Bisnis Minuman Keras Ilegal Berkedok Usaha Konfeksi Terkuak
Polres Metro Jakarta Barat ungkap bisnis minuman keras ilegal berkedok usaha konfeksi. Usaha beromzet Rp 60 juta per bulan ini terendus setelah delapan bulan beroperasi. Polisi masih memburu satu pelaku yang buron.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Metropolitan Resor Jakarta Barat mengungkap industri rumahan yang memproduksi minuman keras ilegal di sebuah ruko berlantai empat di Kelurahan Jembatan Besi, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Keberadaan industri di tengah permukiman padat penduduk ini baru terendus setelah delapan bulan beroperasi.
Dalam pengungkapan itu, polisi menahan KL alias Johan (53) yang merupakan pemodal, peracik, hingga penjual dari minuman keras ilegal tersebut. Selain menangkap pelaku, polisi juga menyita 129 drum besar yang digunakan untuk proses fermentasi. Ada juga 4.560 botol ciu siap edar dalam kemasan 330 mililiter hingga 600 mililiter, serta sejumlah alat yang digunakan untuk memasak minuman keras.
Kapolres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar M Syahduddi, Rabu (20/9/2023), menuturkan, industri rumahan pembuatan minuman keras ini baru terendus setelah beroperasi delapan bulan lamanya. Itu karena usaha ini dilakukan pada lantai empat sebuah ruko di Jalan Jembatan Besi II.
Untuk mengelabui petugas, lantai satu sampai lantai tiga ruko dijadikan tempat bisnis konfeksi yang sudah lebih dulu beroperasi. Sebelum dijadikan tempat konfeksi, ruko ini merupakan kantor sebuah firma hukum.
”Sampai sekarang pun, papan nama firma hukum itu pun masih terpasang agar tidak ada yang tahu kalau di dalam ruko ada aktivitas pembuatan minuman keras ilegal,” ujarnya.
Dalam menjalankan bisnisnya, KL menjual minuman keras ini secara eceran. Harga satuan per botol Rp 10.000-Rp 18.000. Omzetnya mencapai Rp 60 juta per bulan. ”Selama ini, pelanggannya membeli secara eceran dengan datang langsung ke pabrik,” kata Syahduddi.
Sampai saat ini, pihaknya masih menelusuri tujuan pengiriman hasil olahan industri ini. Bukan tidak mungkin, pelanggannya adalah kalangan pelajar. Jika dugaan itu benar akan sangat berbahaya. Sebab, minuman keras merupakan satu dari sejumlah penyebab munculnya beragam kejahatan jalanan, selain judi dan narkoba.
Atas perbuatannya, KL dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 204 (1) KUHP di mana pelaku yang menawarkan barang yang berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang dapat terkena sanksi maksimal 15 tahun. Selain itu, KL juga dijerat UU RI Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Sampai sekarang pun, papan nama firma hukum itu pun masih terpasang agar tidak ada yang tahu kalau di dalam ruko ada aktivitas pembuatan minuman keras ilegal.
Syahduddi berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk berkontribusi menjaga lingkungannya dari berbagai bentuk kejahatan. ”Kami sangat berterima kasih karena kasus ini bisa terungkap atas kerja sama warga sekitar,” katanya.
Kini, pihaknya sedang memburu SS yang juga merupakan pemodal dan rekan dari KL yang berperan sebagai pengendali bisnis. Penangkapan itu diharapkan dapat memperjelas jaringan bisnis dari minuman keras ilegal ini.
Tersangka KL mengaku memulai bisnis ini lantaran usaha konfeksi yang ia jalankan sedang sepi. Adapun kemampuan untuk meracik ciu ia peroleh dari keluarganya yang sejak lama pandai membuat minuman keras dengan kadar alkohol 30-40 persen.
Proses pembuatan ciu, kata KL, menggunakan beras merah, air, dan gula. Kemudian bahan campuran itu dimasak dan difermentasi menggunakan ragi dan didiamkan selama satu bulan. Bahan hasil fermentasi kemudian disuling yang pada akhirnya menghasilkan ciu.
Ilmu meracik ciu ia peroleh dari keluarga yang sejak lama menjadikan minuman ini sebagai minuman khas ketika acara kumpul keluarga. Ia mengaku, hingga saat ini pelanggannya tersebar di wilayah Jakarta baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual kembali.
Lurah Jembatan Besi Arif Budiman mengaku kesulitan mendata semua warga, termasuk aktivitasnya, lantaran banyak di antara warga yang sangat tertutup. Jangankan diperiksa, untuk sekadar bertamu guna kepentingan pendataan pun sangat sulit. ”Kami tidak bisa berbuat banyak karena rumah adalah area privat,” kata Arief.
Hal ini terlihat dari banyaknya rumah di Jalan Jembatan Besi yang memiliki pagar tinggi dan rapat. Kondisi ini membuat aparat, terutama ketua RT, kesulitan untuk mengakses warganya. Apalagi untuk kasus ini, di mana pelaku menyamarkan industri ilegalnya ini dengan kegiatan legal, yakni konfeksi.
Camat Tambora Holly Susanto menuturkan, setelah pengungkapan kasus ini, dirinya akan segera mengumpulkan seluruh lurah untuk kembali mendata warga yang ada di wilayahnya guna memastikan tidak ada yang menjalankan aktivitas ilegal.
Menurut dia, risiko adanya industri rumahan ilegal di Tambora sangatlah besar. Apalagi daerah ini merupakan incaran bagi para pendatang. Namun, tidak banyak warga yang melaporkan diri. ”Mereka hanya datang dan pergi serta mencari uang tanpa memberi tahu identitas diri secara lengkap,” kata Holly.
Kondisi ini yang membuat banyak aktivitas ilegal tidak tercium oleh petugas. Karena itu, Holly berharap peran aktif masyarakat untuk sama-sama menjaga lingkungannya agar dapat terhindar dari risiko kejahatan yang bisa merusak lingkungan termasuk industri minuman keras.