Memoles Wajah Bopeng Rumah Susun Jakarta
Rumah susun ada sejak dekade 1980-an untuk menjawab terbatas dan mahalnya harga tanah di Jakarta. Dalam perjalanannya, hunian vertikal ini tak lepas dari salah sasaran, tidak layak huni, dan polemik lain.
Ambruknya plang nama Blok C5 Rumah Susun Sederhana Sewa atau Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, 30 Agustus 2023, mengungkap wajah bopeng rusunawa di DKI Jakarta. Hasil inspeksi bangunan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN pada 2021 menyimpulkan, Blok C yang dibangun tahun 2005 itu tidak layak huni.
Sebanyak 451 keluarga penghuni Blok C Rusunawa Marunda di Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, itu harus direlokasi ke Rusunawa Nagrak, Jakarta Utara. Ketidakpastian relokasi pun sempat membayangi warga. Namun, kini mereka bisa sedikit bernapas lega.
Pada Kamis (7/9/2023), perwakilan warga telah menyampaikan harapannya terkait relokasi itu kepada perwakilan Komisi D DPRD DKI Jakarta saat meninjau Rusunawa Marunda. Warga juga menyampaikan permohonan keringanan biaya sewa bulanan Rusunawa Nagrak.
”Warga sudah sampaikan semua permohonan. Ada kepastian bagi kami. Tadi juga sudah diminta agar relokasi dipercepat,” kata Saharudin, Ketua RT 005 RW 012 Kelurahan Marunda.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah seusai meninjau Rusunawa Marunda dan Rusunawa Nagrak menyampaikan, warga harus secepatnya direlokasi. Bangunan tersebut harus direvitalisasi demi keamanan dan keselamatan penghuninya.
”Paling penting relokasi. Untuk sekarang (September) warga belum bayar retribusi di Nagrak. Nanti dihitung lagi untuk keringanan biaya retribusi,” ucapnya.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta mencatat struktur bangunan Blok C yang dibangun tahun 2005 itu sudah tak layak huni berdasarkan inspeksi bangunan oleh BRIN pada 2021. Korosi daerah laut ditengarai jadi salah satu penyebabnya.
Baca juga: Rusunawa Marunda yang Korosif hingga Tak Layak Huni
Rusun Komarudin, Jakarta Timur, juga masuk kategori tidak layak huni. Inspeksi bangunan menyatakan bahwa struktur bangunan rusun yang dibangun tahun 2007 itu sudah tak layak. Warganya pun direlokasi ke Rusun PIK Penggilingan.
”Pengamatan kami, Rusunawa Marunda dan Komarudin sudah tidak layak huni. Rusun lain jika ada indikasi (tidak layak), akan diinspeksi bangunannya,” ucap Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Retno Sulistyaningrum.
Dalam dokumen Rencana Strategis Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta 2023-2026, tercatat ads 32 rusun sebagai asetnya. Rusun-rusun itu dibangun dalam kurun 1994-2017. Total dari 32 rusun tersebut ada 24.713 unit dengan 20.321 unit terisi.
Tata kelola
Seiring perjalanan waktu, pengelolaan rusun tak lepas dari problematika, mulai dari terbengkalai sampai tidak layak huni.
Arsip Kompas merekam beberapa problematika itu. Dalam pemberitaan Kompas, 23 Februari 2011, disebutkan sejumlah rusun di Jakarta dibiarkan terbengkalai tanpa penghuni. Kondisi bangunannya memprihatinkan dan sebagian fasilitas raib dicuri. Padahal, masih banyak warga yang tidak memiliki hunian layak.
Rusun yang kosong dan mangkrak itu ada dua blok di Jalan Kemuning Raya, Cengkareng, Jakarta Barat, yang sedianya dibangun bagi karyawan Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Halaman bangunan enam lantai yang terdiri atas 200 unit sampai ditumbuhi semak belukar yang cukup tinggi. Salah satu sudut halaman bertumpuk rongsokan mobil dan truk pengangkut sampah.
Baca juga: Jakarta Krisis Hunian Layak
Kondisi memprihatinkan juga ditemui di Rusunawa Marunda. Lebih dari 25 blok di rusunawa itu tidak dihuni dan fasilitasnya dicuri.
Setahun kemudian, Kompas, 19 Oktober 2012, memberitakan upaya pembenahan Rusunawa Marunda. Sejumlah penghuni mengeluhkan buruknya pengelolaan dan minimnya fasilitas. Kondisi gedung kian buruk lantaran minim perawatan, penghuninya kesulitan dalam mengakses transportasi, serta jauh dari pasar dan lokasi kerja.
Masih pada tahun yang sama, Kompas, 27 Oktober 2012, mewartakan rusun lain yang akan dipercantik. Kali ini giliran Rusun Tanah Tinggi di Johar Baru, Jakarta Pusat. Rusun tersebut kusam, pompa airnya sudah lama rusak dan tidak bisa mengalirkan air ke unit-unit di lantai atas.
Bergeser ke tahun 2014, Kompas, 7 Februari 2014, kembali memberitakan rusun yang tidak layak. Warga mengeluhkan Rusun Komarudin yang dindingnya keropos dan catnya mengelupas di sisi dalam dan luar unit.
Dindingnya juga penuh coretan tulisan dan gambar yang tidak sepatutnya. Plafon dan air merembes dari lantai atas ke unit di bawah. Di beberapa unit, plafon sampai jebol atau berwarna kehitaman akibat rembesan air.
Permasalahan di sejumlah rusun juga menjadi catatan dalam Rencana Strategis Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta 2023-2026. Permasalahannya kian beragam, mulai dari sasaran penghuni tidak tepat hingga biaya sewa.
Rusunawa Jati Rawasari, Jakarta Pusat, menghadapi masalah tidak berkembangnya usaha di lantai dasar rusunawa, meteran listrik masih terpusat, warga belum langsung membayar ke PLN, beberapa warga rusun sudah tergolong mampu tetapi masih memilih tinggal di rusunawa, dan masih terdapat warga yang menunggak pembayaran sewa.
Baca juga: Jejaring Warga Menata Kampung Kumuh Jakarta
Demikian juga Rusunawa Karang Anyar, Jakarta Pusat. Usia bangunan sudah 30 tahun sehingga banyak kerusakan pada jaringan listrik, air, dan pembuangan limbah.
Berikutnya Rusun Pinus Elok, Jakarta Timur. Anggaran penunjang operasional unit pelayanan rusun kurang dan sumber daya manusianya terbatas sehingga penanganan masalah teknis terhambat.
Rusunawa Daan Mogot, Rusunawa Tambora, Rusunawa Rawa Buaya, dan Rusun Flamboyan di Jakarta Barat punya masalah serupa. Banyak pagar pembatas tangga dan terali yang berkarat dan keropos di teras hunian warga, pintu besi sampah dan beberapa bagian pelat keropos dan hancur, serta suku cadang mesin pompa rusak dan perlu perbaikan di beberapa titik fisik bangunan.
Selain itu, alat bantu kerja juga masih kurang untuk menjangkau titik perbaikan yang tinggi dan sulit, belum adanya CCTV, serta beton lantai atas bocor sehingga air hujan mengalir ke hunian di bawahnya.
Masalah juga terjadi di Rusun Penjaringan, Jakarta Utara. Aset rusun cukup besar dan tersebar belum dioptimalkan dan tarif sangat rendah dibanding harga sewa kontrakan pada umumnya di kawasan sekitar rusun.
Konsep mapan
Ada dua tipe rusun yang dikelola Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta. Pertama, rumah susun sederhana milik (rusunami). Kedua, rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
Danang Priatmodjo, anggota Dewan Penasihat Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, menyebutkan, kebutuhan rusun tidak terelakkan karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta. Apalagi rusun sebagai hunian masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Sejak tahun 1980-an rusun telah dikembangkan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah di Klender, Jakarta Timur, serta Tanah Abang dan Kebon Kacang di Jakarta Pusat.
Baca juga: Terimpit di Gelapnya Kolong Jalan Tol Cawang-Pluit
”Semua dibangun dengan berbagai bentuk subsidi dari pemerintah. Rusunami bisa dikatakan gagal, dalam arti subsidi yang diberikan salah sasaran. Kepemilikan unit rusunami jatuh ke tangan masyarakat yang penghasilannya lebih tinggi dari kelompok sasaran,” tutur Danang secara terpisah.
Contoh populer kegagalan itu ialah Kalibata City. Rusunami bersubsidi yang pelatarannya kini menjadi lautan mobil.
Danang menyarankan pemerintah daerah untuk mengembangkan rusunawa ketimbang rusunami. Pengembangannya juga harus mengubah pengertian mapan yang dimaknai sebagai memiliki papan (rumah tinggal). Sebab, banyak keluarga muda yang memaksakan diri membeli rumah lantaran anggapan belum punya rumah sendiri berarti belum mapan.
”Bagi golongan masyarakat menengah ke bawah, rusunawa bisa diposisikan sebagai rumah sementara sebelum mampu membeli rumah dengan status milik,” kata Danang.
Selain itu, rusunawa juga harus berlokasi di tengah kota sehingga dekat dengan tempat kerja. Dengan begitu, keluarga muda akan lebih produktif karena waktu dan energinya tidak dihabiskan untuk menempuh perjalanan jauh ke dan dari tempat kerja.
Danang menambahkan, bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rusunawa juga bisa menjadi tempat tinggal permanen. Mereka ini penghasilannya tidak memungkinkan untuk bisa memiliki rumah.
”Jadi, kewajiban pemerintah bukan menyediakan hunian milik bagi mereka, tetapi memastikan mereka bisa menghuni tempat tinggal yang layak (tanpa harus memiliki),” ujar Danang.
Pembangunan rusunawa di Jakarta (dan di kota-kota besar lainnya) suatu keniscayaan. Namun, harus dijaga agar tidak salah sasaran sekaligus menjamin warga punya tempat tinggal yang layak.