedua, kurangnya pemantauan oleh pihak balai pemasyarakatan (bapas). Meski bapas memiliki kemampuan untuk memonitor para mantan tahanan, teknologi yang digunakan masih terbatas. Alhasil, mereka hanya bertemu jika pelaku melakukan tindak kejahatan lagi.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Barang bukti kejahatan sepeda motor dan mobil diperlihatkan dalam rilis kasus pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian kendaraan bermotor di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Jumat (27/2/2022).
”Di beberapa negara, para mantan tahanan yang baru keluar penjara diberikan sebuah gelang. Lewat gelang itu, polisi bisa memonitor apa saja yang dikerjakan para mantan tahanan itu untuk mencegah terjadinya kejahatan berulang,” kata Adrianus.
Ketiga, di tengah gemerlap kota Jakarta, masih banyak wilayah sepi yang tidak dilengkapi lampu penerangan. Bahkan, di sana juga tidak ada kamera pemantau atau pos polisi. Hal tersebut menjadi kesempatan bagi pencuri ataupun begal untuk melancarkan aksinya.