Dunia Usaha Meminta Pemerintah Terapkan Kebijakan Lain Kurangi Polusi Udara
Kebijakan WFH yang dijalankan sebagian ASN DKI Jakarta belum diikuti pihak lain, seperti swasta. Pemprov DKI hanya mengimbau swasta mengatur WFH tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mengatasi polusi udara, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menerapkan sistem bekerja dari rumah bagi aparatur sipil negara DKI Jakarta. Kalangan dunia usaha masih mempertanyakan kebijakan itu karena dunia usaha masih berupaya memperbaiki lini bisnis pasca Covid-19. Dunia usaha meminta pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan lain untuk mengurangi polusi udara.
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi, Kamis (24/8/2023), mengatakan, penerapan bekerja secara hidbrida merupakan upaya pemerintah pusat bersama Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi tingkat polusi udara di wilayah DKI Jakarta.
”Sah-sah saja para pekerja diatur dengan model hybrid working tersebut. Apalagi Pemprov DKI Jakarta tengah melakukan pengaturan persentase pegawai yang masuk dan work from home (WFH),” kata Diana melalui keterangan tertulis, Kamis (24/8/2023).
Namun, ia mengingatkan Pemprov DKI Jakarta, semua sektor, termasuk dunia usaha, baru saja berupaya bangkit dari pandemi Covid-19 yang sekitar tiga tahun melanda negeri ini. ”Apakah tepat jika sudah kembali diterapkan WFH, khususnya bagi kalangan swasta? Saat ini, para pelaku usaha tengah berjuang membenahi lini bisnisnya,” ujar Diana.
Ia berpandangan, jangan karena polusi udara jadi harus kembali WFH. ”Kalau untuk secara mendadak diterapkan kepada kalangan pengusaha, tentu ini berat dan bisa jadi sebagian pengusaha, khususnya UMKM, menolak,” kata Diana.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Bidang Ketenagakerjaan, Pendidikan, dan Pelatihan Heber Lolo Simbolon mengatakan, apabila dunia usaha menerapkan WFH, yang mungkin bisa menerapkan adalah divisi administrasi. Untuk divisi produksi ataupun konstruksi tidak mungkin bisa.
”Jadi, memang dipisahkan, mana yang bisa online, mana yang harus datang ke pabrik,” ucapnya.
Artinya, untuk dunia usaha memang hanya bidang-bidang tertentu yang bisa menggelar WFH. ”Jadi, ya, persentase pelaku WFH di dunia usaha sangat kecil,” ucapnya.
Untuk WFH itu memang di sisi lain akan terkesan mengurangi biaya di kantor. ”Namun, itu akan tidak signifikan atau akan tidak seimbang dengan produktivitas yang dihasilkan perusahaan,” ujar Simbolon.
Baik Diana maupun Simbolon menekankan, apabila kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta adalah untuk mengurangi polusi udara, ada baiknya diatur soal penerapan genap-ganjil yang diperluas. Dalam arti, tidak hanya kendaraan roda empat, tetapi juga roda dua.
Bisa juga dengan penerapan WFH. Lalu, sosialisasi yang masif dan imbauan kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi publik.
”Sebab, kalau produktivitas manusianya yang diturunkan, bisa banyak pekerjaan terbengkalai. Apalagi, dengan ada ASN yang menjalankan WFH, dikhawatirkan akan memengaruhi pelayanan yang akan berpengaruh ke produktivitas pengusaha swasta,” ujar Diana.
Penjabat (PJ) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, kebijakan WFH bagi ASN DKI Jakarta diterapkan kepada ASN yang tidak berkaitan dengan pelayanan langsung kepada masyarakat. Untuk ASN yang berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat, seperti pelayanan di RSUD dan pendidikan, tidak menerapkan WFH.
”Untuk WFH di sektor swasta, kami mengimbau mereka mengatur sendiri,” katanya.