Siswa yang Sehat Tetap Butuh Perlindungan dari Bahaya Polusi Udara
Perlu upaya lebih untuk memperhatikan kesehatan siswa di satuan pendidikan. Sebab, dampak buruk polusi sangat besar, terutama bagi anak-anak.
Oleh
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa bulan terakhir, banyak kasus flu yang menjangkiti siswa akibat polusi udara di Jabodetabek yang membuat kesehatan dan proses belajar mereka terganggu. Namun, dari penelusuran di sejumlah sekolah, para siswa masih melakukan aktivitas belajar seperti biasa dengan kondisi sehat. Meskipun begitu, perlu upaya lebih untuk memperhatikan kesehatan siswa di satuan pendidikan karena dampak buruk polusi sangat besar, terutama bagi anak-anak.
Pada 25 Agustus 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pemeriksaan kesehatan siswa di Madrasah Ibtidaiyah Al Baidlo dan SDN Lubang Buaya 06 Pagi, keduanya di Jakarta Timur. Berdasarkan hasil penapisan, 106 siswa dari kedua sekolah tersebut mengalami batuk atau flu.
Di Madrasah Ibtidaiyah Al Baidlo, sebanyak 147 siswa terlibat dalam kegiatan ini. Hasilnya, sebanyak 49 siswa mengalami batuk atau flu, 49 siswa sakit gigi, dan 40 siswa terkena kelainan visus.
Adapun di SDN Lubang Buaya 06 Pagi, terdapat 291 siswa yang diperiksa kesehatannya. Hasilnya, 71 siswa mengalami sakit gigi, 57 siswa terkena batuk atau flu, dan sebanyak 37 siswa mengalami gangguan pendengaran.
Wakil Kepala Sekolah MI Al Baidlo Siti Marwiyah, Rabu (6/9/2023), mengatakan, sejumlah siswanya memang dinyatakan terkena batuk atau flu saat pemeriksaan dilakukan. Akan tetapi, hanya flu dan batuk ringan dan tidak sampai membuat siswa izin.
”Setelah skrining pun, keesokan harinya anak-anak tetap masuk sekolah. Bagi siswa yang teridentifikasi sakit, mereka dipersilakan berobat ke puskesmas. Mereka mendapatkan surat untuk berobat secara gratis,” ujar perempuan yang akrab disapa Wiwik itu.
Menurut Wiwik, para muridnya rata-rata izin tidak masuk karena ada kepentingan keluarga. Selain faktor cuaca, ia menganggap muridnya yang sakit batuk atau flu akibat pola makan siswa. Meskipun demikian, ia menilai pemantauan kesehatan bagi siswa yang sehat juga penting agar mereka terhindar dari bahaya polusi.
Guru kelas III di SD Negeri Karang Asih 02 Bekasi, Arif Maulana, juga mengatakan jika belum ada siswanya yang sakit akibat cuaca buruk atau polusi udara. Menurut dia, proses belajar mengajar di sana masih berjalan lancar dan kondusif.
”Siswa tetap belajar secara normal di sekolah dan tidak ada kendala apa-apa saat ini,” katanya.
Arif menuturkan, Puskesmas Cikarang rutin melakukan pemeriksaan berkala ke SDN Karang Asih 02 Bekasi. Pemeriksaan tersebut mulai dari pemeriksaan gigi, imunisasi, hingga pembinaan hidup sehat. Jadwal pemeriksaan pun sudah ditentukan pihak puskesmas.
”Hari ini 99 persen siswa kami belajar di sekolah. Hari ini ada tiga siswa yang tidak masuk di kelas III. Dua siswa izin karena ada keperluan keluar dan satu siswa izin sakit karena kakinya bengkak akibat terjatuh, bukan izin sakit karena ISPA,” tutur Arif.
Hal senada dikatakan guru di SDN Kampung Bali 03 Pagi, Jakarta Pusat, Azizah Faradilla. Siswanya belum terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) ataupun penyakit pilek atau flu. Selama enam bulan sekali, puskesmas terdekat rutin melakukan penapisan di sana.
Meskipun demikian, para guru secara bergantian selalu mengingatkan kepada seluruh siswa dan warga sekolah untuk tetap mengenakan masker di ruang terbuka. Penggunaan hand sanitizer di sekolah juga masih disediakan.
Selain itu, jika ada siswa yang terkena batuk atau pilek. Pihak sekolah langsung menghubungi orangtua agar segera mengantar anaknya berobat ke puskesmas terdekat.
Peneliti Global Health Security sekaligus ahli kesehatan lingkungan, Dicky Budiman, menyampaikan, anak-anak rentan terpapar polusi udara lantaran sistem imunitasnya belum matang. Mereka yang banyak beraktivitas di luar ruangan menjadi sangat rentan dampak paparan polusi udara, seperti ISPA.
Polusi udara tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan pernapasan, tetapi juga dapat menghambat siswa dalam mengembangkan kemampuan matematika dan berbahasa. Temuan tersebut diungkap para peneliti dari China dan Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Kemudian, hasil riset yang diterbitkan dalam British Journal of Psychiatry menyatakan, paparan polusi udara dapat menyebabkan depresi, kecemasan, psikosis, dan bahkan gangguan neurokognitif, seperti demensia. Ada juga indikasi bahwa anak-anak dan remaja mungkin terpapar polusi udara pada tahap kritis dalam perkembangan mental mereka, membuat mereka berisiko terkena dampak paling parah dan masalah kesehatan mental yang signifikan di masa depan (Kompas.id, 7/7/2023).
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mencatat, sepertiga jumlah penduduk Jakarta berusia anak-anak. Untuk itu, perlu upaya lebih untuk memperhatikan kesehatan anak dari aspek pencegahan di satuan pendidikan ataupun di lingkungan sekitar.
Menurut Jasra, perlu penguatan regulasi di DKI Jakarta terkait penanganan polusi udara melalui pengecekan rutin terhadap kesehatan anak di Jakarta sebagai upaya dari aspek pencegahan.
Dari hasil skrining, KPAI membuat beberapa rekomendasi, seperti memperkuat penapisan kesehatan terhadap anak di seluruh wilayah DKI Jakarta dengan melibatkan satuan pendidikan dan orangtua, serta lingkungan tempat tinggal anak. Khusus bagi anak yang teridentifikasi sakit atau sedang sakit, layanan kesehatan diminta segera menindaklanjuti untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut.
KPAI juga merekomendasikan peningkatan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta protokol kesehatan di lingkungan satuan pendidikan dan keluarga untuk melakukan pencegahan penyakit. Selain itu, satuan pendidikan dengan koordinasi dinas pendidikan juga diminta untuk memberikan fasilitas pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berkualitas kepada peserta didik yang teridentifikasi terkena dampak polusi udara.
Berdasarkan data surveilans penyakit yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI, pada Agustus 2023 terjadi peningkatan kasus ISPA mencapai 200.000 kasus di puskesmas ataupun rumah sakit di Jabodetabek.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, meminta BPJS Kesehatan agar mempermudah proses pengajuan klaim penyakit ISPA akibat buruknya kualitas udara. Menurut dia, peningkatan penderita ISPA menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kadar polusi udara yang disebabkan beragam faktor.
”Pemerintah harus bertanggung jawab dengan memberikan pelayanan pengobatan yang mudah dan cepat,” kata Netty dalam keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
Adapun saat ini, Kementerian Kesehatan telah menyiapkan 740 fasilitas kesehatan yang dapat menangani masyarakat apabila terjangkit ISPA akibat udara yang tidak sehat. Fasilitas kesehatan yang disiapkan terdiri dari 674 puskesmas di Jabodetabek dan 66 rumah sakit di Jabodetabek.
Sebanyak 674 puskesmas yang disiapkan untuk menangani masyarakat yang terdampak polusi udara tersebar di beberapa kabupaten/kota, yakni 333 di DKI Jakarta, 44 di Kabupaten Tangerang, 39 di Kota Tangerang, 38 di Kota Depok, 25 di Kota Bogor, 101 di Kabupaten Bogor, 48 di Kota Bekasi, serta 46 di Kabupaten Bekasi.